Minggu, 01 Juni 2014

Bagaimana Hukumnya Bermaaf-maafan Sebelum Masuk Ramadhan?

Bagaimana Hukumnya Bermaaf-maafan Sebelum Masuk Ramadhan?   

Pada kesempatan taklim Ahad subuh pagi kemarin di mesjid kami, seorang jamaah bertanya tentang hukum bermaaf-maafan sebelum masuk Ramadhan. Hal ini menjadi diskusi menarik karena menurut si penanya, bukankah hal ini tidak ada contoh dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Lalu, sepertinya ini adalah sesuatu yang diada-adakan. Sementara sesuatu yang diada-adakan itu cenderung bid'ah. Dan kalau bid'ah maka dianya sesat, dan nanti diancam dengan (hukuman  di) neraka.

Ada dua hal yang menarik di sini. Seingatku, kebiasaan bermaaf-maafan sebelum masuk bulan Ramadhan ini memang merupakan sesuatu yang 'baru'. Dan aku mendapatkannya dari sebuah pengajian juga beberapa tahun yang lalu, berawal dari kebiasaan kita (umat Muslim Indonesia) mengucapkan selamat hari raya Aidil Fitri yang disertai dengan ungkapan 'Mohon Maaf Lahir dan Bathin'. Kenapa di hari raya itu kita bermaaf-maafan, sementara kita berharap dengan melaksanakan ibadah puasa Ramadhan dengan bersungguh-sungguh niscaya kita kembali suci? Kembali fithrah? Kembali suci ini adalah dalam hubungan kita dengan Allah Ta'ala, sesudah kita melaksanakan perintah-Nya untuk berpuasa (atas dasar iman kepada Allah dan dilakukan dengan penuh kehati-hatian). Adapun hubungan sesama manusia, belum akan selesai sebelum kita juga saling mengikhlaskan dalam bermaaf-maafan. Lalu kalau demikian, bukankah lebih afdal jika bermaaf-maafan itu dilakukan sebelum mengerjakan ibadah Ramadhan. Kita bersihkan hati kita dalam hubungan dengan sesama manusia, lalu setelah itu kita berkonsentrasi untuk beribadah kepada Allah. Bukankah begitu lebih baik?

Iya. Tapi bermaaf-maafan kan bisa dilakukan kapan saja, dan tidak mesti menunggu waktu sebelum masuk bulan Ramadhan? Sebenarnya, inilah jawabannya untuk menghindar dari tuduhan mengada-adakan sesuatu. Kalau bermaaf-maafan boleh dilakukan kapan saja, berarti mengerjakan sebelum Ramadhan bukan sesuatu yang diada-adakan. Dia masih dalam koridor 'boleh' alias mubah. Jadi seharusnya tidak perlu dipermasalahkan. Dan tentu saja tidak perlu pula dipermasalahkan seandainya ada orang yang merasa tidak perlu melakukannya.  

Kami singgung juga kemarin itu tentang kebiasaan sementara orang untuk membayarkan zakat (maal) di bulan Ramadhan, karena ada hadits yang menganjurkan agar kita banyak-banyak bersedekah di bulan itu. Tidak perlu pula dipertanyakan, apakah di jaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, para sahabat juga membayarkan zakat di bulan Ramadan. Membayar zakat itu, apabila sudah cukup nisabnya dan sudah sampai waktunya wajib dilaksanakan. Lalu menunda (atau mengawalkan) membayarnya sampai masuk bulan Ramadhan mudah-mudahan tidak melanggar apa-apa. Yang jelas ibadah itu tetap dilaksanakan. Wallahu a'lam....

****                     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar