Minggu, 26 Februari 2012

Gedung Merdeka Bandung

Gedung Merdeka Bandung

Aku pun hampir tidak percaya dengan diriku sendiri bahwa belum sekali juga aku pernah masuk ke museum Konferensi Asia Afrika Bandung yang lebih dikenal dengan Gedung Merdeka. Padahal dulu aku hidup dan tinggal di Bandung hampir selama sepuluh tahun. Tidak pernah sekali juga terniat untuk masuk ke dalam gedung itu, meski berlalu lalang di jalan di depannya tidak dapat dihitung banyaknya. Kenapa bisa demikian? Entahlah. Aku tidak pernah sekali juga memikirkannya. 

Tapi dua hari yang lalu, kami (aku dan dua rekan yang bulan November lalu diundang dan diajak berjalan-jalan di Hang Zhou) tiba-tiba karena kehabisan akal, menawarkan dan mengajak tamu kami dari Hang Zhou untuk mengunjungi museum KAA itu. Dan mereka sangat tertarik dan antusias. Jadilah aku ikut masuk ke dalamnya, untuk yang pertama kali.

Ternyata sangat menarik (ya tentu saja). Ada patung-patung lilin dari wakil negara penggerak konferensi itu, duduk berurutan, Pandit Jawaharlal Nehru dari India, U Nu perdana menteri Burma waktu itu, Sir John Kotelawela, Ali Sastroamidjojo, Mohammad Hatta wakil presiden dan Muhammad Ali dari Pakistan, duduk di belakang presiden Soekarno yang sedang berpidato di podium. Ada foto-foto wakil dan utusan dari negara-negara Asia Afrika. Foto Gamal Abdul Nasser dari Mesir yang entah karena kesalahan, ditulis sebagai perdana menteri Mesir. Foto Emir Faisal bin Abdul Aziz mewakili Saudi Arabia. Foto Pangeran Norodom Sihanouk dari Kamboja. Foto Chou En Lai dari RRT, tentu saja. Dan puluhan lainnya, ada yang sebagai perdana menteri, sebagai menteri, sebagai raja, sebagai duta besar di PBB yang diutus khusus.

Ada bendera-bendera dari setiap negara peserta yang ternyata berbeda dengan bendera mereka sekarang seperti Mesir, Libya, Syria, Yaman, Afganistan, Libanon.

Ada deklarasi Dasasila Bandung ditulis dalam berbagai tulisan dan bahasa. Ada pula lembaran buku tamu? berisi nama dan tanda tangan para (sebagian) utusan yang di antaranya diisi dengan pesan berbahasa indonesia kalau tidak salah oleh utusan dari Viet Nam Utara. Dan peralatan yang dipergunakan selama konferensi, termasuk meja dan kursi rotan, mesin tik, kamera. Dan semua itu dengan nuansa sederhana tahun 1955. 

KAA itu pastinya merupakan suatu pertemuan sangat penting. Penyelenggaraannya pastilah memerlukan sebuah persiapan besar. Dan sejarah mencatat bahwa KAA itu merupakan sebuah keberhasilan luar biasa. Entah dimana para delegasi yang sebanyak itu menginap selain dari di hotel Savoy dan Preanger ketika itu. 

Aku terkagum-kagum. Ternyata museum itu cukup bagus. Tamu Cina kami cukup senang. Kami menghabiskan waktu hampir dua jam di dalamnya sebelum mengantar mereka ke Bandara jam setengah empat sore. 

*****                                       

Tidak ada komentar:

Posting Komentar