Kemaksiatan Biang Kehancuran Peradaban
Rubrik: Tazkiyatun Nufus |
Oleh: Abu Ihsan - 24/10/14 | 09:37 | 00 Muharram 1436 H
dakwatuna.com -
حدّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ، حَدَّثَنَا زَكَرِيَّاءُ، قَالَ: سَمِعْتُ عَامِرًا، يَقُولُ: سَمِعْتُ النُّعْمَانَ بْنَ بَشِيرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ” مَثَلُ القَائِمِ عَلَى حُدُودِ اللَّهِ وَالوَاقِعِ فِيهَا، كَمَثَلِ قَوْمٍ اسْتَهَمُوا عَلَى سَفِينَةٍ، فَأَصَابَ بَعْضُهُمْ أَعْلاَهَا وَبَعْضُهُمْ أَسْفَلَهَا، فَكَانَ الَّذِينَ فِي أَسْفَلِهَا إِذَا اسْتَقَوْا مِنَ المَاءِ مَرُّوا عَلَى مَنْ فَوْقَهُمْ، فَقَالُوا: لَوْ أَنَّا خَرَقْنَا فِي نَصِيبِنَا خَرْقًا وَلَمْ نُؤْذِ مَنْ فَوْقَنَا، فَإِنْ يَتْرُكُوهُمْ وَمَا أَرَادُوا هَلَكُوا جَمِيعًا، وَإِنْ أَخَذُوا عَلَى أَيْدِيهِمْ نَجَوْا، وَنَجَوْا جَمِيعًا “
وَاتَّقُوا فِتْنَةً لاَتُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنكُمْ خَآصَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang dzalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya”
Siapakah orang Islam yang pertama kali berani minum khamr setelah Allah dan Rasul-Nya mengharamkan?
Siapakah orang Islam yang pertama kali memamerkan auratnya setelah Allah dan Rasulnya mengharamkan?
Siapakah orang Islam pertama yang pertama kali memasang tattoo di tubuhnya setelah Allah melalui Rasul-Nya mengharamkan?
Siapakah
orang Islam yang pertama kali mempelopori pacaran dan khalwat pria dan
wanita bukan muhrim setelah Allah dan Rasul-Nya mengharamkan?
Pernahkah
kita membayangkan betapa masyarakat muslim dewasa ini bisa sedemikian
permisif dengan perilaku yang melanggar syariat Allah.
Pernahkah kita bertanya bagaimana semua ini dapat terjadi.
Sering kita dengar dari orang tua kita betapa dulu sangat sulit melihat orang berbuat maksiat terang-terangan.
Hari
ini bahkan selain melakukan maksiat terang-terangan, banyak juga
orang-orang ‘well educated’ bahkan memberi dukungan atas menyebarnya
kemaksiatan tersebut.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut mari kita
renungkan sebuah hadits yang cukup panjang dari baginda Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wasallam.
حدّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ، حَدَّثَنَا زَكَرِيَّاءُ، قَالَ: سَمِعْتُ عَامِرًا، يَقُولُ: سَمِعْتُ النُّعْمَانَ بْنَ بَشِيرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ” مَثَلُ القَائِمِ عَلَى حُدُودِ اللَّهِ وَالوَاقِعِ فِيهَا، كَمَثَلِ قَوْمٍ اسْتَهَمُوا عَلَى سَفِينَةٍ، فَأَصَابَ بَعْضُهُمْ أَعْلاَهَا وَبَعْضُهُمْ أَسْفَلَهَا، فَكَانَ الَّذِينَ فِي أَسْفَلِهَا إِذَا اسْتَقَوْا مِنَ المَاءِ مَرُّوا عَلَى مَنْ فَوْقَهُمْ، فَقَالُوا: لَوْ أَنَّا خَرَقْنَا فِي نَصِيبِنَا خَرْقًا وَلَمْ نُؤْذِ مَنْ فَوْقَنَا، فَإِنْ يَتْرُكُوهُمْ وَمَا أَرَادُوا هَلَكُوا جَمِيعًا، وَإِنْ أَخَذُوا عَلَى أَيْدِيهِمْ نَجَوْا، وَنَجَوْا جَمِيعًا “
Abu Nu’aim berkata kepada kami, Zakaria berkata
kepada kami, ia berkata: “Aku telah mendengar ‘Amir, ia berkata: Aku
telah mendengar An-Nu’man bin Basyir r.a. dari Nabi saw beliau bersabda:
“Perumpamaan orang yang teguh menjaga larangan-larangan Allah SWT dan
orang yang melanggar larangan-larangan-Nya seperti sekelompok orang yang
berebut naik ke dalam sebuah perahu. Maka
sebagian mereka dapat bagian atas kapal dan sebagian lainnya mendapat
bagian bawah. Para penumpang yang berada di bagian bawah kapal jika
memerlukan air harus melewati para penumpang yang berada di atas.
Kemudian penumpang yang berada di bawah itu berkata: “Seandainya kami
lubangi tempat duduk kami satu luang saja, maka kami tidak usah lagi
mengganggu para penumpang yang berada di atas”. Apabila penumpang
lainnya membiarkan mereka dengan apa yang mereka kehendaki, niscaya
hancurlah seluruh penumpang kapal. Dan apabila penumpang lainnya
mencegah tangan mereka dari upaya melubangi kapal, niscaya selamatlah
seluruh penumpang kapal”.
