Jumat, 02 November 2012

Musibah Dek Ulah Pancilok

Musibah Dek Ulah Pancilok 

Memang begitu judulnya. Musibah yang menimpa seseorang akibat ulah pencuri. 

Tersebutlah Hasan. Dia ini marbot alias petugas mesjid di komplek kami. Sudah lebih sepuluh tahun dia bertugas jadi marbot. Sejak masih bujangan, kemudian menikah dan punya anak. Sekarang anaknya dua orang. Yang tua sudah berumur sekitar sepuluh tahun. Yang kecil baru beberapa bulan. Apakah dia dan keluarganya tinggal di mesjid? Tidak. Dia menyewa sebuah rumah petak di luar komplek. Kemampuannya mengurus mesjid di atas rata-rata. Mesjid terpelihara baik dibawah tanggung jawabnya.

Selama aku tinggal di komplek ini, sudah hampir dua puluh tahun, Hasan adalah marbot yang paling lama bertugas di mesjid kami. Dia 'mendedikasikan' dirinya untuk mengurus mesjid, sambil menjadi kepala keluarga. Karena dia juga kepala keluarga, dia berusaha lain untuk menafkahi anak istrinya dengan usaha jahit menjahit. Di samping itu, dia juga salah seorang guru mengaji di Taman Pendidikan Al Quran mesjid. Dengan gaji sebagai marbot, sebagai guru mengaji, sebagai pekerja jahit menjahit, kehidupannya boleh dikatakan lumayan baik. Punya sepeda motor hasil pembeliannya sendiri. Anaknya yang sering dibawa ke mesjid sehat dan pintar. Setiap hari raya, sebagaimana kecenderungan banyak orang, Hasan mudik ke kampungnya di pantai utara Jawa tengah, mengunjungi orang tuanya. 

Anaknya sudah kelas tiga SD di sekolah dalam komplek. Pastilah banyak juga kebutuhan keluarga yang harus dipenuhinya.

Sebelum hari raya Aidil Adha kemarin, seorang teman sekampungnya menawarkan usaha penjualan kambing kurban. Lebih tepatnya, kepadanya dipercayakan untuk menjualkan kambing dengan pembagian keuntungan. Usaha yang memang selalu marak setiap menjelang hari raya kurban. Pemandangan yang sangat biasa dimana-mana di pinggir jalan, asal ada saja lapangan sedikit, langsung ditempati pedagang hewan musiman ini.  

Hasan melakukan hal yang sama, mengambil tempat di pinggir jalan dekat komplek untuk  menampung kambing-kambingnya. Dia bekerja sama dengan dua orang lain (tepatnya mempekerjakan dua orang lain, karena tanggung jawab tetap dipundaknya) untuk menjaga kambing-kambing itu siang dan malam, sambil tetap menjalankan tugasnya sebagai marbot. Tiga empat hari berlalu, tidak terjadi apa-apa.  Sampai hari Rabu subuh, dua hari menjelang hari raya, sekitar jam setengah lima pagi, ketika seorang penjaga pergi shalat subuh dan penjaga yang lainnya tertidur, pencilok datang. Empat belas dari dua puluh enam ekor kambing yang diletakkan terpisah digasak maling. Raib tiba-tiba. Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji'uun. 

Sesudah shalat zuhur tadi, Hasan datang ke rumahku. Dengan muka ditekuk. Aku tahu bahwa dia sedang bermasalah. Aku tidak tahu sedikitpun cerita panjangnya itu sebelum ini. Hari Sabtu kami bergotong royong di mesjid, termasuk Hasan. Hari Ahad aku ke Bandung dan kembali hari Rabu. Rupanya Hasan sudah mengadukan musibah yang menimpanya itu kepada pengurus mesjid. Tidak ada yang menyampaikan berita ini kepadaku. Ketua pengurus mesjid menganjurkan agar dia mendatangi beberapa orang jamaah untuk meninjau kalau-kalau mereka bersedia membantu. Itulah yang dikerjakan Hasan. 

Aku tanyakan berapa besar kerugiannya. Berapa harga kambing-kambing yang hilang itu? Delapan belas setengah juta rupiah. Sebuah jumlah yang cukup fantastis, untuk Hasan. Dia menyebutkan jumlah yang sudah diperolehnya, yang dijanjikan oleh beberapa orang jamaah mesjid. Masih sangat jauh dari jumlah yang harus ditutupinya.

Aku biasa menyimpan ZIS di sebuah tabungan khusus. Hasan saat ini adalah seorang yang termasuk ke dalam kelompok mustahiq zakat. Aku katakan bahwa aku ikut membantunya sekian. Seuntai senyum terbersit dibibirnya. 

Mengharukan juga pengalaman Hasan. Pencilok memang tidak pandang bulu. Usaha orang berdagang dengan bersusah payah, dihancurkan pencilok dengan sebuah jurus yang sangat telak. Pencilok seperti ini menurut pendapatku sangat tepat untuk dipotong tangannya jika tertangkap.

*****                 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar