Sabtu, 25 Februari 2012

Sate Marangi

Sate Marangi

Entah kenapa namanya seperti itu dan entah apa pula artinya. Tapi aku yakin cukup banyak yang tahu apa yang dimaksud dengan sate marangi. Ya itu dia. Penjual sate di tepi jalan raya antara Cikampek - Purwakarta, di bawah keteduhan pohon-pohon jati. Entah sejak kapan mereka berjualan di sana. Jualan utamanya adalah beraneka macam sate dari daging ayam, kambing dan sapi yang bumbunya tidak pakai kacang. Tentu saja ada makanan pilihan lain seperti ikan gurami goreng atau bakar, sop kambing, dan entah apa lagi. Dan semuanya itu memang punya kelas tersendiri. Sangat enak.

Dulu, ketika jalan tol Cipularang belum selesai, kalau pas ke Bandung, beberapa kali kami singgah di kedai sate itu. Bahkan pernah pula, sengaja datang ke sana hanya untuk makan sate, lalu balik lagi ke Jatibening. Tapi sejak keberadaan jalan tol langsung ke Bandung, sate marangi sudah hampir terlupakan.

Hari Rabu kemarin, kami rombongan kantor sebanyak lima orang berangkat ke Bandung untuk keperluan rapat. Berangkat dari kantor persis sebelum jam makan siang. Bukan disengaja, tapi karena masih ada beberapa bahan rapat yang masih harus diselesaikan. Dan tentu saja kami akan berhenti untuk makan siang di perjalanan nanti.

Waktu kami baru melintasi kilometer 20an, salah satu anggota rombongan mengajukan pertanyaan yang ditujukan khusus kepadaku, apakah aku berminat untuk mampir di kedai sate marangi. Ditujukan khusus kepadaku bukan karena aku yang paling tua, tapi karena mereka tahu aku banyak pantangan. Aku pura-pura bertanya, sate apa saja yang ada di sana. Sopir kami memberi jawaban lengkap, bahwa ada sate ayam, kambing, sapi dan beraneka macam hidangan lainnya. Saya tidak keberatan, jawabku. 

Mobil pun diarahkan ke Cikampek. Kami sampai di kedai sate marangi jam satu lebih. Dan tempat itu sedang ramai-ramainya. Suasananya masih seperti dulu. Bangku-bangku dan meja kayu panjang berjejer-jejer. Pekerja pembakar ratusan tusuk sate menggunakan kipas angin listrik besar, pelayan yang sibuk hilir mudik. Dan tentu saja kumpulan orang-orang yang sibuk melahap hidangan.

Aku pergi shalat ketika anggota rombongan memesan makanan. Aku meyakinkan mereka bahwa aku insya Allah bisa ikut makan sate asal jangan sate kambing. Dan ketika aku kembali dari shalat mereka semua sedang sibuk menikmati hidangan. Ada ikan gurame bakar. Alhamdulillah, aku ikut makan. Mengambil tiga tusuk sate. Dan rasanya memang masih seperti dulu. Enak. Apalagi perut sedang lapar-laparnya. Aku menanyakan apakah mereka punya sirsak yang mereka jawab ada. Dan aku memesan segelas sirsak panas. Pelayan agak sedikit heran dan bertanya, apa bukan jus sirsak? Tidak, jawabku. Aku minta sirsak yang diblender dengan campuran air panas. 

Setelah beristirahat selama hampir satu jam kami meneruskan perjalanan ke Bandung. Kekenyangan sesudah makan hidangan sate marangi yang maknyus...... 

****                                                                      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar