Kamis, 10 Desember 2009

Menggelas

Manggaleh = Menggelas

Sudah sejak beberapa bulan ini istriku mencoba jadi pedagang. Jadi penggelas, kata urang awak jadi rang panggaleh. Berawal dari usul seorang teman saat aku persis menjelang pensiun untuk menginvestasikan uang di sebuah ruangan toko di Ambassador Plaza. Sebuah ruangan yang subhanallah, luasnya hanya 7m2. Harganya hampir setengah ton. Teman yang mengusul sudah lebih dulu memiliki lahan serupa dan katanya cukup menguntungkan. Akupun, kala itu tergiur untuk mengadu nasib, maksudnya ikut berinvestasi. Alhamdulillah pula, waktu itu langsung mendapat penyewa, karena memang niat awal untuk disewakan. Rasa-rasanya aku atau istri tidaklah berbakat untuk berdagang.

Kedai petak mungil itupun disewalah. 35 jt pertahun..... Hemmmm... memang lumayan juga sepertinya.

Akan tetapi ternyata, si penyewa itu seorang beginner. Bahkan menyambil kerja kantoran. Dan toko itu hanya dibukanya menjelang malam. Entah bagaimana peruntungannya yang sesungguhnya, yang jelas sesudah satu tahun selesai dia mundur. Tidak mau lagi memperpanjang kontrak. Kebetulan berikutnya, itu terjadi di paruh kedua 2008, tahun krisis yang menghebohkan itu. Perdagangan kononnya lesu. Termasuk tentu saja di Indonesia. Termasuk di Jakarta. Akibatnya, tidak kunjung dapat penyewa berikutnya. Tinggallah toko mungil itu menganggur. Sebulan, dua bulan, tiga bulan dan terus berlanjut. Repotnya, pemilik dikenakan service charge sebesar 500 ribu lebih setiap bulan. Tentu saja cukup merepotkan membayar sebanyak itu ketika sudah jadi pensiunan.

Mulailah timbul angan-angan sang istri untuk mencoba peruntungan. Singkat cerita, toko itu didandani kembali dengan rak dan etalase. Sang madame mau berjualan pakaian wanita. Bismillah...

Kendala pertama, seperti sudah diprediksi sejak awal adalah tenaga. Rasanya akan sangat berat untuk datang ke toko ini setiap hari sejak jam sembilan pagi sampai jam delapan malam. Perlu ada yang membantu. Perlu karyawan. Tentu tidak yang asal-asalan karena tentu diperlukan yang amanah. Kan mau berurusan dengan uang. Begitulah akhirnya. Karyawan pertama adalah pembantu rumah yang katanya tamatan SMA. Kan sayang tamat SMA bekerja jadi pembantu. Diajak kerja di toko, dengan janji penghasilan lebih. Ternyata dia tidak betah. Entah kenapa, sedikitpun dia tidak menunjukkan keseriusannya untuk jadi rang panggaleh. Ujung-ujungnya, dia minggat dari rumah. Suatu pagi ketika kami kembali dari shalat subuh, ternyata dia sudah tidak ada. Sudah pergi tanpa pesan.

Terpaksalah aku ikut menemani istri, duduk di tempat yang sempit ini. Ceritanya menjelang dapat orang baru lagi. Orang baru itu dapat. Tapi, lagi-lagi hanya untuk jangka waktu singkat. Katanya dia dapat tawaran pekerjaan yang lebih bagus. Sampai pegawai keempat, kelima. Sami mawon. Begitu lagi, begitu lagi. Yang terakhir tinggal di rumah, dikasih uang transport dan disuruh bawa bekal dari rumah. Kayak-kayaknya sih dia tidaklah terlalu serius. Berhari-hari laporannya zero penjualan. Dan eloknya pula, dia juga mengundurkan diri setelah bekerja hampir tiga bulan. Katanya pindah ke tempat dia di terima bekerja di pabrik.

Aku kasihan juga melihat istriku berusaha tegar. Aku sudah menyuruh dia menaikkan bendera putih. Cari penyewa lagi saja. Sepertinya dia setuju. Tapi tidak mudah dan tidak serta merta pula untuk mendapatkan penyewa.

Hari ini, hari Kamis aku menemaninya di sini sejak siang tadi. Tadinya kami mau pulang jam lima biar aku dapat shalat maghrib di masjid kami. Ada pembeli saat jam lima itu. Ya, sudahlah, aku setuju sampai maghrib. Aku akan shalat maghrib di mushala. Habis maghrib ada lagi pembeli. Dan kagok untuk pulang jam setengah tujuh dari tempat ini. Aku tidak akan dapat shalat berjamaah isya di masjid karena pasti belum sampai di rumah. Akhirnya aku menunggu isya disini. Sesudah isya baru kami akan pulang.

Jual beli disini masih do, re, mi. Ini yang agak melemahkan semangat. Memang ada saja hari-hari yang benar-benar nol, kata istriku. Begitu keadaannya. Jadi rang panggaleh ternyata harus benar-benar sabar....

*****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar