Jumat, 29 Juni 2012

Sekilas Tentang pemimpin


Sekilas Tentang Pemimpin

Alhamdulillah, saya tidak pernah menjadi pemimpin yang berat-berat. Tidak pernah jadi lurah. Tidak pernah jadi camat, apa lagi yang lebih tinggi dari itu. Saya hanya pernah jadi Ketua RT, dan setelah tugas itu selesai, alhamdulillah, saya benar-benar lega. Betapa beratnya resiko dan tanggung jawab jadi pemimpin, seandainya kita mengerti. Nanti di akhirat, kita akan ditanya atas kepemimpinan kita. Apakah kita memimpin dengan adil pada jalan yang diridhai Allah, ataukah kita berlaku sewenang-wenang. Apakah pangkat kepemimpinan itu kita jolok-jolok agar diberikan orang kepada kita, atau karena masyarakat menginginkan kita untuk menjadi pemimpin mereka. Tanggung jawabnya sangat berat. Kelak di hadapan Allah setiap detil yang berhubungan dengan kepemimpinan itu akan ditanya. Pantaslah Umar bin Khaththab  mengatakan ketika dia diangkat jadi pemimpin, seandainya seekor keledai tersandung di jalan di Baghdad karena kelalaian yang mengurus negeri, maka dia pun akan diminta tanggung jawab pula sebagai pemimpin umat.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan agar orang (para sahabat dan umat beliau) jangan meminta-minta jabatan, karena jabatan itu besar tanggung jawabnya. Tapi seandainya diberi amanah untuk memimpin, maka lakukanlah dengan amanah dan hati-hati. Beliau berwasiat agar umat beliau mengangkat pemimpin. Bahkan seandainya dua orang melakukan perjalanan, hendaklah salah satu menjadi pemimpin dalam perjalanan itu. Hendaklah dijadikan pemimpin orang yang berilmu untuk memimpin.

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menunjuk pengganti untuk memimpin umat. Ketika beliau wafat di hari Senin, jenazah beliau belum dimakamkan (baru dimakamkan dua hari kemudian di hari Rabu), karena para sahabat sedang menyelesaikan tugas mencari pemimpin pengganti beliau. Panjang pembahasan dan banyak pertimbangan untuk mencari  pemimpin pengganti. Dalam sebuah musyawarah yang tidak mudah, karena ada berbagai harapan dan kepentingan yang bertabrakan antara kaum Anshar (penduduk asli Madinah) dan kaum Muhajirin. Adalah dengan rahmat Allah semata bahwa musyawarah itu akhirnya menjadikan Abu Bakar sebagai khalifah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan Abu Bakar telah membuktikan bahwa pilihan para sahabat itu tidak salah. Beliau mengemban tugas kekhalifahan setelah terlebih dahulu berpesan, agar beliau ditegur jika  saja beliau keluar dari tuntunan al Quran dan sunnah Rasulullah.

Ketika Abu Bakar sakit menjelang wafat, beliau menunjuk Umar untuk menjadi khalifah penerus, pengganti beliau. Setelah Abu Bakar meninggal, orang pun membai’at Umar untuk menjadi khalifah. Umar memproklamirkan dirinya sebagai Amirul Mukminin, sebagai pemimpin orang-orang yang beriman. Umar menunjukkan keteladan yang luar biasa sebagai pemimpin. Beliau sangat sederhana untuk diri dan keluarganya. Banyak sekali kisah tentang kesederhanaan Umar. Umar lah yang memikul sendiri sekarung gandum untuk sebuah keluarga yang didapatinya sedang merebus batu, untuk mengecoh perhatian anak-anaknya yang kelaparan. Umar lah yang bergantian naik keledai dengan pengawalnya ketika pergi menerima penyerahan kunci kota Al Quds. Dan Umar pula lah yang didapati Hamuzham (panglima perang Kerajaan Parsi yang ingin menghadap Amiril Mukminin di istananya, dalam bayangan Hamuzham, setelah dia menyerah) sedang tidur beristirahat di serambi mesjid dalam kesederhanaannya.

Umar ditikam Abu Lu’lu’ di suatu subuh. Dia masih bertahan beberapa hari sebelum meninggal. Sebelum menghembuskan nafas terakhir, Umar meminta umat memilih penggantinya di antara enam orang sahabat. Termasuk di dalam keenam calon usulan Umar itu adalah Utsman bin ‘Affan dan Ali bin Abi Thalib. Ketika beberapa sahabat mengingatkan agar Abdullah bin Umar yang lebih dikenal sebagai Ibnu Umar (yang penampilan dan perilakunya sangat meniru Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam), ditambahkan sebagai calon, Umar menolaknya. Cukuplah aku saja di antara keluargaku yang pernah mengemban tugas yang sangat berat ini, begitu kata beliau.

Hasil pemilihan ke enam kandidat pengganti Umar akhirnya mengerucut kepada Utsman dan Ali, karena calon lainnya dengan sukarela mengundurkan diri. Sejarah menunjukkan bahwa Utsman lah yang menjadi khalifah ketiga.

Utsman juga terbunuh di akhir kekhalifahannya. Beliau tidak menunjuk pengganti. Sebahagian sahabat ketika itu membai’at Ali, mungkin sebagai calon kuat pengganti Umar sebelumnya. Tapi ada golongan yang tidak suka dengan kepemimpinan Ali. Golongan yang tidak suka ini dipimpin oleh Mu’awiyah, yang ketika itu jadi ‘gubernur’ di Syam. Mu’awiyah beralasan agar pembunuh Utsman serta golongan yang menggerakkan pembunuhan itu diadili terlebih dahulu. Padahal Ali telah memaafkan mereka.

Maka jadi catatan sejarah pula bahwa ketidak-senangan Mu’awiyah terhadap Ali berkelanjutan dalam sebuah peperangan yang panjang. Peperangan sesama umat Islam. Sesuatu yang sebenarnya sudah dibayangkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akan terjadi.

Ali pun terbunuh pula. Sebenarnya pada subuh yang sama, Mu’awiyah juga jadi target pembunuhan, sesuai dengan rencana mereka yang sudah benci melihat perseteruan beliau berdua. Mu’awiyah selamat karena di subuh yang direncanakan itu dia berhalangan untuk pergi ke mesjid. Maka Mu’awiyah memproklamirkan dirinya sebagai Amiril Mukminin yang baru sepeninggal Ali bin Abi Thalib. Dia dibai’at oleh orang-orang dekatnya saja di Syam.

Sebelum akhir hayatnya, Mu’awiyah menunjuk puteranya Yazid sebagai pengganti. Begitulah awal dari dinasti Umayah yang memerintah selama berabad-abad. Dinasti, yang diperintah oleh raja yang menurunkan kekuasan kepada anaknya sebagai pengganti.

Sultan Muhammad Al Fatih, penakluk Konstatinopel di tahun 1492, adalah seorang panglima perang dan raja yang sangat salih. Beliau digantikan oleh putera dan anak cucunya, sampai berakhirnya kesultanan Ottoman di tahun 1924. Banyak di antara sultan-sultan di kerajaan Ottoman itu bukanlah pemimpin-pemimpin yang meniru jejak Muhammad Al Fatih dalam kesalihan, meski mereka dianggap kebanyakan orang sebagai penerus kekhalifahan dalam Islam.

*****

Jumat, 22 Juni 2012

Modus Baru Penipuan

Modus Baru Penipuan                                                                                         

Jam enam kurang lima tadi pagi. Telepon berdering. Persis ketika aku sedang menghadapi komputer. Telepon aku angkat dan aku sapa, assalamu'alaikum. Tidak serta merta ada jawaban, ada jeda beberapa detik, tiba-tiba dari seberang sana terdengar suara tangisan disertai ratapan dari seorang remaja laki-laki. 'Pa... pa.. Maaf pa... Aku ditangkap polisi....' Aku berusaha menanya, ini siapa? Karena jelas suara itu bukan suara anakku. Dia tidak menjawab hanya dengan lirih, meratap, 'pa, tolong dong pa...' Aku ulangi pertanyaan sampai tiga kali, menanyakan siapa yang menelpon, karena jelas bukan suara anakku. Tiba-tiba gagang telepon diambil alih oleh seseorang yang berbicara dengan lancar, 'Saya Aiptu..... (aku tidak terlalu memperhatikan namanya) dari kepolisian, dengan bapak siapa saya bicara?' katanya. 'Lho, sampeyan mau berbicara dengan siapa?' aku balik bertanya.

Beberapa detik itu otakku langsung ingat cerita dan pengalaman adikku yang persis sama, terjadinya pada suatu tengah malam. Kebetulan dia memang punya anak laki-laki, katakan saja bernama Joni. Waktu menerima telepon pertama kali, dia menyangka bahwa anaknya Joni itu yang menelpon sambil meratap dan menangis, dan dia bertanya 'kamu dimana Jon?' Nah pada saat itu telepon diambil alih 'seorang polisi' yang memberi tahu bahwa Joni ditangkap karena kedapatan membawa narkoba.

Adikku tidak habis pikir, sejak kapan pula anaknya Joni berurusan dengan narkoba. Tapi, bukankah sering dikatakan bahkan dikhotbahkan khatib di mesjid, anak manis yang kita kenal sangat boleh jadi, karena pandainya bersandiwara, ternyata sudah terlibat dalam penggunaan obat terlarang itu. Dan waktu itu, bukanlah saat yang tepat untuk menyiasat sejak kapan si Joni mengenal narkoba. Dia sedang di tangan polisi, dan urusannya pasti tidak akan sederhana.

Itu pulalah yang ditawarkan oleh Aiptu Fulan kepada adikku waktu itu. Mau si Joni ditahan, atau mau diselesaikan secara kekeluargaan. Kalau diselesaikan secara kekeluargaan maksudnya bagaimana? tanya adikku. 'Bapak transfer saja ke rekening ini, sekian juta (puluh juta), maka Joni kami lepas.'

Suasana berubah jadi mencekam. Adikku sebenarnya masih tidak terlalu yakin bahwa Joni benar-benar sedang ditahan polisi. Tapi istrinya, yang hanya mendengar keterangan sambil adikku berbicara di telepon, terlanjur panik dan hampir pingsan. Suara tangis terisak-isak masih tetap terdengar di seberang sana. Tapi adiku tidak dijinkan lagi berbicara dengan Joni. Bahkan istrinya yang memohon minta bicara dengan anaknya, juga tidak dikasih. Terjadilah tawar menawar malam itu. Adikku tidak punya uang sebanyak yang diminta. Hebatnya, sang Aiptu mau memberikan diskon, cukup sekian saja (berkurang separo dari permintaan mula-mula). Yang anehnya lagi, uang harus ditransfer dan setelah itu Joni baru boleh dijemput.

Sedang mereka tawar menawar itu, adiknya Joni mencoba menghubungi teman satu kost si Joni, untuk menanyakan kebenaran berita itu. Ternyata Joni sedang tidur mendengkur di tempat kostnya. Berakhirlah drama minta uang tebusan secara kekeluargaan tadi, setelah adikku sempat juga memperolokkan si penelpon, menyuruhnya datang saja menjemput uang tunai ke rumah. 

Cerita adikku ini yang teringat olehku tadi pagi. Ketika sang aiptu bertanya, 'maaf, dengan bapak siapa saya bicara?' Aku balas bertanya, 'Lha, sampeyan mau bicara dengan siapa?' Ketika dia mengulangi lagi bahwa ini dari kantor polisi, aku langsung menutup telepon.  

****                                                

Kamis, 21 Juni 2012

Penyalahgunaan Pengeras Suara Di Mesjid-Mesjid

Penyalahgunaan Pengeras Suara Di Mesjid-Mesjid

Untuk ke sekian kalinya aku agak terganggu ketika shalat isya tadi. Ketika kami sedang shalat, pengeras suara dari mesjid di sebelah timur sedang mengumandangkan lagu, yang entah lagu apa, meski seolah-olah seperti lagu Islami juga. Sejak beberapa bulan terakhir selalu saja setiap waktu maghrib dan isya, ada anak-anak yang bernyanyi di mesjid itu begitu selesai azan. Suara nyanyian itu sangat jelas terdengar. Biasanya, setelah kami shalat satu rakaat, mereka berhenti dan mengumandangkan iqamat. Bacaan imam shalat tidak tersambung ke pengeras suara, jadi tidak terdengar. Tapi waktu isya tadi agak berbeda. Yang bernyanyi, suara orang dewasa dan nyanyian itu tidak berhenti bahkan sampai kami selesai shalat.

Inilah yang aku maksud penyalahgunaan pengeras suara.

Masak, sih? Pengeras suara disalahgunakan di mesjid? Salah guna bagaimana? Mungkin begitu sebagian kita bertanya. Baru-baru ini wakil presiden membuat sebuah himbauan agar penggunaan pengeras suara di mesjid-mesjid ditertibkan, jangan sampai mengganggu kepada orang lain. Maka terjadilah pro dan kontra. Ada (bahkan banyak) yang merasa bahwa wakil presiden sok tahu. Sok melarang-larang atau mengatur-atur penggunaan pengeras suara di mesjid. Padahal.... Padahal pengeras suara itu digunakan untuk syiar Islam. Keterlaluan betul itu wakil presiden..... Begitu kata mereka yang kontra.

Mengatakan bahwa penggunaan pengeras suara untuk syiar mungkin saja benar.... sebagian. Kalau saja penggunaannya untuk mengumandangkan azan, aku tidak menolak mengatakan bahwa yang demikian itu adalah syiar. Apalagi kalau muazinnya bersuara merdu. Dengan bantuan pengeras suara, muazin tidak perlu lagi bersusah payah naik ke menara mesjid untuk azan. Seyogianya digunakan dua corong (speaker) yang berbeda, satu untuk keluar, untuk kumandang azan, dan yang satu lagi ke dalam mesjid untuk digunakan imam, agar bacaannya terdengar oleh ma'mum di semua bagian mesjid. 

Sepanjang pengamatanku, kebanyakan pengeras suara itu dihubungkan hanya ke corong atau speaker yang mengarah keluar. Dan pemakaiannya seringkali tanpa kontrol. Digunakan untuk mengaji, memutar kaset mengaji, bersalawat badar, bernyanyi yang kedengarannya seperti nyanyian Islami dan sebagainya. Waktunya seringkali di sekitar waktu shalat. Baik sebelum masuk waktu (sebelum azan) atau sesudah azan. Sebelum shalat berjamaah dan sesudah shalat berjamaah. Dengan volume suara penuh, sekeras mungkin.

Di lingkungan tempat tinggalku, ada banyak mesjid, dan jarak masing-masing mesjid itu hanya beberapa puluh sampai sekitar seratusan meter. Corong pengeras suara mengarah ke mana-mana sehingga sering terdengar suara bersahut-sahutan. Yang satu memutar kaset mengaji, yang satunya lagi bersalawat badar sementara yang lain lagi membaca zikir. Semua menggunakan pengeras suara. Yang agak merepotkan, ketika kami sudah mulai shalat dan ingin berusaha khusyuk, mesjid lain masih sibuk bersalawat. Suaranya sangat dekat seolah-olah di bagian belakang mesjid. Pernah kami coba bermusyawarah agar suara pengeras suara itu dikendalikan atau dikurangi. Dan berhasil. Tapi tidak lama kemudian kembali lagi heboh. 

Di bulan Ramadhan lebih-lebih lagi. Ada yang mengaji di mesjid tengah malam dengan menggunakan pengeras suara. Kalau ditegor tidak mau terima. Dia berdalih bahwa dia sedang melakukan syiar. 

Rasanya (menurut pendapatku) penggunaan pengeras suara yang seperti ini benar-benar perlu ditertibkan. Dengan cara bijak dan hati-hati oleh perangkat pemerintah. Mungkin melalui peraturan menteri agama misalnya. 

*****                                                                                                                                                                                                 

Selasa, 19 Juni 2012

Beringas

Beringas

Mengerikan berurusan dengan orang beringas. Orang yang mampu mengamuk semena-mena, meski dia sendiri yang bersalah. Ada saja rupanya orang yang berperilaku seperti itu. Kemarin pagi aku menyaksikan seorang di antaranya. Kejadiannya di jalan tol kota.

Jalan tol kota Cawang - Grogol yang macet luar biasa di waktu pagi itu, terutama menjelang simpangan Mampang / Kuningan, coba ditukangi petugas lalu lintas sejak awal bulan Mai yang lalu, dengan membuka sebagian jalur arah balik untuk kendaraan jurusan Grogol. Istilahnya sengaja pula menggunakan bahasa Inggeris, 'contra flow'. Mungkin biar dikira hebat. Mula-mula pintu masuk jalur khusus itu terletak di depan Bukopin di daerah Tebet. Tapi kemudian dipindah lebih ke arah Cawang, menjadi di depan Carrefour.

Berhasilkah 'contra flow' ini mengurangi kemacetan? Sepengamatanku sih tidak seberapa berhasil. Yang jadi penyebab adalah ketidak tertiban sebahagian besar pengendara di jalan. Kemacetan di perempatan Mampang / Kuningan selama ini lebih disebabkan karena mereka yang akan berbelok ke arah Mampang baru mendesak untuk berbelok setelah dekat ke pintu keluar tol, sementara kendaraan lain sudah dari jauh-jauh antri. Maka akibatnya terjadi kesemrawutan karena saling berdesak-desak itu.  

Sebelum ada 'contra flow' sesudah simpangan Mampang / Kuningan, jalan tol berobah jadi sepi. Kendaraan dapat dipacu sangat kencang menuju Grogol. Aku yang biasa berangkat jam enam teng dari rumah, kadang-kadang baru bisa melewati Mampang jam tujuh seperempat. Jarak dari rumah sampai kesana sekitar dua belas kilometer. Tapi sesudah itu, untuk sampai di kantor di Slipi yang masih sekitar enam kilometer lagi hanya perlu sepuluh menit.

Kenapa 'contra flow' aku katakan tidak berhasil? Pertama, karena banyak pengendara tidak tertib untuk melintasi pintu masuk. Kendaraan yang berusaha tertib dan antri dari jauh, harus ekstra sabar karena sepanjang jalan mendekati pintu lintasan banyak sekali pengendara yang seenaknya sendiri, memaksa memotong jalur atrian. Mengesalkan sekali melihat mereka-mereka yang seenaknya sendiri seperti itu. Yang kedua, kemacetan sekarang berpindah ke Semanggi. Kendaraan yang keluar dari 'contra flow' memotong arus dalam jalan tol utama. Akibatnya macet lagi juga.

Nah, inilah yang terjadi kemarin pagi. Sopir taksi yang aku tompangi, bekerja keras menghalangi setiap mobil yang mencoba menerobos masuk dari samping kiri. Sebuah pekerjaan yang cukup mendebarkan unuk dilihat karena beberapa kali kendaraan-kendaraan itu hampir bersenggolan. Sampai suatu saat datang sebuah kendaran dengan maksud yang sama, ingin menyerobot masuk. Sopir taksi ini dengan gesit memajukan kendaraannya menghalangi. Rupanya yang akan masuk kali ini si Beringas. Kedua mobil itu benar-benar hampir bertabrakan. 

Si Beringas langsung marah-marah dan memaki-maki. Sopir taksi membalas dengan nada menantang, 'apa lo!' Kejadian berikutnya benar-benar membuatku terperangah tanpa bisa berbuat apa-apa. Si Beringas memukul kaca jendela taksi dengan tangannya. Kaca itu tidak pecah. Kendaraannya digesernya maju sambil tangannya terus memukul-mukul, dan akhirnya mematahkan kaca spion sebelah kiri taksi itu, dan terus berlalu.  Sopir taksi mungkin sama terperangahnya. Dia tidak berusaha turun karena mobil si Beringas sudah langsung kabur.

Begitulah pengalaman ekstraku kemarin pagi....

*****                                                                                                                           

     

                                                                         

Minggu, 17 Juni 2012

Kita Tak Pernah Lepas Dari Penjajahan Barat

Kita Tak Pernah Lepas Dari Penjajahan Barat 

Seorang teman di miling list berkomentar seperti di atas. Kita, sebagai bangsa tidak pernah mau lepas dari pengaruh dan intimidasi Barat. Dalam hal apa saja. Dan ternyata memang begitu adanya, entah kita sadar atau tidak. Lihatlah betapa kita terkagum-kagum dengan segala apa yang datang dari Barat. Budaya (termasuk tontonan, kesenian dan musik), makanan, olah raga dan sebagainya. Kita senang sekali jadi 'pak tiru'. Kita merasa kurang pas kalau tidak meniru atau setidak-tidaknya mengagumi sesatu yang datang dari Barat. 

Tidak percaya? Lihatlah betapa banyaknya (meski aku tidak tahu seberapa banyak tepatnya) orang yang sibuk dengan piala Euro di Eropah sana. Yang bertanding negara-negara Eropah. Yang bermain orang-orang Eropah. Tempatnya nun jauh di Polandia sana. Tapi di sini orang ikut sibuk. Bahkan perlu bergadang setiap malam untuk menyaksikan pertunjukan yang mengagumkan itu. Piala Copa Amerika juga ada, tapi gaungnya tidak sehebat piala Euro. Apa lagi piala Pan Afrika. Tidak ada terdengar yang berminat karena hampir tidak ada diberitakan.

Tidak percaya juga? Lihatlah betapa sibuknya persiapan (diikuti pro dan kontra) pertunjukan Lady Gaga. Entah siapa anak manusia yang satu ini. Entah apa istimewanya. Tapi perlu pembahasan panjang lebar, setuju dan tidak setuju atas kehadirannya. Yang ternyata akhirnya gagal. Betapa banyak yang menggerutu sesudah itu. Rasanya terganggu betul pelampiasan nafsu menonton pertunjukan spektakuler itu.

Mau tahu lagi pengaruh makanan? KFC (ayam goreng ala Kolonel Sanders) ada sampai ke kota-kota kecil. Begitu pula Pizzahut. Jangan ditanya tentang minuman Coca Cola, Fanta, Sprite dan sebagainya. Ada emak-emak yang menabung untuk bisa memawa anak-anaknya mencicipi ayam KFC di Bukit Tinggi. Memang apa sih istimewanya? Ah, tidak istimewa-istimewa sangat. Tapi kepingin saja. Agar jangan sampai orang ber KFC, lalu awak tidak. Nah begitu, katanya.

Mungkin tidak melulu yang dari Barat secara harfiah. Kita secara sadar juga menjadi pengagum dan pemakai barang buatan Jepang, Cina dan Korea. Apa saja yang mereka jual, kita terbuai untuk membelinya. Barang-barang elektronik, mesin-mesin, kamera, pelengkap peralatan dapur, peralatan rumah tangga lainnya. Semua buatan orang, buatan Jepang, Cina atau Korea. Kita adalah pemakai dan pembeli yang baik. 

Makanan Jepang juga ikut merambah masuk dan peminatnya juga semakin meningkat. Lepau Hoka-hoka Bento atau Hanamasa semakin ramai pengunjungnya. Kita memang senang mencoba. Senang mengagumi yang datang dari luar. Atau mungkin karena jenuh dengan penampilan jajanan lokal? Jenuh dengan makanan di restoran Minang yang lauknya kadang-kadang sudah terlanjur pusing karena terlalu sering keluar masuk lemari pajangan? Mungkin juga. Kenapa ya, tidak ada restoran Minang yang meniru lepau Hoka-hoka Bento. Orang antri memilih makanan yang akan dimakannya saja, lalu membayar sebelum menikmatinya. Bisa saja mereka memilih sepotong ayam pop, sepotong dendeng, sesayat gulai tunjang dengan sejemput gulai cubadak, atau beberapa potong gulai rebung. Lalu membawa makanannya dalam nampan ke meja yang dipilihnya. Dan tidak ada lagi gulai panyiang dek suruik lalu ikut terlibat.

Yang terakhir ini hanya tentang makanan saja. Penjajahan dalam bentuk olah raga, budaya, hiburan dan sebagainya tadi, entah bagaimana pula caranya kita bisa mengatasinya. Mungkinkah kita bisa terbebas dari pengaruh-pengaruh asing itu? Entahlah....

*****                                                                                                                                                                               

Selasa, 12 Juni 2012

Jasad

Jasad

Jasad itu terbaring kaku. Selesai sudah penderitaan sakit yang dilaluinya. Selesai sudah urusan dunianya. Selesai semua amal perbuatannya. Dia terbaring kaku tak berdaya apa-apa lagi. Tidak seperti beberapa tahun yang lalu. Atau bahkan beberapa bulan yang lalu. Bahkan beberapa pekan yang lalu, ketika dia masih segar bugar. Ketika dia masih ceria mengisi hari-hari dalam hidupnya. Ketika dia bergaul luas dengan orang banyak.

Sekarang orang banyak itu berdatangan melayat. Ikut berduka cita, begitu kata mereka. Mereka berkelompok-kelompok, bergerombol-gerombol. Tak kurang yang berwajah sedih. Tak kurang yang bercerita tentang masa hidup jasad yang terbaring kaku itu. Mereka, yang masih hidup itu merasa kehilangan. Kehilangan seorang saudara, seorang teman, seorang sahabat, seorang.... siapa sajalah. 

Bermaknakah kehadiran orang banyak yang datang melayat itu bagi si jasad? Mungkin ada yang bermakna tapi mungkin juga ada yang tidak bermanfaat apa-apa. Yang hadir untuk mengurus jasad kaku itu, yang memandikannya lalu mengafaninya, lalu menyalatkannya, insya Allah mereka ini memberi manfaat kepada si mayat. Tetapi yang hanya sekedar berwajah duka, lalu sibuk dengan bisik-bisik dalam obrolan, terlepas dari apapun isi obrolan itu, rasanya tidak ada manfaat bagi si mayat. Walaupun mereka datang dengan ikhlas. Walaupun mereka berwajah duka. Walaupun mereka menunjukkan rasa simpatinya. Rasa simpati itu mungkin agak menolong bagi keluarga mayat yang sedang dilanda duka. 

Apabila mati anak Adam maka putuslah segala amalannya, kecuali tiga hal. Sedekah atau pemberian yang baik (mempunyai nilai di sisi Allah), ilmu yang bermanfaat yang pernah diajarkannya dan anak-anak yang salih yang mendoakannya. Begitu menurut sebuah hadits Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam. Sangat mudah mencerna maksud dari hadits itu. Seseorang yang pernah memberikan bantuan kepada orang lain, misalnya berupa sumbangan untuk sarana keperluan orang banyak, seumpama jalan, atau jembatan, atau sekolah, atau bangunan tempat beribadah, maka selama benda-benda itu masih dipergunakan orang banyak, si pemberi masih mendapatkan  imbalan pahala dari Allah. Begitu pula halnya dengan ilmu yang bermanfaat. Selama ilmu itu diamalkan oleh penerimanya, niscaya nilai kebajikan atau pahala akan tetap mengalir untuknya. Dan terakhir anak yang salih, yang senantiasa mendoakan orang tuanya. Doa dan amalan salih si anak yang mendapat pahala dari Allah, juga mengalir pahalanya kepada orang tua si anak salih.

Selain dari itu tidak ada. Handai tolannya yang banyak yang datang melayat dan mengantarnya sampai ke tepi liang lahat, tidak dapat menolongnya. Dia akan bersendiri di dalam liang lahat. Begitu pengantarnya berangkat meninggalkan tanah pemakaman dia akan berurusan dengan malaikat Allah yang akan datang bertanya. Menyoal hal-hal yang menyangkut dengan keimanannya. Pertanyaan yang hanya akan bisa dijawab oleh amal ibadah dan keimanannya itu pula. 

Kematian terlihat seolah-olah akhir dari sesuatu. Banyak orang yang membayangkan bahwa sesudah kematian, jiwa akan beristirahat dengan damai. Tetapi Islam tidak mengatakan seperti itu. Kematian adalah gerbang akhirat. Kematian adalah awal dari sebuah pertanggungjawaban sangat rinci dan detil sekali. Pertanggungjawaban atas setiap amal perbuatan semasa hidup, yang dicatat rapi oleh dua malaikat Allah yang tidak pernah lalai dari mencatatnya. Lalu nanti nilai-nilai amalan itu akan ditimbang. Hanya yang mempunyai lebih berat timbangan amal salih yang diridhai Allah saja yang akan selamat dari hukuman Allah. 

Di tempat melayat, makin banyak yang sadar bahwa setiap 'kita' akan mendapat giliran dipanggil ke hadirat Allah. Panggilan itu hanya soal waktu. Mudah-mudahan semakin sadar pula untuk menyiapkan bekal untuk menghadapi kematian itu. Bekal berupa amal-amal salih yang diridhai Allah.

*****
                                                                     

Rabu, 06 Juni 2012

Setiap Amal

Setiap Amal

Bacalah bismillah. Awali perbuatan baik dengan membaca bismillah. Insya Allah amalan atau perbuatan sederhana sekalipun, selama bukan perbuatan yang dilarang Allah, jika diawali dengan bismillah akan menjadi amal salih yang diganjar pahala. Kita memahami bahwa dalam Islam, posisi amal perbuatan kita terbagi ke dalam 5 kelompok. Kelompok wajib, sesuatu yang jika kita kerjakan akan mendapat ganjaran pahala dari Allah, dan jika kita tinggalkan niscaya kita berdosa kepada Allah. Lawan dari wajib adalah haram alias terlarang. Jika kita kerjakan kita berdosa dan jika kita tinggalkan kita berpahala. Kelompok sunah, yang jika kita kerjakan kita berpahala dan kalau ditinggalkan tidak ada nilainya atau tidak berdosa. Berlawanan dengan sunah adalah makruh, yakni yang jika ditinggalkan berpahala, tapi kalau dikerjakan tidak berdosa. Di tengah-tengah antara wajib dan haram dan bahkan di antara sunah dan makruh terdapat kelompok mubah yang artinya boleh-boleh saja dikerjakan dan nilainya tidak berpahala dan tidak berdosa. 

Apa saja contoh dari amalan atau perbuatan yang sifatnya mubah? Perbuatan apa saja yang tidak diperintahkan Allah dan tidak pula dilarang Allah boleh alias mubah hukumnya. Berbicara, melihat, mendengar, berjalan, beristirahat dan sebagainya, selama pekerjaan tersebut tidak terlarang melakukannya berarti halnya adalah mubah. Berbicara yang tidak terlarang, yang bukan bergunjing, bukan menyakitkan hati orang lain, bukan memfitnah sifatnya mubah. Begitu juga melihat sesuatu yang tidak terlarang untuk melihatnya. Begitu juga mendengar sesuatu yang tidak terlarang mendengarkannya. Berjalan ke tempat yang tidak terlarang mendatanginya. Semua itu mubah alias boleh dikerjakan. 

Amalan mubah dapat berobah menjadi seperti amalan wajib atau sunah dan sebaliknya bisa pula menjadi haram atau makruh. Berbicara untuk menyampaikan kebenaran, untuk menegakkan keadilan adalah wajib hukumnya. Berbicara bohong untuk menipu atau memfitnah orang lain haram hukumnya. Mencuci tangan atau membasuh muka yang bukan untuk berwudhu adalah perbuatan mubah. Pekerjaan tersebut bisa berobah menjadi sunah kalau kita awali dengan bismillah. Artinya kita jadi berpahala karenanya. Tidak ikut memakan makanan yang berbau semisal durian atau bawang mentah suatu sikap yang boleh-boleh saja. Dan dia menjadi bernilai kalau diniatkan untuk mengikuti sunah Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam, dalam meninggalkan yang makruh.  

Jadi awali dengan bismillah kecuali amalan yang memang sudah dimulai dengan zikir. Mengawali membaca al Quran berta'awudz. Memulai shalat bertakbir. Khatib memulai khutbah dengan membaca hamdallaah. Mau tidur kita membaca bismillah. Mau makan membaca bismillah. Tidur atau makan yang tidak diawali dengan bismillah tidak ada nilai ibadahnya. Ketika masuk kamar kecil kita tidak membaca bismillah tapi berta'awudz, minta pertolongan dan perlindungan Allah. Allahumma inni a'udzubika minal khubutsi wal khabaaits.

Mudah-mudahan dengan banyak-banyak mengingat Allah, membaca bismillah, kita terhindar dari berbuat dosa. Dari melakukan perbuatan yang dimurkai Allah.

*****