Takhrij Hadits
Hadits
ini dikeluarkan oleh Al-Bukhory dalam “Asy-Syahaadaat” dari ‘Umar bin
Hafsh bin Ghiyats dari ayahnya dari Al-A’masy dari Asy-Sya’by. Dan
dikeluarkan oleh At-Tirmidzi dalam “Al-Fitan” dari ahmad bin Mani’ dari
Abu Mu’awiyah dari Al-A’masy, dan ia berkata: Hadits ini Hasan
Shohih.
Bagi sebagian orang hadits tersebut merupakan perintah
amar ma’ruf nahi munkar. Sehingga setiap orang diminta untuk
melaksanakannya.
Namun mari kita telaah lebih lanjut maka akan
kita dapatkan bagaimana sebuah kemaksiatan menjadi sebuah penyakit
sosial dan kemudian bahkan dianggap budaya. Kalimat “Seandainya kami
lubangi tempat duduk kami satu luang saja, maka kami tidak usah lagi
mengganggu para penumpang yang berada di atas” menggambarkan suatu kondisi awal terjadinya kemaksiatan yaitu:
- Adanya anggapan baik terhadap suatu wacana kemaksiatan
- Adanya pembiaran pada tahap wacana kemaksiatan di kalangan terdekat (para penumpang di bagian bawah)
- Tidak adanya kepekaan pada kemungkinan munculnya kemaksiatan di kalangan yang terkait secara tidak langsung dengan para pelaku kemaksiatan.
Ilustrasi sederhananya sebagai berikut…
Dalam
sebuah masyarakat yang taat dan patuh terhadap sebagian besar perintah
dan larangan Allah, tidak mustahil muncul informasi betapa nikmatnya
minum khamr. Jika informasi ini dibiarkan maka melekatlah dalam persepsi
masyarakat. Kemudian seorang, ya hanya seorang pemuda merasa penasaran
untuk mencoba minum khamr. Tentu saja dia tidak berani melakukannya di
tengah masyarakatnya yang demikian taat dan mengharamkan khamr. Maka dia
pun mencobanya di kampung yang membolehkan khamr.
Orang tua sang
pemuda karena kelalaiannya tak mengetahui bahwa sang pemuda diam-diam
pergi ke kampung seberang untuk mencoba khamr. Dan tatkala pemuda itu
sudah dirasuki minuman memabukkan tersebut lambat laun muncul
keberaniannya untuk mencoba di rumahnya.
Orang tuanya pun kemudian
marah dan menasehatinya. Namun pemuda itu tetap pada pendiriannya. Maka
melunaklah orang tuanya dan mengatakan bahwa ia boleh minum tapi hanya
di rumah saja.
Kemudian berlalulah masa, pemuda yang sudah
dirasuki khamr tersebut semakin berani. Ia kemudian meminumnya di
halaman rumahnya. Orang tuanya pun kemudian marah dan menasehatinya.
Namun pemuda itu tetap pada pendiriannya. Maka melunaklah orang tuanya
dan mengatakan bahwa ia boleh minum tapi hanya sampai halaman rumah
saja.
Kemudian berlalulah masa, pemuda yang sudah dirasuki khamr
tersebut semakin berani. Ia kemudian meminumnya di tempat kumpul para
pemuda. Warga pun kemudian marah dan menasehatinya. Namun pemuda itu
tetap pada pendiriannya. Maka melunaklah para warga dan mengatakan bahwa
ia boleh minum tapi hanya untuk dirinya saja.
Jika ini dibiarkan
maka perilaku pemuda ini menggugah pemuda lain melakukan hal serupa, dan
jika masyarakat membiarkannya maka terjadilah apa yang disebut wabah
kemaksiatan.
Demikian halnya dengan merebaknya perzinaan,
homoseksualisme, korupsi, tattoo, dan berbagai kemaksiatan lainnya
melalui proses yang serupa.
Syekh Muhammad Quthb mengingatkan kita
tentang wabah kemaksiatan yang terjadi karena tidak pedulinya
masyarakat terhadap kemaksiatan yang dianggap remeh. Dan saat wabah
sudah terjadi maka sesungguhnya kerugiannya tidak sekadar kerugian moral
melainkan akan berimbas pada kehancuran material. Dan kehancuran
peradaban hanya soal waktu.
Betapa banyak peradaban besar yang
binasa dikarenakan dekadensi moral sudah menjadi budaya. Kaum Samud,
kaum Aad, dan bangsa-bangsa besar lainnya yang harus rela kehilangan
kejayaannya disebabkan mereka membiarkan bibit kemaksiatan tumbuh.
Oleh
sebab itu, teguhlah kita dalam menjaga larangan-larangan Allah kepada
anak-anak kita dan orang-orang yang dalam wewenang kita. Sebagaimana
mereka ‘bersabar’ untuk mendapat izin dari kita untuk bermaksiat maka
kita pun akan bersabar untuk mencegah mereka agar tidak melanggar
larangan-larangan Allah tersebut.
Jika kita enggan bersabar atau tidak peduli, maka
sesungguhnya kita sedang menggali kuburan besar. Yaitu kuburan bagi
kita dan masyarakat beradab yang kita tinggali hari ini. Surat Al-Anfal
ayat 25 patut menjadi bahan renungan kita selanjutnya..
وَاتَّقُوا فِتْنَةً لاَتُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنكُمْ خَآصَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang dzalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya”
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2014/10/24/58891/kemaksiatan-biang-kehancuran-peradaban
Tidak ada komentar:
Posting Komentar