Selasa, 20 Mei 2025

Rumah Di Komplek Depkes II Jatibening (2)

Rumah Di Komplek Depkes II Jatibening (2)

Rumah kebanjiran dialami secara bertahap. Mulai dari sekedar membasahi lantai, lalu bertambah sedikit, bertambah sedikit lagi dan seterusnya. Dan puncaknya ketika air masuk sampai  hampir setinggi lutut.  Cara penanganan untuk mengatasinya adalah dengan membuat tanggul di depan rumah. Jelas jadi kurang estetis melihat teras di depan rumah dibatasi tanggul. Keburukan lain, ketika hujan berhenti dan di luar banjir sudah surut, dalam rumah air tidak serta merta keluar karena terhalang tanggul. Untuk mengeluarkan air terpaksa melalui saluran pembuangan di kamar mandi.

Tanah kampung dibelakang rumah konturnya miring ke arah rumah kami. Untungnya air yang cenderung mengalir ke arah pagar belakang rumah tersalurkan ke selokan di sebelahnya. Suatu saat tanah di belakang rumah dibeli tetangga warga komplek  lalu dipagarnya. Pagarnya menghalangi air di belakang pagar masuk ke selokan. Muncul masalah baru di rumah kami. Air yang tergenang di belakang pagar belakang rumah merembes di celah-celah keramik dengan air berwarna coklat pekat.

Sekitar awal tahun 1995, aku mendatangi pemilik tanah di belakang rumah (orang Betawi) menyampaikan masalah yang aku hadapi. Dia tidak punya jawaban apapun untuk mengatasinya. Itu kan air hujan, bagaimana saya mau membendung air hujan, katanya. Sebenarnya yang aku minta adalah agar dia meratakan kontur tanahnya itu agar air tidak tergenang di belakang pagar rumah kami. Aku sebenarnya sadar bahwa hal itu berat baginya, Harapanku agar dia menyuruh aku membayar upah pekerjaan meratakan tanah itu. Tapi menurutnya itu ribet urusannya.  Dia menawarkan agar aku beli saja tanahnya itu. Harganya seperti harga dia menjual ke tetangga kami.  Aku bilang, saya akan beli 200 meter tapi aku tidak punya cukup uang. Uangku hanya ada untuk separuh dari harga. Dan aku menawar untuk mencicil sisanya setiap bulan sampai lunas dalam waktu setahun. Alhamdulillah dia setuju.  

Jadilah tanah kami bertambah ke belakang. Hal pertama yang aku lakukan adalah memagar sekelilingnya dan meratakannya. Untuk jangka waktu cukup lama tanah tambahan itu dibiarkan begitu saja. Di musim hujan tahun 1997 terjadi banjir yang paling hebat, ketika air masuk hampir setinggi lutut. Aku sangat sedih dan merasa harus dilakukan sesuatu dengan rumah ini. Rumah ini harus ditinggikan. Dihitung biaya yang akan diperlukan untuk melakukannya. Alhamdulillah aku bisa mendapat pinjaman uang di kantor. 

Di tahun 1998 rencana renovasi rumah dilakukan. Sebenarnya waktu itu adalah tahun sulit akibat krisis moneter. Dengan tertatih-tatih pekerjaan perombakan dapat diselesaikan. Rumah diperluas dan lantainya dinaikkan setengah meter. Posisi kamar dan ruang tamu  masih seperti semula. Dapur dan kamar pembantu dipindah ke tanah yang baru dibeli di bagian belakang, dan bekas dapur dan kamar pembantu jadi tambahan ruang tengah. 

Masalah banjir di komplek ini masih seperti itu juga. Kalau hujan lebat cukup lama air di depan rumah bisa sampai setinggi lutut. Syukur alhamdulillah, sampai sekarang rumah kami masih selamat dari banjir masuk ke rumah.

****

   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar