Senin, 07 April 2014

Janganlah Mati Ketika Engkau Miskin?

Janganlah Mati Ketika Engkau Miskin?  

Smn adalah seorang tukang langgananku. Banyak pekerjaan perbaikan rumah yang kupercayakan kepadanya. Dia seorang yang rajin, polos dan apa adanya. Kalau dia bekerja di rumah, aku biasanya cukup puas dengan pekerjaannya. Ada hal lain yang menyebabkan aku menyukai Smn. Ketaatannya dalam beribadah. Suatu ketika dia bertanya yang agak mengagetkanku. Pertanyaannya adalah apakah dia boleh ikut berjamaah di mesjid komplek. Mengagetkan karena, di mana pula ada aturan bagi seseorang untuk ikut berjamaah harus ada izin? Kekagetan kedua, kenapa dia tidak ikut berjamaah di mesjid yang lebih dekat dengan rumahnya? Smn punya alasan untuk kedua pertanyaan itu.  Ringkas cerita sejak saat itu dia rajin berjamaah di mesjid komplek kami. Bukan sekedar rajin shalat berjamaah, dia bahkan ikut dengan kegiatan-kegiatan ibadah lain. Dia ikut berkurban di mesjid kami. Smn, yang penghasilannya sangat terbatas dan hanya bergaji setiap hari-hari dia bekerja, ikut berkurban......

Beberapa bulan yang lalu aku dapat kabar bahwa istri Smn sakit. Sakit diabetes yang cukup kronis. Pernah istrinya harus dirawat di rumah sakit. Dan hanya bertahan beberapa hari karena biayanya sangat tinggi untuk Smn. Akhirnya dirawat di rumah. Dengan bantuan dokter yang mau datang berkunjung secara berkala dan dengan perawatan atau penjagaan Smn sendiri. Istrinya tidak bisa berbuat apa-apa kecuali hanya berbaring di rumah. Smn lah yang mengurusnya.

Tadi malam sehabis maghrib aku dapat kabar dari dia langsung, bahwa istrinya telah berpulang ke hadirat Allah siang hari kemarin. Aku datang melayatnya sesudah shalat isya. Aku berikan sekedar bantuan untuknya, ditambah dengan yang aku dapatkan dari dua anak-anak. Smn sangat berterima kasih. Tadi sesudah subuh, kami para jamaah datang lagi bertakziah. Smn terlihat kuyu, karena kurang tidur semalaman. Jenazah istrinya akan dimakamkan siang hari ini. Kami bertanya sekedar ingin tahu, berapa biaya pemakaman yang harus dibayarnya. Pengurusan jenazah ternyata sudah dipercayakan kepada petugas fardhu kifayah di lingkungannya. Berapa biayanya? Untuk pengurusan dan kuburan (tidak termasuk biaya mobil kereta jenazah) adalah lima juta rupiah. Biaya kereta jenazah antara tujuh ratus lima puluh ribu sampai sejuta rupiah. Smn diberi tahu bahwa dia juga diingatkan untuk menyediakan amplop untuk mereka yang ikut menyalatkan jenazah.  Masya Allah.......

Di komplek, kami umumnya ikut jadi anggota perkumpulan kematian. Jika anggota perkumpulan ini meninggal, kami tidak lagi dikenakan biaya kecuali untuk tanah pekuburan. Sebuah kuburan di TPU 'harganya' konon paling murah tiga juta rupiah. Aku menganjurkan kepada pengurus mesjid untuk membantu Smn.

Jenazah istri Smn akan dimakamkan di TPU umum, di lobang yang sama dengan familinya yang sudah lama berkubur di situ. Kabarnya dikenakan biaya tiga juta rupiah untuk membongkar kuburan lama itu. Jenazah istrinya tidak dapat dikuburkan di pemakaman kampung karena dia pendatang. Memang di sekitar tempat dia tinggal jenazah penduduk asli kampung adakalanya dimakamkan di pekarangan saja.

Kembali kepada Smn, untuk dapat memakamkan jenazah istrinya siang ini dia harus mengeluarkan uang sekurang-kurangnya tujuh juta rupiah. Belum termasuk kalau dia 'terpaksa' harus mengadakan acara tahlilan di rumahnya malam ini sampai beberapa hari kemudian.  Aku sangat kasihan melihat Smn. Tujuh juta rupiah itu adalah upahnya bekerja selama tujuh puluh hari. Kalau dia bekerja 70 hari dan tidak mengeluarkan biaya hidup satu sen pun barulah dia bisa mengumpulkan jumlah itu.    

Apakah akan dikatakan kepada orang seperti Smn, 'janganlah mati ketika engkau miskin?' 

****           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar