Sabtu, 22 Februari 2014

Sabtu Kelabu

Sabtu Kelabu 

Hari ini adalah hari Sabtu kelabu, yang dicurahi hujan sehari penuh. Ceritaku untuk hari ini berawal dari hari Sabtu minggu yang lalu. Waktu itu aku pergi ke Bandung, memenuhi undangan seorang rekan sama-sama pensiunan Total yang menikahkan puterinya. Kami berangkat pagi-pagi sekali dengan niat dan harapan bisa menghadiri akad nikah, karena malam harinya ada pula undangan walimahan anak tetangga. Yang terakahir ini sebenarnya mengundang juga untuk menghadiri acara akad nikah puterinya di rumahnya. Terpaksa dibagi-bagi waktu.

Di Bandung pekan yang lalu itu aku bertemu dengan teman lain, sama-sama pensiunan Total juga. Teman ini menyampaikan undangan ngunduh mantu yang dilaksanakan hari Sabtu ini. Tempatnya di Bogor. Nah, tadi pagi kamipun berangkat untuk memenuhi undangan tersebut.  

Kami meninggalkan rumah jam sepuluh seperempat. Hari hujan. Hujan sudah turun sejak beberapa menit sebelumnya. Persis sebelum berangkat aku baru sadar bahwa tidak ada denah lokasi di undangan itu. Tapi alamatnya jelas, jalan Ahmad Yani. Aku masukkan data jalan itu di GPS dan bismillah. 

Hujan turun semakin deras sejak kami masih di toll menuju Cawang. Lalu lintas terpaksa bergerak pelan karena hujan. Kami keluar di Cawang lalu masuk toll Jagorawi. Bukan saja hujannya makin deras, jalan terlihat gelap dibawah guyuran hujan. Kelabu. Benar-benar kelabu. Meski tidak sampai macet, rata-rata kendaraan berkecepatan kurang dari 40 km perjam.

Aku tidak mengindahkan setiap kali GPS menghitung ulang dan menyuruh keluar dari jalan toll di setiap pintu toll. Dalam pikiranku tentu GPS ini mau menggiring kami melalui jalan Bogor lama, seperti yang diisyaratkannya, agar kami menuju jalan Dewi Sartika ketika masih di Cawang. Sampai di pintu toll Bogor, untuk mencek, aku bertanya kepada petugas gardu toll kemana arah yang harus diambil untuk ke jalan Ahmad Yani. Dia memberi tahu agar kami belok kanan di lampu merah pertigaan ke Kebun Raya. Petunjuk itu cocok dengan GPS. Kami lalui jalan Pajajaran tanpa ragu-ragu. 

Kami ikuti terus jalan yang diwarnai di GPS tersebut, menuju jalan Bogor Baru. Jalan yang berada di bawah jalan layang yang sedang dibangun. Sedikit tersendat dibawah guyuran hujan yang masih lebat. Kami masih disuruh terus oleh robot GPS. Begitu juga jalan yang diwarnai masih menunjukkan bahwa kami masih harus terus. Tahu-tahu kami sudah sampai di jalan raya Bogor - Parung. Setelah melewati banjir yang menggenang di tengah jalan. Di sebuah persimpangan si GPS menyuruh ikuti jalan yang diwarnai dan memberitahu untuk berkendara sepanjang 6 kilometer lagi. Baru aku sadar bahwa kami sudah salah jalan. Kami sudah semakin jauh dari Bogor. Jalan Parung itu dua jalur dengan pemisah di tengah-tengah. Di arah berlawanan jalannya macet karena di banyak tempat digenangi air cukup tinggi. Sudah sulit bagi kami untuk berputar arah kembali.

Hari sudah jam satu. Aku suruh istriku untuk mengirim pesan permohonan maaf kepada yang punya hajat karena tidak mungkin kami akan menemukan tempat itu lagi. Istriku menyarankan agar kami terus saja menempuh jalan menuju Parung itu. Jalan ini belum pernah aku tempuh sebelumnya. 

Kami sampai di batas Kota Depok. Tujuan kami sekarang adalah pusat kotanya. Aku membayangkan bahwa kami sudah makin dekat. Ada petunjuk untuk menuju jalan Margonda, jalan yang aku kenal di Depok. Aku mengarah kesana. Jalan yang kami lalui sering-sering macet karena ada genangan air. Ternyata berkali-kali kami menemukan petunjuk arah ke jalan Margonda itu tapi belum kunjung sampai. Kami sampai di jalan Sawangan dengan petunjuk menuju ke arah Pasar Minggu dan Lenteng Agung. Tentu ini lebih baik, karena tidak mesti memasuki pusat kota Depok. Jalan itupun kami ikuti. Dua kali kami harus melewati genangan banjir setinggi 30 cm. Kali ini, pelang petunjuk ke arah Pasar Minggu dan Lenteng Agung yang kami lalui berkali-kali. Kami masih berada di titik antah berantah. Hari saat itu sudah hampir jam tiga. Dan hujan masih mengguyur. Perut sedang lapar-laparnya. Tapi tidak terlihat rumah makan yang memungkinkan untuk parkir karena jalan kecil dan setengah macet.

Akhirnya sampai juga kami di Lenteng Agung. Melalui jalan arah ke Pasar Minggu. Jalan ini lebih tersendat. Kami lalui dengan beringsut-ingsut sampai ke persimpangan untuk masuk ke toll JOR. Berbelok ke kanan menyeberangi rel kereta api. Dan terus merambat menuju pintu toll. Sudah hampir jam empat sore dan hujan masih gerimis.  

Untunglah jalan toll ini sangat lancar. Terakhir sekali kami menuju jalan Caman. Mampir ke restoran Sari Bungo yang sebenarnya tidak terlalu jauh dari komplek perumahan kami. Makan di ujung lapar. Di saat hujan masih belum reda juga. 

Begitulah pengalaman di Sabtu Kelabu hari ini.

****                    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar