Sabtu, 07 April 2012

Rumitnya Perjuangan Iman

Rumitnya Perjuangan Iman

Kehidupan ini seringkali memang rumit. Rumit dan banyak masalah. Ada masalah yang datang karena kita menghadangnya. Ada masalah yang datang tanpa diundang, tapi datang dengan sendirinya. Ada masalah yang datang ketika kita lalai. Yang datang ketika kita terlengah. Bermacam-macam jenisnya. Dan di antara kerumitan hidup yang serba rumit itu adalah ketika kita berhadapan dengan lawan. Lawan, yang berusaha mengalahkan kita dengan segala alasannya dan dengan segala caranya. Sementara di antara lawan-lawan itu, lawan yang paling berat adalah diri kita sendiri. Berlawan dengan hawa nafsu kita sendiri. Karena ada bisikan ke dalam dada kita untuk melakukan hal-hal yang menyimpang. Bisikan yang yuwaswisufii shudurinnaas. Bisikan yang merasuk kedalam hati manusia. 

Tentu kita pernah berjanji. Mempunyai janji seringkali berubah menjadi sebuah kerumitan. Ditepati menyulitkan, diabaikan merusak kepercayaan. Namun seringkali kita terpaksa juga harus berjanji. Buat sementara orang, lebih-lebih ketika berkampanye untuk mendapatkan simpati calon pemilih. Bertaburan janji. Lalu sesudah terpilih, untuk memenuhi janji-janji itu terasa sangat rumit. Dan hawa nafsu berbisik di dada kita. Lupakan sajalah. Paling dia juga akan lupa.

Atau ketika kita terpaksa berhutang. Lagi-lagi sulit dan rumit, dibayar merepotkan, tidak dibayar jelas menjadikan kita dicap tidak amanah. Tidak bertanggung jawab. Kembali datang waswis di hati kita. Mengelak dan menghindar sajalah. Bahkan, katanya pula, kalau lah hutang kan berbayar, bila pula cerdik akan berguna. 

Waswisufii shudurinnaas itu seperti yang dijelaskan dalam al Quran bisa berasal dari jin dan manusia. Ada manusia yang dengan terang-terangan mengajak kepada kemaksiatan. Dari maksiat kecil sampai maksiat besar. Dari yang menawarkan rokok, mengajak minum seteguk dua teguk, mengajak singgah sebentar ke tempat main domino atau ke tempat yang lebih dahsyat dari itu. Ada manusia yang menawarkan kebaikan memberi hadiah, memberi fasilitas. Karena dia berudang di balik batu. Ada yang diharapnya sesudah itu. Tergantunglah kepada hati untuk menyikapinya. Menerima dengan nafsu atau menolak dengan iman.


Atau ada yang berbisik langsung ke dalam hati. Ah, katanya! Sekali ini saja. Apa pula salahnya sekedar dicoba. Agar kita tahu pula sedikit. Agar kita berpengalaman pula sedikit. Agar nanti kita tahu mudharatnya sehingga yang akan datang kita boleh menghindar. Reguk sajalah agak sedikit. Coba sajalah agak sekali! Begitu katanya ke dalam hati kita. Persis seperti ketika menggoda membatalkan puasa di bulan Ramadhan. Kan sedang flu. Flu itu kan sakit. Kalau sakit kan boleh tidak puasa. Kalau akan rumit betul, katanya, berbuka sajalah diam-diam. Tidak sampai ada orang yang tahu. Masak sih sebegitu saja kok repot.

Jika seseorang dikalahkan oleh hawa nafsu, akibatnya kadang-kadang berakhir dengan aib dirinya jadi tontonan orang banyak. Diseret orang ke pengadilan karena awak tertuduh telah mengambil yang bukan hak awak. Karena awak memperturutkan hawa nafsu ketika sedang diberi kepercayaan lalu kepercayaan itu diselewengkan. Lalu ketahuan. Ada yang pandai berkilah. Ada yang berhasil dilindungi kelompoknya untuk menjaga agar aib lebih besar jangan terbongkar. Tapi suasana sudah terlanjur jadi rumit. 

Dan ternyata memang di sana kerumitan itu. Di dalam hati kita sendiri. Di dalam hati yang dibiarkan digoda oleh hawa nafsu. Untuk dijerumuskannya ke jalan yang salah. Maka banyak-banyaklah berdoa, Rabbana laa tuzigh quluubana ba'da idz hadaitana wa hablana milladun ka rahmah Innaka antal wahhaab.... (Yaa rabb kami, janganlah engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan, setelah Engkau menunjuki kami. Dan karuniakanlah kepada kami rahmat-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Pemberi Rahmat.)


*****

                                                       

Tidak ada komentar:

Posting Komentar