Kamis, 21 Juni 2012

Penyalahgunaan Pengeras Suara Di Mesjid-Mesjid

Penyalahgunaan Pengeras Suara Di Mesjid-Mesjid

Untuk ke sekian kalinya aku agak terganggu ketika shalat isya tadi. Ketika kami sedang shalat, pengeras suara dari mesjid di sebelah timur sedang mengumandangkan lagu, yang entah lagu apa, meski seolah-olah seperti lagu Islami juga. Sejak beberapa bulan terakhir selalu saja setiap waktu maghrib dan isya, ada anak-anak yang bernyanyi di mesjid itu begitu selesai azan. Suara nyanyian itu sangat jelas terdengar. Biasanya, setelah kami shalat satu rakaat, mereka berhenti dan mengumandangkan iqamat. Bacaan imam shalat tidak tersambung ke pengeras suara, jadi tidak terdengar. Tapi waktu isya tadi agak berbeda. Yang bernyanyi, suara orang dewasa dan nyanyian itu tidak berhenti bahkan sampai kami selesai shalat.

Inilah yang aku maksud penyalahgunaan pengeras suara.

Masak, sih? Pengeras suara disalahgunakan di mesjid? Salah guna bagaimana? Mungkin begitu sebagian kita bertanya. Baru-baru ini wakil presiden membuat sebuah himbauan agar penggunaan pengeras suara di mesjid-mesjid ditertibkan, jangan sampai mengganggu kepada orang lain. Maka terjadilah pro dan kontra. Ada (bahkan banyak) yang merasa bahwa wakil presiden sok tahu. Sok melarang-larang atau mengatur-atur penggunaan pengeras suara di mesjid. Padahal.... Padahal pengeras suara itu digunakan untuk syiar Islam. Keterlaluan betul itu wakil presiden..... Begitu kata mereka yang kontra.

Mengatakan bahwa penggunaan pengeras suara untuk syiar mungkin saja benar.... sebagian. Kalau saja penggunaannya untuk mengumandangkan azan, aku tidak menolak mengatakan bahwa yang demikian itu adalah syiar. Apalagi kalau muazinnya bersuara merdu. Dengan bantuan pengeras suara, muazin tidak perlu lagi bersusah payah naik ke menara mesjid untuk azan. Seyogianya digunakan dua corong (speaker) yang berbeda, satu untuk keluar, untuk kumandang azan, dan yang satu lagi ke dalam mesjid untuk digunakan imam, agar bacaannya terdengar oleh ma'mum di semua bagian mesjid. 

Sepanjang pengamatanku, kebanyakan pengeras suara itu dihubungkan hanya ke corong atau speaker yang mengarah keluar. Dan pemakaiannya seringkali tanpa kontrol. Digunakan untuk mengaji, memutar kaset mengaji, bersalawat badar, bernyanyi yang kedengarannya seperti nyanyian Islami dan sebagainya. Waktunya seringkali di sekitar waktu shalat. Baik sebelum masuk waktu (sebelum azan) atau sesudah azan. Sebelum shalat berjamaah dan sesudah shalat berjamaah. Dengan volume suara penuh, sekeras mungkin.

Di lingkungan tempat tinggalku, ada banyak mesjid, dan jarak masing-masing mesjid itu hanya beberapa puluh sampai sekitar seratusan meter. Corong pengeras suara mengarah ke mana-mana sehingga sering terdengar suara bersahut-sahutan. Yang satu memutar kaset mengaji, yang satunya lagi bersalawat badar sementara yang lain lagi membaca zikir. Semua menggunakan pengeras suara. Yang agak merepotkan, ketika kami sudah mulai shalat dan ingin berusaha khusyuk, mesjid lain masih sibuk bersalawat. Suaranya sangat dekat seolah-olah di bagian belakang mesjid. Pernah kami coba bermusyawarah agar suara pengeras suara itu dikendalikan atau dikurangi. Dan berhasil. Tapi tidak lama kemudian kembali lagi heboh. 

Di bulan Ramadhan lebih-lebih lagi. Ada yang mengaji di mesjid tengah malam dengan menggunakan pengeras suara. Kalau ditegor tidak mau terima. Dia berdalih bahwa dia sedang melakukan syiar. 

Rasanya (menurut pendapatku) penggunaan pengeras suara yang seperti ini benar-benar perlu ditertibkan. Dengan cara bijak dan hati-hati oleh perangkat pemerintah. Mungkin melalui peraturan menteri agama misalnya. 

*****                                                                                                                                                                                                 

2 komentar:

  1. Pemilik blog yth.,
    sepengetahuan saya tentang hal penggunaan pengeras suara masjid sudah ada aturannya, yaitu berupa Instruksi yang dikeluarkan oleh Depag melalui Dirjen Bimas Islam No.KEP/D/101/'78 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Mushalla (ditandatangani oleh Dirjen Bimas Islam Drs. H. Kafrawi M.A., tanggal 17 Juli 1978), juga di daerah ada yang mengeluarkan aturan sejenis, Petunjuk Penggunaan Pengeras Suara di Masjid/Mushalla Dalam Rangka Pelaksanaan Ibadah Shalat Lima Waktu dan Pada Bulan Ramadhan No MK.27/3-d/72/87 yang dikeluarkan oleh Kantor Depag Kab Purworejo (ditandatangani oleh Kasi PENA Islam Drs. Suratman, tanggal 6 April 1987).

    Nanang Kurniadi

    BalasHapus
  2. Bagus baget....
    Anda juga bisa lihat di sini
    Alquran terjemah dengan tajwid blok warna alquranku

    Thx

    BalasHapus