Rabu, 28 Oktober 2015

IKEA, Sebuah Merek Dagang

IKEA, Sebuah Merek Dagang  

Hari Minggu kemarin, aku ikut istri pergi menemani adiknya berbelanja ke IKEA di Alam Sutera Tangerang. Sebelumnya aku sudah pernah mendengar cerita tentang toko super besar yang menjual segala keperluan rumah tangga, yang baru saja membuka cabang di Indonesia, dan sangat ramai dikunjungi masyarakat Jakarta dan sekitarnya. IKEA telah mempunyai banyak cabang di berbagai negara. Cabang di Alam Sutera atau yang pertama di Indonesia ini adalah yang ke sekian. Kononnya, usaha ini dirintis oleh seorang anak muda Swedia (berusia tujuh belas tahun waktu dia memulainya di tahun 1943) yang adalah seorang tukang dan senang membuat peralatan dapur yang ringkas, praktis dan berkualitas. IKEA sendiri adalah singkatan namanya berikut nama kampungnya, Ingvar Kamprad, Elmtaryd (nama peternakan tempat dia dibesarkan), dan Agunnaryd (kota tempat tinggalnya di Småland, Swedia Selatan). Sebuah akronim sederhana yang ternyata akhirnya mendunia.  

Bangunan toko itu sangat luas. Dengan tempat parkir yang juga cukup luas (parkirnya ternyata gratis). Ruangan-ruangan di dalamnya diberi nomor untuk masing-masing unit. Tiap-tiap unit berisi barang-barang yang 'bersaudara'. Ada isi sebuah kamar, isi sebuah ruangan keluarga, ruangan makan, ruangan kantor di rumah, peralatan dapur, peralatan kamar mandi dan seterusnya. Isi sebuah kamar tidur misalnya, terdiri dari tempat tidur berikut kasur, bantal dan seperainya, meja rias, lemari pakaian dan sebagainya yang biasa terdapat di kamar tidur. Di semua barang-barang tersebut tercantum harganya. Ada juga pengaturan di sebuah rumah sangat kecil, berukuran sekitar 30 meter persegi yang diisi dengan perabotan secukupnya. Semua tertata rapi seperti seharusnya di dalam sebuah rumah. Penataan dan penempatan barang-barang tersebut memang menyenangkan untuk dilihat, membuat pengunjungnya betah berkeliling-keliling. 

Iseng-iseng, ketika berada di unit peralatan dapur aku amati barang-barang 'tetek bengek' yang sangat lengkap itu. Berbagai macam pisau dapur, piring gelas dan sendok, berbagai macam periuk dan kuali penggorengan dengan berbagai ukuran, cambung nasi, tapisan, botol-botol kecil tempat meletakkan macam-macam bumbu, rak piring, tempat sendok dan entah apa lagi. Ternyata, sebahagian besar alat-alat tersebut adalah made in China. Beberapa buah made in Thailand. Belum ketemu yang made in Indonesia. Ditulis di barang tersebut bahwa disainnya adalah karya seseorang (nama Swedia) tapi dibuatnya di China.  Hebat sekali perhitungan dan perencanaannya.

Ketika melihat komplek toko IKEA yang sangat besar seperti ini kita faham bahwa usaha ini adalah usaha raksasa dengan modal besar. Luas area pertokoannya sekitar 25000 meter persegi. Di China dan Korea ada yang luasnya dua kali lipat.  Biaya toko yang di Alam Sutera ini saja mungkin ratusan milyar rupiah, atau bahkan mungkin lebih besar lagi. Tapi yang membuat aku terkagum-kagum adalah usaha IKEA ini diawali dengan pembuatan peralatan-peralatan rumah tangga sederhana. Usaha yang mulai berekspansi ke luar Swedia di tahun 1960an sekarang tersebar di lebih dari 25 negara dengan lebih dari 260 buah toko. Sebuah perusahaan yang luar biasa, yang menyediakan berbagai peralatan, dari yang paling sederhana seperti gantungan baju, yang diperlukan setiap orang sehari-hari.  

Mungkin menyadari bahwa pengunjung pasti akan berlama-lama mengelilingi tempat belanja ini, di dalamnya disediakan pula sebuah restoran. Restoran yang siang itu penuh orang. Anakku yang ikut menyusul memerlukan bertanya apakah makanan yang ada di restoran ini mempunyai sertifikat halal. Pelayannya menjawab positif, dan katanya hal yang sama diberlakukan di toko-toko di negeri Muslim.  

****
                        

Senin, 26 Oktober 2015

Merdeka Dan Demokrasi Kita

Merdeka Dan Demokrasi Kita 

Negeri kita ini dulu dijajah sangat lama. Yang paling lama bercokol dan berkuasa di sini adalah Belanda. Beratus tahun mereka menerajui negeri-negeri di kepulauan Nusantara yang berhasil mereka adu domba. Berperang di Jawa mereka bawa serdadu berkulit coklat dari Sulawesi dan Ambon. Berperang di Aceh mereka bawa serdadu dari Jawa dan Madura. Mereka perlaga-lagakan antara kita sesama kita, dan dengan cara seperti itu Belanda berhasil menguasai negeri-negeri di Nusantara ini, berlama-lama. 

Dengan izin Allah, akhirnya penjajah dapat diusir. Dan kitapun merdeka. Tidak serta merta dalam suasana aman damai, bahkan berdarah-darah di awal kemerdekaan tersebut. Ya, Indonesia akhirnya merdeka. Merdeka berarti bahwa yang berkuasa tidak lagi orang asing. Yang jadi pemimpin sejak dari yang paling atas adalah orang Indonesia. Presiden, menteri-menteri, gubernur, bupati, semua orang Indonesia. Berubahkah taraf kehidupan rakyat banyak sesudah merdeka? Karena hasil bumi negeri ini tidak lagi diambil penjajah, tapi boleh dinikmati sendiri? Ternyata nikmat kemerdekaan tidak semudah itu. Yang terjadi malah kebalikannya, kehidupan rakyat biasa jadi lebih sulit. Dengan lugu sebahagian rakyat berderai itu termimpi-mimpi agar bisa hidup lagi seperti di zaman 'normal'. Yang mereka maksud adalah seperti ketika masih dijajah Belanda dulu. Lho, kok begitu? Lalu apa yang salah?   

Dulu, ketika penjajah Belanda membuat peraturan maka aturan itu harus dipatuhi orang banyak. Kalau ada yang melanggar aturan, pemerintah penjajah dengan senang hati menghukum pelakunya. Menghukum ini disamping untuk menegakkan keadilan sekaligus juga untuk mendapatkan tenaga murah untuk kerja paksa. Sebuah contoh sederhana, tambang batubara di Sawahlunto dahulu itu mempekerjakan berpuluh kalau tidak beratus 'orang rantai' atau orang hukuman. Maka 'keadilan hukum' di tengah masyarakat berdiri lebih kokoh. Orang harus berpikir panjang sebelum membuat kejahatan.

Sejak Indonesia merdeka, hukum tidak lagi tajam. Hukum makin lama makin centang parenang. Tajamnya hanya ke bahagian paling ujung di paling bawah. Di bahagian tengah, apalagi di pangkalnya sangat tumpul. Seorang pencuri dua butir telor akan dipenjarakan sungguhan. Kebalikannya, seorang koruptor yang tertangkap, kalaupun dipenjarakan, dia masih bisa bebas berkeliaran. Bahkan kalaupun mesti tinggal di penjara, dia bisa menyulap sel tahanannya menjadi seperti kamar hotel berbintang. Begitu menurut berita.

Karena hukum tidak lagi adil, orang seperti tidak takut berbuat jahat. Banyak orang merasa merdeka untuk berbuat apapun untuk kepentingan dirinya, atau kelompoknya. Ini terjadi hampir di setiap starata kehidupan masyarakat. Ada orang-orang kecil yang berbuat jahat sesuka-sukanya. Memperkosa, merampok, mencuri, membunuh dengan sadis. Ada orang-orang kelas menengah berbuat makar sesuka-sukanya pula. Menelikung, menipu, korupsi. Orang-orang di lapisan atas apalagi. Orang-orang tersebut tidak punya rasa takut dan rasa malu. Orang tidak merasa malu hidup bermewah-mewah padahal penghasilannya jelas tidak memungkinkan kehidupan mewah tersebut.   

Sampai kemerdekaan berumur lebih dari setengah abad, banyak yang menduga, keadaan ambur-adul negeri ini disebabkan karena terlalu lamanya kekuasaan terpegang di satu tangan. Selama setengah abad itu pula, yang benar-benar menikmati kejayaan dan kebahagiaan dalam kemerdekaan hanyalah mereka-mereka yang sangat dekat dengan kekuasaan. Presiden pertama memerintah lebih dari dua puluh tahun. Dalam kurun waktu itu, secara perlahan-lahan dia menobatkan dirinya menjadi setengah 'dewa'. Dia yang sangat berkuasa menghitam dan memutihkan negeri ini, menghukum dan memenjarakan orang-orang yang tidak disukainya, melantik dirinya menjadi presiden seumur hidup dengan panggilan Paduka Yang Mulia. Tapi dengan kehendak Allah dia terjungkal. Terjatuh ke tempat yang mungkin tidak pernah dibayangkannya sebelumnya. Presiden kedua, berkuasa lebih lama lagi, tiga puluh dua tahun. Hampir-hampir sama, diapun menjadi seorang yang sangat berkuasa penuh dan sangat ditakuti. Berani menyanggahnya, besar resikonya. Akhirnya diapun jatuh.  

Setelah selama itu berada di bawah kekuasaan totaliter seorang pemimpin, orang banyak yang diwakili oleh kaum cerdik pandainya menginginkan perubahan sistim. Menjadikan negeri ini lebih demokratis. Demokrasi secara umum artinya membolehkan rakyat berderai memilih dan menentukan cara pengaturan negeri ini. Rakyat  memilih wakilnya yang akan duduk di dewan perwakilan. Wakil-wakil ini (diharapkan) akan memperjuangkan kepentingan rakyat banyak pemilihnya untuk mencapai kesejahteraan bersama. Dibuatlah berbagai perubahan peraturan dan perundang-undangan. Di antaranya, kekuasaan presiden tidak boleh lagi terlalu lama, cukup maksimum dua kali lima tahun. 

Tiba-tiba Republik Indonesia menjadi salah satu negeri yang paling demokratis di dunia. Rakyat memilih wakilnya untuk jadi anggota dewan, atau memilih pemimpinnya, sejak dari presiden, gubernur, bupati melalui pemungutan suara. Tiap sebentar ada pemilu. Untuk memilih anggota dewan atau memilih bupati. Atau gubernur. Atau presiden. Tapi demokrasi ini, kemudian terasa hambar. Tidak membawa perubahan berarti kepada rakyat banyak. Dia hanya mempunyai arti untuk wakil-wakil rakyat. Menjadi wakil rakyat sebagai anggota dewan, yang paling rendah (di tingkat kabupaten) sampai yang paling tinggi di tingkat negara, memang sangat nyaman dan menyenangkan. Kehidupan para anggota dewan ini sangat tercelak penuh glamour. Penghasilan mereka susah dihitung kalau melihat kenyamanan hidup mereka. 

Wakil-wakil rakyat itu adalah orang-orang partai. Orang-orang yang mendapat kesempatan dan keuntungan melalui partai. Jadi mereka juga sangat loyal kepada partai. Apa yang terjadi kemudian? Mereka lebih membela partai daripada membela kepentingan rakyat  pemilihnya. 

Baik untuk menjadi anggota dewan, maupun untuk menjadi pimpinan negeri, setiap calon harus mengeluarkan biaya besar. Biaya kampanye, biaya tim sukses, biaya ini-itu. Perlu dana ber MM yang harus dirogoh dari kocek sendiri. Kalaupun ada sponsor, pastilah sponsor yang nanti akan minta fasilitas ekstra seandainya yang disponsori terpilih. Kalau kalah, ya kalahlah sendiri. Tanggungkanlah sendiri. Tapi kalau tembus, terpilih sesuai dengan cita-cita, tentulah harus 'bekerja keras' untuk mengembalikan modal. Caranya dengan sipak sintung ke sana ke mari, menggunting mana-mana yang terjumbai. Kurang pandai bermain, maka jadilah sasaran tembak Komisi Pemberantas Korupsi. Ratusan orang yang telah dicokok oleh KPK. Ada mantan menteri, mantan gubernur, mantan bupati, mantan anggota dewan.  

Seperti itulah demokrasi tadi itu. Biaya setiap pesta demokrasi tadi itu bukan main-main besarnya. Yang bahkan membuat kita terheran-heran. Dari mana pemerintah mengambil dana untuk biaya setiap pesta demokrasi itu? Ternyata dari hutang. Sudah berlungguk-lungguk hutang. Takut kita mendengar angkanya. Dan entah dengan apa hutang itu akan dibayar nanti. 

Masyarakat negara kita ini secara keseluruhan hanyalah kumpulan orang-orang penikmat dunia tapi tidak seberapa mampu membuahkan hasil karya. Kita adalah kumpulan orang-orang yang rancak di labuah kata orang Minang. Parlente, tapi banyak hutang. Lihatlah jalan-jalan raya kita, penuh sesak dengan kendaraan sehingga macet di mana-mana, tapi tidak sebuahpun dari kendaraan-kendaraan itu buatan anak negeri. Semua barang impor. Kita membeli apa saja, dan belum mampu membuatnya sendiri. Hasil pertanian negeri yang sangat luas ini tidak cukup untuk kita makan sehingga perlu mengimpor sebagian. Ikan di laut kita yang luas banyak dicuri orang tanpa kita mampu melindunginya. Kayu dari hutan-hutan kita sudah habis kita babat. Hasil tambang kita dikuasai oleh orang-orang asing.  

Sudah tujuh puluh tahun lebih negara kita merdeka. Tapi rakyat negeri ini masih begitu-begitu saja. Masih terlalu banyak yang belum merasakan buah kemerdekaan sebenarnya. Terpuruk dalam himpitan sulitnya hidup. Tetap kita berharap. Suatu saat keadaan ini akan berubah ke arah yang lebih baik. Untuk semua kita......

****                    

Sabtu, 24 Oktober 2015

Kekejaman Bencana Asap

Kekejaman Bencana Asap   

Bencana asap semakin melebar dan meluas di negara tercinta ini. Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua sekarang dideranya. Begitu menurut berita. Sudah jatuh korban meninggal, bahkan sudah beberapa orang seperti yang diberitakan di Riau. Yang jatuh sakit karena gangguan pernafasan sudah terlalu banyak. Dan petinggi-petinggi negeri ini seperti tidak perduli atau mungkin sudah kehabisan upaya. Engku wakil presiden kononnya mengatakan tidak ada lagi dana untuk menanggulangi korban asap. Memang tidak mungkin akan dapat ditanggulangi para korbannya. Bagaimana akan memindahkan 6 juta orang di Riau saja untuk keluar dari derita asap? Dan kemana akan dipindahkan? Sementara tetangga Riau, Sumatera Barat juga tidak kalah parah penderitaannya. Baru saja aku menelpon ke kampung, menanyakan bagaimana keadaan di sana, di kaki gunung Marapi. Dan aku diberitahu bahwa sekolah diliburkan, anak-anak (santri) disuruh pulang ke rumah orang tuanya masing-masing. Karena asap pekat dimana-mana. Masya Allah.

Bencana asap ini melumpuhkan. Jarak pandang hanya beberapa belas meter, di tengah hari bolong. Dan berlangsung berketerusan. Seorang saudara di Padang, sepekan yang lalu merasa bersyukur, karena sesudah turun hujan lebat, udara mulai terasa nyaman. Tapi apa daya, dua hari kemudian, gumpalan asap yang lebih pekat datang kembali. Bandara di Pekan Baru, di Jambi ditutup sudah berminggu-minggu. Palangkaraya di Kalimantan Tengah melaporkan hal yang sama. Asap pekat. Pada saat asap melanda sekolah diliburkan. Tapi asap bukan hanya ada di jalan dan di sekolah. Asap masuk ke dalam rumah. Lebih jauh lagi asap masuk ke dalam paru-paru.

Derita yang sudah berlangsung berbulan-bulan untuk periode ini benar-benar sebuah kezaliman. Kezaliman orang-orang serakah dan fasik. Orang-orang yang tidak punya perasaan. Tega melihat penderitaan berjuta-juta manusia seperti sekarang ini. Mereka bakar hutan yang tadinya adalah paru-paru alam. Setelah kayu-kayunya ditebangi habis-habisan. Lalu bekas hutan rimba itu dibakari untuk seterusnya mereka jadikan kebun kelapa sawit. Yang dimiliki hanya oleh segelintir manusia. Hebatnya negeri ini. Hutan belantara besar diperkosa, dikaveling-kaveling dan dikuasai oleh segelintir orang. Hebatnya pemimpin-pemimpin negeri ini. Yang telah memberikan mandat kepada orang-orang yang berbuat kerusakan tidak tanggung-tanggung. Persis seperti yang difirmankan Allah dalam surah Al Baqarah ayat 11 dan 12. 'Dan apabila dikatakan kepada mereka; 'Janganlah kalian berbuat kerusakan di muka bumi,' mereka menjawab; 'Kami sesungguhnya berbuat kebaikan.' 'Ingatlah, mereka sebenarnya berbuat kebinasaan, tetapi mereka tidak mengerti.'

Beginilah jadinya ketika penguasanya tidak perduli. Tidak mau berpikir panjang. Merasa bahwa mereka sedang melakukan pembangunan dengan membabathabiskan hutan-hutan. Menggantinya dengan tanaman yang menurut mereka untuk mendapat keuntungan. Tapi masa bodoh dengan kerusakan yang timbul sesudahnya. Di musim hujan terjadi banjir bandang, tanah longsor. Di musim kemarau mereka bakari hutan. Derita asap kebakaran hutan ini sudah terjadi berulang-ulang sejak sangat lama. Sudah berganti-ganti yang memegang tampuk pemerintahan. Tidak ada satupun dari mereka yang berkuasa itu mampu mengatasi masalahnya. Dan tahun ini sepertinya adalah puncak derita. Sampai kapankah bencana ini akan berlangsung?  

Derita yang sangat memilukan. Memilukan untuk berjuta-juta orang yang tinggal jauh dari pusat api. Lebih memilukan lagi untuk masyarakat yang tinggal di dalam hutan yang dibakar itu. Lebih memilukan untuk hewan-hewan penghuni hutan. Ya Allah, tolonglah kami untuk keluar dari bencana ini....... Aamiin ya Allah....

****                                                                                           

Sabtu, 17 Oktober 2015

Tahun Baru Hijriyah Dan Evaluasi Diri

Tahun Baru Hijriyah Dan Evaluasi Diri  

Pengajian kami  ba'da subuh tadi pagi di mesjid komplek membahas tentang momen pergantian tahun dan saat untuk mengevaluasi diri. Kita mengamati perjalanan waktu, bergilirnya siang dan malam, yang adalah merupakan tanda kebesaran Allah Subhanahu wa ta'ala. Kita hadir dalam (sedikit masa) perputaran waktu itu, selama kita diizinkan Allah untuk tinggal di dunia ini. Tahun berganti, seperti yang baru saja kita catat. Pada waktunya kita akan kembali kepada Allah untuk mempertanggungjawabkan semua perbuatan kita selama kehadiran kita di dunia. 

Allah mengingatkan kita dalam surah Al Hasyr (59) ayat 18; 'Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang sudah disiapkannya untuk hari esok (akhirat). Bertaqwalah kepada Allah! Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dengan apa-apa yang kamu kerjakan.'  Sebagai orang yang beriman hendaklah kita berusaha menyiapkan bekal untuk hari akhirat itu dengan bersungguh-sungguh. Diperhitungkan betul setiap amal perbuatan yang mungkin diridhai Allah dan dibedakan dengan perbuatan yang mungkin dimurkai Allah. Karena setiap amal perbuatan itu tercatat dengan sangat teliti di dalam kitab yang nanti akan diperlihatkan kepada kita di hari pengadilan Allah. Bahkan kita akan disuruh membacanya sendiri (surah Al Isra' (17) ayat 14). Dan setelah itu kita tahu kemana kita akan bergabung sesuai dengan catatan amal tersebut, ke surga atau ke neraka.

Bayangkan ketika kita pergi mengambil rapor sekolah. Guru kelas memberikan rapor lalu kita lihat isinya, hampir semuanya merah. Tentu kita faham bahwa kita tidak naik kelas. Tapi masih ada kesempatan memperbaiki diri setelah tinggal kelas dengan giat belajar di tahun berikutnya. Di pengadilan Allah nanti tidaklah demikian keadaannya. Baca kitab kita dan lalu kita segera diarahkan ke tujuan akhir. Seandainya catatan kita lebih banyak nilai negatifnya, niscaya kita akan dimasukkan ke dalam neraka. Tidak ada lagi kesempatan untuk memperbaiki diri di saat itu agar terhindar dari neraka.

Tidak ada yang bisa disembunyikan. Sebuah ilustrasi perbuatan jahat yang dikerjakan dengan penuh kehati-hatian. Seseorang masuk ke dalam mesjid di tengah malam bulan Ramadhan. Jauh di depan dilihatnya seseorang sedang tertidur. Hapenya tergeletak di sampingnya terlepas dari genggaman orang tidur itu. Si orang yang baru masuk ini diperdaya oleh setan untuk mengambil hape itu. Dia lakukan dengan hati-hati. Dia tidur beberapa meter dari si empunya hape. Lalu perlahan-lahan berguling mendekatinya sambil tetap mengawasi keadaan. Ketika sudah dekat diambilnya hape tersebut. Setelah itu kembali dia berguling-guling menjauh dalam kesenyapan. 

Pagi-pagi dia ditangkap oleh petugas keamanan mesjid dengan tuduhan mencuri hape. Dia menyangkal. Tapi kepadanya diperlihatkan rekaman cctv dan dia tidak bisa mengelak. Itu pembuktian dengan cctv buatan manusia. Nanti di pengadilan Allah, akan berbicara tangan kita, sementara mulut kita dikunci. Menjadi saksi kaki kita, atas perbuatan-perbuatan jahat yang pernah kita lakukan (surah Yaasiin (36) ayat 65).

Sungguh pengadilan Allah itu adalah sesuatu yang pasti akan kita lalui. Maka persiapkanlah diri dengan sebaik-baiknya. Sebelum terlambat.

****

                                         

Rabu, 14 Oktober 2015

Kisah-kisah Duka Jamaah Haji

Kisah-kisah Duka Jamaah Haji   

Kita menyimak peristiwa yang terjadi di Masjidil Haram ketika crane jatuh. Kitapun menyimak ketika terjadi musibah di Mina di tanggal 10 Zulhijjah yang lalu. Kita ikuti dan simak bahwa ada korban di kalangan jamaah Indonesia. Dan kita trenyuh mendengarnya. Lebih menyesakkan dada lagi ketika cerita tentang korban itu disampaikan oleh jamaah haji yang baru pulang. Atau oleh keluarga yang ditinggalkan oleh mereka yang terkorban. Aku mendengar langsung cerita-cerita berikut.

S adalah jamaah haji dari komplek perumahan kami yang paling awal kembali dari Tanah Suci. Dia bercerita tentang seorang jamaah satu rombongan dengannya yang korban kejatuhan crane. Orang itu ditimpa runtuhan besi saat sedang berzikir di depan Ka'bah. Sebelum kejadian itu dia pernah berkomentar, betapa beruntungnya jenazah yang dishalatkan oleh jutaan jamaah di Masjidil Haram ini. Sungguh hal itu sebuah keberuntungan di hadapan Allah, katanya. Pada kesempatan lain, ketika dia diperingatkan tentang cuaca buruk dan tidak usah pergi shalat ke mesjid lalu dijawabnya bahwa shalat di depan Ka'bah itu adalah shalat yang paling tinggi pahalanya di sisi Allah. Ternyata kemudian dia salah satu dari korban kejatuhan crane  tersebut. Dan jenazahnya dishalatkan di depan Ka'bah.

Tadi pagi si Bungsu pamit mau pergi bertakziah ke rumah teman kuliahnya. Dia mendengar khabar bahwa ibu temannya tersebut baru saja meninggal. (Ayahnya sudah lebih dahulu meninggal). Malam ini di meja makan, si Bungsu bercerita bahwa ibu temannya yang meninggal itu ternyata salah seorang korban peristiwa Mina. Temannya ini bercerita betapa dia dicekam kecemasan sejak terjadinya peristiwa itu, ketika dia kehilangan kontak dengan ibunya. Dia berusaha membagi kecemasannya dengan sahabat karibnya yang selalu menyuruhnya bersabar dan berdoa. Di hari ke sepuluh akhirnya dia mendapat berita bahwa ibunya adalah salah seorang korban, setelah jenazahnya teridentifikasi. Aku tercekat membayangkan kesedihan yang dialami si anak. Tambahan cerita, bahwa di antara rombongan ibu tersebut (tidak disebutkan berapa orang jumlahnya) hanya dua orang yang selamat. Yang dua orang ini, di saat terakhir membatalkan niatnya pergi melontar, sesudah mengalami sakit-sakit akibat berdesak-desakan di jalan menuju jumrah. 

Si Sulung dan suaminya sampai di Jakarta hari Jum'at sore. Terlambat sekitar dua setengah jam dari jadwal kedatangan. Karena pesawat yang mereka tompangi mampir darurat di Phuket Thailand, untuk memberikan pertolongan kepada seorang jamaah yang dalam keadaan kritis. Ibu M, si jamaah tersebut yang adalah satu rombongan dengan si Sulung, memang dalam keadaan kurang sehat. Dia harus menjalani cuci darah secara berkala (sekali seminggu). Dalam perjalanan dengan bus antara Makkah dan Madinah, di tempat pemberhentian dia berjalan agak jauh dari restoran menuju bus. Hal itu rupanya sangat melelahkan baginya. Selama berada di Madinah 4 hari dia tidak pernah keluar dari kamar, dan terbaring di tempat tidur. Sampai hari keberangkatan pulang. Setelah terbang lebih dari separuh perjalanan, kondisinya memburuk. Di Phuket, dia meninggal dalam perjalanan antara bandara dan rumah sakit. Jenazahnya dibawa pulang dan diantarkan ke Balikpapan dua hari kemudian.

Aku ikut mendoakan semoga beliau-beliau ini diterima amal shalih mereka dan ditempatkan Allah di tempat yang sebaik-baiknya di alam barzah. Aamiin.

****   
                                            

Minggu, 11 Oktober 2015

Teliti Sebelum Membeli

Teliti Sebelum Membeli

Untuk sebagian orang berbelanja adalah sebuah kenikmatan. Nikmat sekali rasanya ketika mampu membeli barang-barang. Apalagi kalau barang-barang itu istimewa mereknya. Entah itu barang perhiasan, pakaian, makanan, mainan atau apa saja. Prinsip untuk membeli seolah-olah disederhanakan melalui jalur, terlihat, lalu tertarik, lalu dibeli. Apakah barang-barang itu benar-benar diperlukan atau tidak, tidak jadi masalah.  

Ada sebuah cerita tentang seseorang yang sedang berpuasa, pergi ke pasar di siang hari, lalu tergoda untuk membeli berbagai macam penganan yang dijual. Semuanya terlihat membangkitkan selera. Dan dia mengikuti godaan itu. Dibelinya berbagai macam jajanan tersebut, untuk nanti dinikmatinya saat berbuka. Begitu beduk maghrib berbunyi, disibukkannya dirinya mencicipi makanan-makanan itu satu persatu. Sepiring kolak, segelas cendol, es sirup, lemang tapai..... Tapi baru sampai ronde keempat ini, suapannya sudah mulai terseok-seok. Masih ada nasi dengan berbagai lauk pauk yang dibelinya tadi siang antri untuk masuk mulutnya. Hanya satu dua suap nasi dengan gulai ayam sudah membuatnya KO. Perutnya sudah tidak menerima lagi. Dia terkapar, dan terlambat shalat maghrib.

Bernafsunya mata untuk berbelanja telah dieksploitir oleh pedagang-pedagang besar di komplek membeli belah raksasa atau yang bahasa kerennya disebut mall. Di sana barang dagangan dipajang sedemikian rupa untuk merayu mata para pengunjung agar tergoda. Semua terlihat serba menarik. Adakalanya dipertunjukkan pula cara menggunakan masing-masing barang-barang itu yang tentunya terlihat canggih. Tidak jarang ada pula rayuan gombal seperti beli dua gratis satu. Atau pembeliannya boleh dicicil yang padahal bersistim riba. Belum lagi kalau ada potongan harga besar-besaran. Pokoknya serangan untuk menaklukkan nafsu membeli datang dari segala arah

Orang-orang yang tidak punya rencana dalam berbelanja, segera jatuh jadi 'korban'. Mereka membeli bukan karena kebutuhan tapi karena salah satu alasan akibat rayuan gombal tadi itu. Karena harganya sedang diskon. Atau karena beli dua gratis satu. Atau karena alatnya terlihat sangat canggih.

Tidak jarang terjadi, barang-barang yang dibeli itu akhirnya tidak dimanfaatkan di rumah. Bahkan alat yang sama sebenarnya sudah mereka punyai. Maka akhirnya jatuh kepada kesia-siaan. Jadi mubazir. Padahal kata Allah dalam al Quran orang yang mubazir itu adalah temannya setan. 

Prinsip berbelanja seharusnya didasarkan pada kebutuhan atas suatu produk. Kalau memang kita memerlukannya tentu perlu dibeli. Dan membelinyapun haruslah dengan hati-hati dan teliti. Dulu ada peringatan di televisi sebelum dan sesudah acara iklan, 'teliti sebelum membeli'. Ketahui benar kualitas dari barang yang akan dibeli. Dan beli seperlunya. Buat apa kita membeli tiga buah barang yang sama hanya karena iming-iming beli dua gratis satu, sementara kebutuhan kita hanya untuk sebuah saja. 

Pedagang tentu saja berusaha keras dengan segala cara untuk menjual  dagangannya. Dari sisi mereka sah-sah saja mereka merayu calon pembeli. Kita yang harus bijak dalam membelanjakan uang.

****
                             

Jumat, 09 Oktober 2015

Sudah Pulang Yang Pergi Haji

Sudah Pulang Yang Pergi Haji      

Alhamdulillaah, sudah pulang dengan selamat si Sulung dan suaminya dari melaksanakan ibadah haji sore kemarin. Mereka sampai di Bandara Soeta sekitar jam 18.30, terlambat sekitar dua setengah jam dari jadwal. Penyebabnya, karena mereka harus mendarat darurat di Phuket - Thailand, karena ada seorang jamaah haji yang kritis kesehatannya, dan harus dicarikan pertolongan pertama. Sudah menjadi ketetapan Allah, si sakit itu akhirnya menghembuskan nafas terakhir di sana. 

Menurut jadwal mula-mula mereka akan mendarat di Bandara Soeta jam 16.00 sore. Tadinya kami sudah mau berangkat ke bandara jam 14.00 siang untuk menjemput mereka, karena mengantisipasi macet. Persis sebelum berangkat mendapat pesan singkat dari menantu mengatakan bahwa mereka mendarat darurat di Phuket. Akhirnya kami berangkat jam 16.00 sore. Sebuah antisipasi yang ternyata perlu, karena kami menghabiskan waktu dua setengah jam lebih untuk sampai di bandara. Dan kedatangan kami di sana bersamaan dengan mendaratnya pesawat yang membawa rombongan jamaah haji si Sulung.  

3R (Rafi, Rasyid dan Rayyan) sudah tidak sabar ingin bertemu dengan bunda dan papa mereka. Kami masih harus menunggu sejam lebih sampai akhirnya yang ditunggu muncul di gerbang kedatangan. Ketiga anak-anak itu berhamburan mengejar bunda. Memang baru bunda saja yang keluar karena papa mereka masih mengurus pengambilan barang mereka yang hilang di Jeddah dan ternyata dikirim balik ke Jakarta.

Meskipun selama ditinggal kedua orang tua mereka, anak-anak itu aman-aman dan tenang-tenang saja dibawah asuhan inyiak, nenek dan onti, tapi tetap saja kerinduan mereka setelah berpisah sekian hari tidak dapat dipungkiri. Ketiganya begitu gembira dengan kedatangan papa dan bunda.

Banyak cerita tentang pengalaman mereka melaksanakan ibadah haji. Kami bersyukur bahwa mereka sudah kembali dengan selamat. Alhamdulillaah, mereka terlihat sehat. Dan mudah-mudahan ibadah haji mereka diterima Allah Ta'ala. Aamiin....

****