Senin, 31 Januari 2011

Cincin Kawin (Di Jari Manis)

Cincin kawin.... 

Aku dulu memakai cincin kawin dari emas. Cincin yang kami tempah di sebuah toko emas di Bukit Tinggi dari emas 24 karat. Cincin itu melilit jari manisku selama bertahun-tahun dengan 'indah'nya. Pada suatu hari, di Masjidil Haram pada saat melaksanakan haji di tahun 1990, aku duduk di sebelah seorang yang berasal dari Mesir. Dia mencolekku dan menunjuk ke arah jariku yang memakai cincin kawin itu dan berkata terpatah-patah. 'Is that gold?' tanyanya. Jawabku, ya. Lalu katanya, 'Haram.' Aku mencoba berkelit; 'But.... this is my wedding ring....'. Diulanginya sekali lagi, 'Haram.'

Ada yang berbisik di hatiku. Ini Masjidil Haram. Allahlah yang menggerakkan hati saudaramu dari Mesir ini untuk mengingatkanmu. Bukankah kamu juga sudah pernah mendengar keterangan bahwa laki-laki dilarang Rasulullah SAW memakai emas? Tanpa banyak cingcong aku mencopot cincin itu dan meletakkannya di saku. Laki-laki Mesir itu tersenyum dan kami meneruskan zikir menanti masuknya waktu shalat. Sesampai di penginapan, cincin itu aku serahkan ke istriku. Aku katakan, 'Ini cincinmu, simpanlah. Aku tidak mau memakainya lagi.' Tentu saja istriku terperangah dan terheran-heran. Sebelum dia terlanjur berpikiran macam-macam, aku jelaskan apa yang baru saja aku alami di mesjid. Istriku faham dan sejak itu aku tidak pernah memakai cincin itu lagi. 

Mungkin khawatir, jika aku tidak memakai cincin di jari manis, akan terjadi salah pengertian dari orang lain, maklumlah tahun 1990 aku masih relatif muda, istriku membelikan sebuah cincin perak polos. 'Pakailah ini,' katanya. Aku mencoba menyarungkan ke jariku dan ternyata sempit. Cincin itu tidak bisa kupakai. Aku tidak pernah memakai cincin apa-apa lagi sejak itu.

Kami terlibat dalam diskusi dengan jamaah lain tentang cincin. Apakah cincin kawin itu sesuatu yang harus? Sesuatu yang wajib hukumnya? Atau setidak-tidaknya ada sunahnya? Tidak ada yang bisa menjelaskan ketika itu. Terpikir saja olehku, bahwa budaya cincin kawin, bertukar cincin dan sebagainya sebenarnya bukan kebiasaan dalam Islam. Sebenarnya cincin kawin bukanlah sesuatu yang akan mampu menghalangi seseorang untuk mengkhianati istrinya seandainya dia memang berkeinginan untuk melakukan hal itu. Sebaliknya, tanpa cincin kawin tidaklah seseorang pasti akan dikejar-kejar fitnah, disangka masih bujangan. Semuanya tergantung kepada niat dan pembawaan masing-masing. Menjadi pembohong terhadap istri atau  menjadi suami yang setia kepada istri tidak akan ditentukan oleh memakai atau tidak memakai cincin kawin.....

*****

Macam-macam keadaan orang sakit

Macam-macam Keadaan Orang Sakit

Seorang jamaah mesjid kami tergeletak sakit akibat stroke sejak enam bulan yang lalu. Separuh badannya lumpuh, dan dia terbaring nyaris tak berdaya. Dia sadar, mengenali orang yang mengunjunginya, tapi suaranya  lemah. Beberapa minggu di awal sakitnya dia dirawat di rumah sakit. Tapi karena tidak ada kemajuan, atas persetujuan dokter dia akhirnya dibawa pulang untuk dirawat di rumah. Waktu sehatnya, dia berpenampilan tinggi, besar dan perkasa. Sekarang tubuhnya  kurus dan lemah.

Kemarin sore kami (aku dan dua orang jamaah mesjid) mengunjunginya. Karena tadi malam dia dibawa ke Surabaya untuk mencoba pengobatan alternatif di sana. Kami mengiringinya dengan doa, mudah-mudahan Allah mengangkat penyakitnya itu.

Penyakit kadang-kadang sangat mencengangkan. Waktu aku kecil di kampung, suami dari kakak sepupu ibuku (aku memanggil beliau pak tangah) mengalami kelumpuhan separo badan akibat stroke pula selama dua puluh tahun lebih. Selama kurun waktu itu beliau tidak beranjak dari tempat tidur. Syukurnya, beliau mampu bangkit sendiri untuk duduk di tempat tidur itu. Di dekat tempat tidur diletakkan sebuah meja, penuh dengan buku-buku dan majalah. Beliau sangat rajin membaca dan menulis. Beliau berkorespondensi dengan sanak famili di perantauan melalui surat menyurat.

Ada pula mak tuo kami yang koma selama lebih dari dua tahun. Kadang-kadang matanya terbuka, tapi pandangannya kosong. Makan dan minum melalui selang yang dilewatkan melalui hidung. Tubuhnya gemuk, karena nutrisi yang diberikan dicerna dengan baik oleh tubuhnya. Dia tidak pernah sadar sampai akhirnya maut menjemputnya.

Banyak lagi cerita yang mirip aku dapatkan dari jamaah mesjid. Ada yang koma di rumah selama empat tahun lebih. Ada yang dirawat di ICU rumah sakit selama tahunan,  dalam keadaan tidak sadar, dengan tubuh dipasangi infus dan berbagai peralatan medis. 

Sekali lagi, bukankah kesehatan itu suatu nikmat Allah yang sangat berharga?

*****

Minggu, 30 Januari 2011

Maka Nikmat Tuhanmu Manakah Yang Engkau Dustakan????

Fabiayyiaalaa-i rabbikumaa tukadzdzibaan.....

Seringkali, kebanyakan orang tidak menganggap bahwa sehat itu adalah sebuah nikmat Allah. Ketika sehat, ketika dia bisa beraktifitas dengan lugas, ketika dia bisa bergerak kemana yang dia mau dengan mudah, dia merasakan seolah-olah hal itu biasa-biasa saja. Biasa-biasa, yang dia benar-benar tidak tahu dari mana asalnya. Atau dia merasa bahwa itu adalah karena ketelatenannya minum jamu, minum suplemen obat, berolah raga, berpola makan teratur dan sebagainya. Dia tidak merasa bahwa itu adalah nikmat Allah. Dia tidak sadar bahwa dia bisa mendapatkan semua itu semata-mata karena izin Allah.

Begitu pula ketika dia berada di tempat yang nyaman. Ketika dia menjadi 'orang penting' di sebuah perusahaan. Atau di kantor pemerintah. Lalu dia merasa bahwa, hal itu wajar-wajar saja karena memang dia pintar. Karena dia memang gigih berusaha sehingga karirnya melejit. Sehingga gaji yang diterimanya besar. Wajar-wajar saja, katanya karena bukankah dia memang hebat? Tidak semua orang bisa menjadi seperti dia. Dia lupa bahwa yang diperoleh, yang dia miliki itu adalah nikmat. Adalah pemberian Allah kepadanya.

Barulah sebahagian orang-orang itu sadar bahwa kenikmatan itu dibatasi oleh Allah. Sehat dan segar bugar, sekali waktu diimbangi Allah dengan sakit. Kedudukan terhormat diimbangi Allah dengan suatu ketika kemuliaan itu direnggutkan Allah. Atau nikmat muda perkasa diimbangi Allah dengan suatu saat menjadi tua renta.

Nikmat Allah tidaklah terbatas kepada masa sehat, masa muda, berkedudukan, berpenghasilan besar atau yang sebangsanya itu saja. Di setiap tarikan nafas, di setiap penggunaan mata untuk memandang, penggunaan telinga untuk mendengar, kaki untuk melangkah, tangan untuk bekerja beraktifitas, semuanya itu adalah nikmat Allah. Nikmat menghirup oksigen kepunyaan Allah, meminum air milik Allah, memakan makanan rezeki dari Allah.

Bahkan kalau kita perhatikan setiap bahagian dari tubuh kita. Betapa Allah telah mengaruniakan banyak sekali kebaikan di dalamnya. Kadang-kadang kita baru sadar, ketika sekali waktu gigi kita dijadikan sakit oleh Allah. Betapa besarnya nikmat ketika gigi itu sehat. Dan nikmat Allah itu begitu banyak di setiap aspek kehidupan kita. Apakah kita menyadarinya atau tidak. Perhatikanlah ketika Allah mengingatkan; 'Maka nikmat Tuhanmu manakah yang engkau dustakan?????' Fabiayyiaalaa-i rabbikumaa tukadzdzibaan.....

*****

Sabtu, 29 Januari 2011

Sebuah Penyelesaian

Sebuah Penyelesaian Diluar Dugaan 

Yang berikut ini adalah kultum seorang jamaah di mesjid kami sesudah shalat subuh pagi ini ;

Sebuah keluarga muda, dengan tiga orang anak, (yang paling tua baru berumur sembilan tahun), akhir-akhir ini terlibat dalam percekcokan rumah tangga. Percekcokan yang dulu, ketika mereka masih mempunyai dua orang anak sangat jarang terjadi, entah kenapa sekarang dengan alasan-alasan sepele berubah menjadi pertengkaran hebat. Pertengkaran demi pertengkaran itu ibarat permainan yang digandrungi, semakin sering dan semakin meningkat saja kehebatannya. Terakhir sekali, masing-masing merasa bahwa mereka telah berlayar sampai ke pulau, berjalan sampai ke batas, sehingga tidak mungkin diteruskan lagi. Singkat cerita, mereka ingin berpisah, bercerai.

Mereka berdua menghadap ke pengadilan. Rencana perceraian disetujui. Hartapun dibagi seadil-adilnya, sesenang kedua belah pihak untuk mendapatkan bagian  masing-masing. Tidak ada masalah berarti, semuanya bisa diselesaikan dengan sangat baik.

Tinggal masalah paling akhir dan paling pelik yakni kepengurusan anak. Siapa yang berhak mengurus ketiga orang anak-anak mereka? Jalan tengah hampir pula bisa dicapai bahwa masing-masing akan mengurus (baca; memiliki) seorang anak. Akan tetapi, anak mereka tiga orang. Yang dua boleh dibagi satu seorang, tapi yang ketiga? Bagaimana membaginya? Mana mungkin anak nomor tiga itu dibelah, sementara mereka sepakat tidak ada lagi suatu apapun jua yang menjadi milik mereka bersama. Semua harus dibagi secara adil dan secara jelas.

Mereka telah berkonsultasi kemana-mana, tetap tidak ada pemecahan. Tidak mungkin anak ketiga itu dibagi sementara ketentuan dimiliki bersama sudah sama-sama dieliminir. Dalam keputus-asaan itu, keduanya sepakat untuk mencoba berkonsultasi dengan imam mesjid. Dan keduanya pergi menemui sang imam, menjelaskan masalah yang mereka hadapi, memohon saran jalan keluar.

Imam mesjid berpikir beberapa saat, sampai akhirnya dengan wajah ceria memandang keduanya.

'Bagaimana pak Imam, apakah bapak menemukan jalan keluarnya?' tanya yang laki-laki.

'Saya melihat jalan keluar yang paling mungkin,' jawab imam mesjid.

'Apa itu pak Imam? Tolonglah jelaskan!' yang wanita terlihat antusias.

'Begini. Saya anjurkan anda berdua menunda perceraian sampai tahun depan. Hendaklah anda rujuk kembali. Lalu berusahalah  anda berdua agar memperoleh anak ke empat. Tahun depan, sesudah mempunyai anak ke empat barulah kalian bercerai. Dan waktu itu nanti masing-masing mendapat dua orang.'

Keduanya berseri-seri. Mereka sepakat dengan usulan itu karena memang itulah jalan keluar yang paling mungkin. Dan merekapun rujuk kembali. Melanjutkan kehidupan berumah tangga dengan berhati-hati, agar mereka bisa memperoleh anak ke empat.

Dua tahun kemudian, mereka bertemu pula dengan pak imam mesjid. Imam mesjid masih ingat masalah yang mereka hadapi tahun-tahun sebelumnya. Sang imam bertanya, apakah mereka tidak mendapat tambahan anak? Mereka jawab, kami mendapatkannya. Pak imam bertanya pula, apakah kalian tidak jadi bercerai dan membagi rata pemeliharaan anak-anak kalian? Jawab mereka, Allah tidak mengizinkan kami bercerai. Kami mengharapkan anak ke empat, ternyata Allah memberikan sekaligus anak kelima. Anak terakhir itu kembar. Kami sudah bersepakat untuk tidak jadi bercerai.......

*****

Jumat, 28 Januari 2011

Berhukum Dengan Selain Hukum Allah

Berhukum Di Negeri (yang katanya negeri) Hukum

Aku menonton sebuah berita melalui layar kaca. Sekelompok saksi yang adalah kerabat dari korban pembunuhan berubah histeris segera setelah hakim menjatuhkan hukuman untuk terdakwa. Hukuman yang dijatuhkan hakim 17 tahun penjara, dirasa tidak memadai oleh kerabat korban. Orang awam mungkin akan menilai, pemandangan seperti itu berlebihan. Bukankah hukuman 17 tahun penjara sudah cukup berat? Apa lagi yang dimaui oleh keluarga korban itu?

Tapi pernahkah kita memikirkan, bahwa perbuatan membunuh, yang bahkan dengan cara sangat sadis, telah menimbulkan derita bagi ahli keluarganya? Jika yang terbunuh itu seorang ayah, seorang tulang punggung keluarga, seorang yang selama ini bertanggung jawab bagi kelangsungan hidup sekian orang anggota keluarga, lalu sekarang sesudah dia terbunuh? Apa artinya hukuman sekian tahun penjara untuk yang telah menjadi penyebab kesengsaraan itu? Cukupkah anggota keluarga itu menerima nasib (buruk) saja? 

Hukum mewajibkan agar keadilan tegak. Orang yang menegakkan hukum itu disebut hakim. Hukum tidak boleh berat sebelah. Maksudnya hakim yang menetapkan hukum tidak boleh berat sebelah dalam menetapkan putusan. Orang yang bersalah harus dikenai sangsi hukum agar keadilan tegak. Orang yang dirugikan karena kesalahan seseorang seyogianya mendapat penggantian atau kompensasi, demi tegaknya hukum. Demi tegaknya keadilan.

Sebenarnya apa perlunya tegaknya hukum? Secara sederhana adalah agar semua orang mendapat jaminan keadilan. Agar tidak ada orang yang diperlakukan secara tidak adil, baik diri pribadinya maupun harta dan haknya. Jika seseorang disakiti, orang yang menyakitinya harus dihukum. Jika seseorang mencuri milik orang lain, maka kepadanya harus dikenakan hukuman dan seboleh-bolehnya barang yang dicurinya itu dikembalikan kepada pemiliknya.

Allah mengajarkan manusia agar menegakkan hukum dengan adil. Di dalam Islam sangsi bagi pelanggar hukum itu  dijelaskan dengan sangat jelas. Seseorang yang membunuh, maka dia harus dihukum bunuh (qisas) kecuali keluarga yang terbunuh memaafkan. Jika keluarga si terbunuh memaafkan, maka hukumannya boleh diganti dengan ganti rugi (diyat). Begitu pula, seseorang yang mencuri sampai batasan tertentu, dan pencurian itu dilakukannya bukan karena dia, si pencuri itu kelaparan, maka hukumannya adalah potong tangan. 

Orang yang tidak setuju dengan hukum Allah akan sangat lantang mengatakan bahwa hukuman seperti itu tidak manusiawi. Melanggar HAM. Padahal si pelaku kejahatan telah terlebih dahulu berbuat tidak manusiawi dan melanggar HAM.

Maka hukuman di negeri (yang katanya negeri) hukum ini sangatlah mencengangkan. Pencuri kecil, dua buah mangga, atau semangka atau buah cokelat, maka hakim menghukumnya dengan hukuman sekian bulan penjara. Sebaliknya seseorang yang mencuri bermilyar-milyar, dihukum beberapa tahun penjara. Bahkan beberapa tahun itu, meski dinodainya dengan kesalahan yang..... alaaah mak, menyulap sel tahanannya menjadi kamar hotel berbintang, boleh dikurangi pula separuhnya. 

Akhirnya biarkan sajalah..... Di akhirat nanti Allah adalah yang sebaik-baik hakim. Dan hukuman merugikan manusia lain, sebelum manusia lain itu mengikhlaskannya atau memaafkannya, tidak akan diampuni Allah. Dan hukuman di sisi Allah adalah yang seberat-beratnya siksa, yang tidak mungkin dan tidak bisa disulap sesuka hati......

*****


Selasa, 25 Januari 2011

Pengeras Suara

Usil Dengan Pengeras Suara

Anak-anak balita, seusia cucuku Rafi dan Rasyid, senang benar dengan pengeras suara. Setiap kali ada acara dengan menggunakan alat pengeras suara di rumah, dan ketika mik itu tergeletak menganggur sebentar, mereka berebutan untuk mencobanya dengan bernyanyi, atau pura-pura berpidato, atau sekedar mendengarkan suara mereka yang diperbesar oleh alat itu. Namanya juga anak-anak. Mereka sangat excited

Senang bereksperimen dengan alat pengeras suara ini ternyata tidak hanya monopoli anak-anak balita. Yang agak menggemaskan (ini benar-benar menggemaskan) adalah petugas mesjid yang gemar bernarsis-narsis dengan alat pengeras suara. Alat itu disetel keras-keras dan digunakan tanpa mengindahkan kepentingan orang sekitar sedikitpun.

Pengeras suara di mesjid biasanya disediakan dua macam. Yang pertama khusus untuk dipergunakan ketika azan. Corongnya terletak di tempat yang relatif tinggi karena tujuannya memang agar panggilan azan terdengar dari tempat yang jauh. Yang kedua adalah untuk digunakan di dalam mesjid. Misalnya untuk mengeraskan suara dan bacaan imam shalat, untuk khutbah dan ceramah. Corong atau speaker-nya ditempatkan di bagian dalam mesjid agar tidak terdengar keluar karena memang tidak ada perlunya. Umumnya, mesjid yang baik mempunyai kedua jenis alat pengeras suara yang kegunaannya berbeda ini.

Hanya saja, dalam kenyataannya, seringkali pengeras suara untuk azan digunakan untuk keperluan lain kecuali untuk imam shalat. Termasuklah di dalamnya untuk membaca shalawat sebelum azan, membaca zikir sebelum dan sesudah shalat, mengaji, atau yang lebih kacau lagi memutar kaset mengaji yang dihubungkan ke mik untuk azan. Yang lebih parah lagi pada saat bulan Ramadhan, ada yang mengaji (sendirian) di tengah malam dengan menggunakan pengeras suara. Bertambah kacau lagi ketika dua atau lebih mesjid terletak pada jarak yang tidak terlalu jauh dan masing-masing menggunakan pengeras suara ukuran maksimal. Suara zikir atau shalawat dan sebagainya itupun bertanding-tandinglah, bagai ingin atas mengatasi.

Di mesjid komplek kami hal ini berhasil aku perbaiki ketika aku baru pindah ke sini dengan cara menjelaskan bahwa pengeras suara itu hendaklah digunakan seperlunya dan jangan sampai mengganggu kepada siapapun, termasuk kepada jamaah mesjid kita sendiri. Awalnya aku ditentang oleh sebagian besar warga dengan bermacam-macam alasan bahkan tuduhan. Tapi sedikit demi sedikit akhirnya mereka faham. Tapi aku tentu tidak bisa membenahi yang di mesjid komplek tetangga.

Dua mesjid terdekat adalah pengguna alat pengeras suara dengan ekstra 'kacau' seperti itu. Yang paling dekat ke rumahku, seringkali sudah sibuk sejam sebelum azan subuh, sejak dari membangunkan orang, zikir, shalawat badar, mengaji dan entah apa lagi dengan volume suara poll. Suara itu hilang hanya ketika mereka shalat (saat mana mereka menggunakan mik dalam) dan kembali keras-keras begitu selesai shalat. Sejak zikir, tahlil, doa, shalawat dan disambung lagi dengan mengaji. Dari mesjid yang satunya lagi yang lebih dekat ke mesjid kami, adalah spesialis zikir sesudah azan. Bacaannya keras dengan suara agak parau dan berakhir dengan iqamat.

Padahal...... menurut hematku, seandainya rangkaian zikir, shalawat, doa, tahlil dan sebaginya itu memang perlu menggunakan pengeras suara, kan seharusnya bisa dengan menggunakan pengeras suara dalam saja. Tapi bukan demikian yang terjadi dan ini sepertinya tidak mungkin bisa dirobah. Sayang sekali......

*****

Burung Berzikir

Burung Berzikir (di waktu malam lagi)

Di pekarangan kami sering beberapa jenis burung terbang bebas. Yang paling umum adalah burung gereja. Lalu ada burung bertubuh kecil mungil berwarna coklat, suka mengetok-ngetok jendela kaca. Burung kecil ini sepertinya soliter, datang satu-satu. Bunyinya cip-cip bergemericip sangat halus. Ada pula burung berjambul warna abu-abu yang mulai sibuk sejak sinar terang di pagi hari memancar dengan ceracaunya yang khas. Ukuran tubuhnya sedikit lebih besar dari burung gereja. Burung ini biasa berombongan sampai empat ekor. Burung lainnya adalah burung walet yang suka berdemonstrasi terbang menukik. Semua bebas-bebas saja. Terbang, hinggap di ranting mangga, atau di atas genteng, atau di mana saja mereka mau, lalu terbang lagi entah ke mana. Jenis-jenis di atas bukanlah yang aku maksud dengan burung berzikir seperti di atas.

Sejak beberapa minggu ini ada sejenis burung (yang aku belum pernah melihat bentuknya) tiap malam bernyanyi dari pohon mangga di depan rumah. Suara siulannya nyaring dan khas. Tuwit... tuwit... tuwit.. twit twit twit. Suara nyaring itu diulang-ulangnya secara teratur setiap dua menit. Dan itu diperdengarkannya sampai entah jam berapa di kelarutan malam. Beberapa kali aku terbangun tengah malam, eh, dia masih asyik dengan siul zikirnya itu. Hanya dari jarak beberapa meter di luar kamar tidurku. Suara itu hanya suara dari seekor burung. Tidak ada temannya terdengar menyahuti dari kejauhan. Dan hanya di malam hari pula.

Cerita ke hilir ke mudik, atau ngalor ngidul kata orang di Jawa, ada dua atau tiga orang jemaah mesjid kami yang pernah mempercayai bahwa kehadiran burung bersuara nyaring ini membawa pertanda. Pertanda bahwa di rumah dekat dia hinggap dan bernyanyi akan ada penghuninya yang meninggal dunia. Kedua orang bapak-bapak itu mengatakan bahwa beliau sudah berkali-kali memperhatikan, ketika bapak Anu atau ibu Anu meninggal, di depan rumahnya burung twit-twit ini bernyanyi pula sepanjang malam. Saya mencoba meyakinkan kedua beliau itu bahwa kepercayaan seperti itu adalah karut, tidak ada dasarnya dan tidak boleh dipercayai. Karena khawatir nanti, anda berdua akan menanti-nantikan siapa yang akan mati dari rumah di mana burung itu 'menompang' bernyanyi.

Dari suara siulannya yang sangat teratur waktunya, begitu pula nadanya, aku mengaguminya saja sebagai burung berzikir. Burung yang sangat khusyuk dalam zikir. Meski aku tetap belum mengetahui jenis burung apa sebenarnya dia.

Tuwit....tuwit... tuwit.. twit twit twit.....

****

Senin, 24 Januari 2011

Trip ke Bandung.....

Bandung....

Sekitar seminggu yang lalu kami dapat berita yang datangnya agak sedikit berbelit. Seorang kakak sepupu sedang dirawat di ICCU sebuah rumah sakit di Bandung, karena serangan jantung. Aku dan istri sedang mengunjungi keluarga seorang tetangga kami di sebuah rumah sakit pula di Jakarta ketika aku dihubungi adikku dari Balikpapan. Adikku memberitahu bahwa kakak I sedang dirawat di rumah sakit di Bandung. Dia dapat informasi dari anaknya yang kebetulan sedang mengunjungi temannya di rumah sakit itu dan bertemu dengan istri kakak tersebut. Aku coba menghubungi nomor kakak I yang sedang sakit itu dengan harapan hp nya masih dalam keadaan on. Ternyata hp itu tidak berfungsi. Dan aku tidak punya no hp istrinya. Baru sore harinya aku dapat kesahihan berita itu dari puteranya. Ditambah berita baik, bahwa ayahnya itu sudah keluar dari ruang ICCU dan pindah ke kamar perawatan.

Kami tidak bisa segera datang mengunjunginya ke Bandung. Aku menyuruh puteriku yang tinggal di Bandung untuk pergi membezoek pak tuonya. Kemajuan kesehatannya lumayan baik rupanya. Dua hari kemudian, ketika kami berniat pergi ke Bandung, dapat pula berita duka. Mertua adikku berpulang ke rahmatullah. Tentu kami harus pergi melayat terlebih dahulu dan rencana ke Bandung sementara ditunda.

Hari-hari berikutnya, giliran asam urat kumat dan kakiku bengkak. Yang artinya kami masih belum bisa mengunjungi kakak yang sakit itu. Tapi alhamdulillah, dia sudah keluar dari rumah sakit. Sebuah penyelamatan dari serangan jantung yang cukup berhasil.

Lalu kemarinlah kesempatan untuk pergi ke Bandung itu tiba. Meski kaki masih agak terpincang-pincang. Kami berangkat dengan travel jam dua belas siang, dari Jatiwaringin. Ke Jatiwaringin diantar oleh menantu. Sampai di Cihampelas Bandung dijemput si Bungsu. Begitu sampai di Bandung kami mampir untuk makan siang di RM Ampera, yang hanya beberapa langkah dari kantor travel X'trans.

Kami sampai di rumah kakak itu, di Kanayakan, menjelang azan asar. Kondisinya sudah tampak normal kembali, meski agak sedikit kurusan. Dia dan istrinya (dokter) bercerita tentang serangan penyakit yang datang tiba-tiba, diawali dengan dadanya terasa sesak dan keringat bercucuran. Waktu itu dia sedang di rumah lain di jalan Dago, beberapa ratus meter dari tempat mereka tinggal. Dia menyuruh seseorang memanggil istrinya ke rumah. Begitu kakak ipar itu datang, dia segera melarikan kakak I yang sakit ini ke rumah sakit terdekat. Alhamdulillah, dengan cara seperti itulah dia tertolong.

Sekitar jam lima sore kami tinggalkan rumah mereka. Kami mampir sebentar membeli oleh-oleh Bandung di jalan Dago bawah. Bersantai sebentar menunggu masuknya waktu maghrib. Sesudah shalat maghrib, kami diantar si Bungsu kembali ke Cihampelas. Jam 7.15 minibus travel berangkat menuju Jatiwaringin Jakarta.

Ini adalah yang keduakalinya kami mengunjungi Bandung dengan naik mobil travel. Dengan cara yang sama, diantar ke Jatiwaringin, di jemput di Cihampelas, dan begitu sampai dijemput lagi di Jatiwaringin. Efisien, tidak capek menyetir, bahkan bisa tidur di perjalanan. Dan Alhamdulillah jalan pulang dan pergi sangat-sangat lancar.

*****

Minggu, 23 Januari 2011

Celoteh di Twitter

Celoteh......

Teknologi, gitu lho, kata anak-anak muda sekarang. Dulu mana ada internet, Yahoo messenger, Facebook, Twitter, Blogger. Dulu Diary adalah buku catatan harian yang benar-benar buku. Isinya ditulis tangan bila-bila mau, sesuai dengan yang ingat untuk ditulis. Sekarang? Jelas sangat berbeda. Dulu mana ada email. Yang ada adalah surat per pos. Kalau mau yang cepat sampai kirim dengan pos kilat, sehari sampai. Dulu mana ada telepon di setiap rumah. Ya , dulu.... Dulu teknologi masih sedang mencari-cari bentuk sebelum sampai ke keadaan seperti sekarang.

Sekarang kita ikut tercempelung ke dalam lautan kemajuan teknologi itu. Kita semakin 'fasih' dengan dunia komputer. Kita ikut menggunakan komputer. Mulai dari PC yang jalannya beringsut-ingsut beberapa belas tahun yang lalu, sampai yang segenggaman tangan dan bisa dikantongi saat ini. Kita berkomunikasi, mengirim informasi baik audio maupun visual dari pojok yang satu ke pojok bumi yang lain secara instantaneous.

Kita semua. Termasuk aku. Lalu, akupun ikutlah bertwitter. Ikut berfacebook, ikut punya blog. Di blog aku bisa menempatkan tulisan-tulisan apa saja. Khusus tentang twitter. Yang sangat terasa manfaatnya adalah untuk kontak dengan anak-anak, termasuk beberapa kemenakan. Mereka semua pengguna twitter. Kami, aku dan mereka, bisa menulis santai di twitter itu tentang apa saja yang perlu-perlu. Tentang pertanyaan, tentang komentar, tentang pesan untuk cucu. Begitu juga antara mereka sesama mereka. Meski masing-masing tentu juga mempunyai follower (istilah untuk yang mengikuti kita di twitter itu) masing-masing. Mereka bisa bercerita tentang salon favorit, tentang makanan, tentang buku, dan sebagainya. (Mereka itu satu di Jatibening, satu di Tangerang, satu di Bandung). Mereka bertwitter ria melalui hp, jadi bisa saling kontak dari mana saja. Aku menggunakan PC tua di rumah. Semua obrolan itu tinggal permanen, kecuali dihapus tentu saja.

Kemarin pagi aku membaca obrolan mereka menanyakan keadaanku yang sejak beberapa hari ini sedang kumat asam uratnya. Yang di Bandung bertanya ke kakaknya yang tinggal di sebelah rumah. Lalu sang kakak memberi tahu, bahwa kayaknya agak serius. Tadi subuh gak ke mesjid. Adiknya yang bertanya tentu jadi agak cemas, karena kalau gak ke mesjid berarti sakitnya agak serius. Aku, yang begitu membuka komputer dan menemukan jejak-jejak obrolan mereka itu segera menengahi, memberitahu bahwa keadaanku sudah berangsur baik.

Aku agak geli dalam hati membaca ukuran / kadar sakit dengan tidak pergi ke mesjid. Karena memang mereka tahu, kalaulah tidak benar-benar uzur aku tidak pernah absen. Karena beberapa puluh tahun yang lalu ada juga alat ukur kadar sakit itu dalam konteks yang jauh berbeda. Yaitu rokok. Aku belum merasa suatu penyakit itu mencemaskan selama rokok masih enak dihisap. Walaupun agak demam, walaupun terbatuk-batuk, walaupun nafsu makan agak menurun, tapi kalau rokok masih enak dihisap, artinya aku masih cukup sehat.

Untunglah itu dulu. Aku tidak lagi menjadi ahli hisab sejak Agustus 1988....

*****

Jumat, 21 Januari 2011

Aquarium......

Aquarium......

Untuk hiasan rumahan (bukan aquarium raksasa di Ancol) aquarium bisa berukuran kecil beberapa puluh senti sampai berukuran besar dengan panjang dua meteran. Macam-macam ikan yang biasa dipelihara orang dalam aquarium. Tapi yang paling sering aku lihat adalah ikan arwana. Ikan bertubuh memanjang, dengan mulut lebar berukuran (yang pernah kulihat) sampai hampir setengah meter panjangnya. Ada yang berwarna putih perak, ada yang berwarna kuning emas. Konon masing-masing punya kelebihan dan kekurangan. Harganya? Subhanallah..... anak arwana putih berukuran panjang sekitar sepuluh senti ada yang diperjualbelikan seharga seratus ribu rupiah. Yang sudah dewasa ada yang harganya berjut-jut.

Dan tentu saja ada saatnya ikan arwana yang indah itu mati. Ada yang karena meloncat keluar melalui bagian aquarium yang tidak tertutup. Kalau sudah begitu ikan mahal itu tidak ada nilainya lagi. Ada yang menyimpan bangkai ikan itu berbulan-bulan di freezer. Saking sayangnya barangkali, tapi tidak ada lagi nikmat ketika melihatnya. Kenapa tidak digoreng saja? Mereka tidak sampai hati, entah kenapa.

Indah memang, melihat ikan berukuran besar itu berseliwar-seliwer dalam aquarium. Ikan yang juga cukup rakus dan sukanya memakan mangsa hidup. Ada yang memberi makan ikan-ikan kecil dari jenis ikan mas. Ikan-ikan kecil itu dimasukkan ke dalam aquarium yang sama, lalu sang arwana menelannya satu persatu seperlunya. Ada juga yang memberi makan kecoa, lipan, jangkrik dan lainnya, dan semuanya harus hidup.

Meskipun aku mengagumi ketelatenan mereka-mereka yang memelihara ikan arwana di aquariumnya, aku sendiri tidak pernah tergugah untuk meniru. Di rumah kami tidak ada aquarium kaca untuk memelihara ikan. Tapi sebaliknya, aku membuat kolam. Di belakang rumah, kami mempunyai kolam berukuran lebih kurang dua belas meter persegi. Begitu pula di depan rumah ada pula kolam-kolaman lain yang kalau dijumlah luasnya mencapai sekitar sepuluh meter persegi pula. Aku memelihara ikan gurame, ikan patin dan ikan mujair / nila di dalamnya. Sangat menyenangkan bagiku melihat ikan-ikan itu berkejar-kejaran di dalam kolam. Melihat mereka berebutan ketika diberi makan pelet atau sisa-sisa makanan.

Yang lebih menyenangkan lagi adalah melihat ikan mujair / nila itu beranak pinak. Mulai dari proses mereka kawin, yang jantan, dengan warna sirip yang kemerah-merahan berputar-putar di sekitar betina. Entah dimana mereka bertelur dan entah bagaimana pula yang jantan membuahi telur-telur itu belum pernah teramati olehku. Hanya induk-induk yang suka menyepi dan berubah galak ternyata sedang mengerami telur-telur dalam mulutnya. Beberapa hari kemudian aku melihat anak-anak ikan yang keluar dari mulut induk itu dalam jumlah ratusan. Warna anak berukuran jentik itu ada yang hitam dan ada yang putih. Induk-induk itu menjaga anak-anaknya dengan sangat hati-hati, mengusir ikan manapun yang mencoba mendekat.

Sayangnya baru ikan mujair yang berhasil berkembang biak. Ikan-ikan gurami, sudah pernah aku sediakan ijuk untuk mereka membuat sarang, tapi belum berhasil.

Apakah ikan-ikan itu kami konsumsi? Jawabannya ya. Sekali-sekali kami bersihkan kolam-kolam itu dengan menguras air berikut kotorannya. Pada saat seperti itu biasanya istriku sangat tangkas menangkap beberapa ekor ikan-ikan yang gemuk-gemuk. Inilah bedanya aquarium dan kolam ikan kami.

*****

Obat (lekat) pantang terlampau

Obat.......

Aku ini berpenyakit. Penyakit yang sudah kuakrabi sejak tahun 1986. Penyakit asam urat. Secara berkala sejak 25 tahun yang lalu itu penyakit ini datang menghampir. Obatnya? Sejak mula-mula dulu obat dokter, ketika di Balikpapan. Berubah menjadi obat sinshe begitu aku pindah ke Jakarta tahun 1993. Lalu obat herbal (daun-daunan) sejak tahun 1998 yang enam tahun kemudian, di tahun 2004, tidak lagi manjur. Dan aku melakukan hit and run. Mencoba-coba obat apa saja yang 'katanya' bagi orang lain manjur.

Waktu masih di Balikpapan sampai tahun 1993, boleh dikatakan gangguan asam urat ini datang secara teratur satu sampai dua kali setiap tahunnya. Penyebabnya apa lagi kalau bukan makanan. Terutamanya sea food seperti udang, cumi, yang memang berlimpah di Balikpapan. Yang diserangnya adalah pinggangku. Kalau lagi kumat, salah gerakan sedikit saja bukan main sakitnya. Aku berjalan dengan susah payah dan terseok-seok.

Waktu pindah ke Jakarta, kawan-kawan sekantor menertawakanku waktu aku mengeluhkan sakit asam urat. Mereka terbebas dari asam urat dan kolesterol tinggi yang dibuktikan setiap kali melakukan pemeriksaan kesehatan tahunan. Ternyata penyebabnya adalah, karena salah satu dari karyawan kantor kami adalah seorang sinshe. Dia ini pindahan dari Balikpapan juga dan aku mengenalnya sejak lama. Dia menyuruhku menggunakan obat berupa tablet, buatan Cina. Alhamdulillah, obat itu ternyata manjur. Aku bebas serangan asam urat sampai tahun 1998. Pada tahun itu, obat ini hilang dari pasaran.

Atas saran teman lain aku mengkonsumsi sejenis daun-daunan (namanya daun sambung nyawa). Ringkas saja, ternyata selama bertahun-tahun menggunakan beberapa lembar daun ini yang aku makan mentah setiap pagi, dapat pula membebaskanku dari asam urat. Makan boleh dikatakan tidak berpantang. Tidak sekali juga masalah asam urat timbul.

Sampai kira-kira pertengahan tahun 2004, daun sambung nyawa ini tidak lagi manjur. Aku mulai diserang asam urat lagi. Kali ini yang terkena adalah kaki, di dekat jempol kaki. Aku kembali minta obat dokter. Tetapi sayangnya, obat dokter itu tidak diterima oleh tubuhku. Aku alergi. Setiap kali minum obat yang diberikan dokter (namanya zyluric) mulutku dipenuhi sariawan yang luar biasa pula sakitnya.

Akhirnya aku mencoba dan mencoba bermacam jenis obat yang katanya, bagi orang lain cukup manjur. Hasilnya hampir tidak ada. Pernah aku mencoba rebusan sidaguri, sejenis tumbuhan semak-semak yang kebetulan tumbuh di belakang rumah. Terakhir aku diberitahu khasiat rebusan daun salam yang katanya juga merupakan obat penyembuh asam urat.

Sudah sejak beberapa hari aku menggunakan atau meminum air rebusan daun salam ini. Mudah-mudahan sementara ini ada kebaikannya. Lalu timbul di pikiranku untuk menggabung daun salam dan daun sidaguri. Dalam pikiranku mudah-mudahan keduanya akan saling memperkuat penyembuhan. Ternyata tidak. Hari ini aku terkapar di tempat tidur sesudah meminum rebusan kedua jenis daun-daunan itu. Sepertinya dengan digabung itu, khasiat keduanya justru saling mematikan. Dan tinggallah sakit yang mula-mula tidak serius, yang lalu berobah menjadi sakit sekali. Memang kata sebuah pantun di kampung dulu;

Ampek angkek parang jo Lintau
Parang jo anak rajo Cino
Ubek lakek pantang talampau
Panyakik lamo datang pulo.....

*****

Rabu, 19 Januari 2011

Pengadilan.....

Vonis Pengadilan

Jarang aku mau mengomentari proses pengadilan di negeri ini. Karena komentarku memang tidak ada yang memerlukan dan juga tidak ada gunanya bagiku sendiri. Tapi kali ini aku agak tergelitik. Sesudah vonis untuk Gayus Tambunan kemarin dijatuhkan. Tujuh tahun penjara dan denda 300 juta rupiah. Apa istimewanya?

Gayus yang 'sakti' ini sebagaimana kita ketahui adalah seorang pegawai kantor pajak yang berhasil menghimpun kekayaan dunia yang bukan main besarnya. Jumlah tepatnya aku tidak tahu dan tidak ingin pula tahu. Dia sudah ditahan sejak berbulan-bulan. Dimasukkan ke dalam penjara. Ke dalam kamar tahanan. Yang pastinya tidak akan nyaman, meski konon ada pula jurus me'renovasi' kamar tahanan itu agar lebih nyaman ditempati. Sepertinya Gayus bukan jenis orang yang menggunakan jurus ini. Tapi jurus yang lebih hebat dan menimbulkan decak kagum. Dia 'bebas' keluar masuk dan 'bebas' melancong ke mana dia suka. Tercatat dia pergi menonton pertandingan tennis ke Bali. Tercatat dia pergi raun-raun ke Hongkong, ke Macau, ke Kuala Lumpur dan entah ke mana lagi. Dengan status tahanannya itu. Inilah jurus yang sangat mencengangkan.

Lalu ada pula daftar perusahaan-perusahaan yang punya andil memperkaya sang Gayus. Jumlahnya lebih dari seratus. Maka si Gayus pun menjadi super-milyarder, dah. Punya rumah mewah, aprtemen di Singapura, uang yang berjibun-jibun banyaknya itu dalam mata uang yang berbeda-beda.

Semua (artinya sangat banyak) orang 'mengagumi' kehebatan Gayus. Semua (artinya sangat banyak) orang 'gregetan' melihat tingkah polah dan penampilan Gayus yang memang sangat cool itu. Dan orang-orang itu saling menghitung-hitung dan mengira-ngira. Ada yang berpendapat orang seperti Gayus itu sebaiknya digantung saja. Soalnya, kalau toh dipenjarakan, jangan-jangan nanti dia akan tetap bisa kluyuran lagi seperti yang pernah dilakukannya. Ada yang berpendapat dihukum penjara seumur hidup.

Tapi ternyata........ Ibu hakim memvonisnya hukuman penjara tujuh tahun. Disinilah hebatnya pengadilan di negeri kita. Masih ingat ada mbok-mbok mencuri beberapa buah (dua atau tiga buah) coklat lalu dijatuhi hukuman tiga bulan penjara. Sementara Gayus? Yang memperkaya dirinya dengan uang beratus milyar........ tujuh tahun penjara.....

Entahlah....... Malas aku meneruskan tulisan ini...


*****

Alhamdulillah

Alhamdulillah..........

Tadinya kepingin mengisi Diary ini secara teratur. Tentang apa saja yang kira-kira pantas untuk di-share di sini. Ternyata tidak berjalan sesuai dengan rencana. Karena ada Blog lain, yang berisi kumpulan (sudah cukup banyak) cerita-cerita. Aku biasanya lebih suka mengunjungi blog yang satu lagi itu. Sampai..... Suatu saat ada kepingin lagi untuk menulis disini. Ternyata.... kuncinya hilang. Ya, passwordnya hilang. Setiap kali aku mencoba masuk, yang terbuka adalah Blog yang satunya lagi itu. Nggak bisa masuk ke sini. Baru setelah diutak-utik tadi, barusan, bisa lagi....

Alhamdulillah kan.....

Padahal sudah banyak sebenarnya cerita harian yang bisa ditulis disini. Bagaimana tidak. Cucu saja sekarang sudah empat orang. Yang terakhir lahir 4 bulan yang lalu. Dan cucu-cucu itu semua laki-laki. Semua Muhammad. Yang paling tua, kembar, adalah Muhammad Rafi Aulia dan Muhammad Rasyid Hakim. Lalu Muhammad Hamizan Hafidz dari puteri kedua. Terakhir, Muhammad Rayyan Athaya, adiknya si kembar. Ini benar-benar nikmat Allah yang sangat berharga. Tidak punya anak laki-laki (ketiga anak kami perempuan) lalu sekarang dianugerahi Allah empat orang cucu laki-laki.

Tanggal 15 Desember yang lalu kami pulang kampung. Kami, aku dan istri, puteri sulung dengan ketiga anaknya (sayang suaminya nggak bisa ikut), lalu puteri kedua sekeluarga, dengan suami dan anaknya, berangkat sehari sesudah keberangkatan kami. Subhanallah, betapa menyenangkan. Betapa menyenangkan buat si kembar Rafi dan Rasyid yang sudah kedua kalinya pulang kampung. Kami sewa sebuah mobil kecil di Padang yang langsung diserahkan di Bandara. Kami langsung menuju Bukit Tinggi. Di bawah cucaca yang sadang elok. Tidak hujan dan tidak panas.

Begitulah. Di Bukit Tinggi kami menginap di sebuah penginapan jenis 'homestay' di Belakang Balok. Sebuah rumah besar milik mantan petinggi. Rumah besar berkamar-kamar besar dengan kamar mandi di setiap kamar. Nikmat. Bukan apa-apa, kalau kami ke kampung 'ku', kami akan harus membenahi dulu rumah tinggal yang tidak terurus dengan baik itu. Paling tidak harus mengganti alas kasur dan menyapu lantai. Sementara kami datang dengan bayi berumur tiga bulan. Tidak praktis.

Besoknya rombongan keluarga puteri kedua menyusul. Kami bertemu di pinggir Danau Singkarak, tanpa dirancang-rancang betul. Lalu kami kitari gunung Marapi sejak dari Ombilin. Yang paling utama adalah melintasi (dekat) kampung Simawang. Ini adalah kampung istri ku. Sambil bersejarah dan menerangkan kepada kedua bocah kembar empat setengah tahun itu. Bahwa itu adalah kampung nenek, yang artinya adalah juga kampung bunda, yang artinya adalah kampung Rafi dan Rasyid. Tentu saja mereka agak terbingung-bingung mendengarnya. 'Emangnya bukan kampung inyiak juga?' tanya Rafi polos. 'Tidak, kampung inyiak di Koto Tuo - Balai Gurah, tempat dulu kita menginap,' jawabku. Entahlah kalau dia mengerti.

Hari-hari pulang kampung adalah hari-hari makan besar. Sejak dari makan di Ayia Badarun ketika baru sampai, di nasi Kapau uni Lis. Minum teh talua di Garegeh, makan di Lubuak Bangku. Yang semuanya itu 'lamak-lamak'.

Tujuan pulang kampung kami sebenarnya sehubungan dengan pernikahan puteri dari iparku di Pakan Baru. Dan kami melanglang buana sampai ke Pakan Baru itu menghadiri perhelatan itu. Setelah selesai dan menginap di Pakan Baru tiga malam, kami kembali lagi ke Bukit Tinggi.

Pulang kampung memang selalu mengesankan.......

*****