Jumat, 14 Juni 2013

Kunjungan Ke Malaysia (5)

Kunjungan Ke Malaysia (5) 

Di dinding musium (bekas istana lama Yang Dipertuan Besar itu), ada terpampang silsilah  serta keterangan tentang penguasa pertama Negeri Sembilan yang didatangkan dari Pagar Ruyung. Tersebutlah bahwa Yang Dipertuan Besar (disingkat juga Yamtuan Besar) pertama yang dijemput ke Minangkabau adalah Raja Malewar. Beliau memerintah antara tahun 1770 sampai 1795. Ketika beliau mangkat dikirimlah kembali utusan menjemput raja baru ke Minangkabau.  Kali ini diutus Raja Hitam untuk menjadi raja baru. Beliau ini menikahi puteri Raja Malewar. Raja Hitam berkuasa sampai dia mangkat tahun 1808. Lalu ketika Raja Hitam mangkat dikirim pula utusan kembali ke Pagar Ruyung. Kali ini yang dikirim adalah Raja Lenggang yang memerintah sampai tahun 1824.

Sepeninggal Raja Lenggang, karena di Minangkabau sedang terjadi perang Paderi dan raja-raja di Pagar Ruyung sedang bermasalah dengan kaum Paderi, tidak dikirim lagi utusan menjemput raja baru ke Minangkabau. Yang diangkat jadi raja berikutnya adalah putera Raja Lenggang yang bernama Raja Radin. Yang terakhir ini kemudian digantikan oleh adiknya Raja Imam. Sepeninggal Raja Imam terjadi persaingan antara putera Raja Radin dengan putera Raja Imam untuk berkuasa. Tapi dewan penasihat raja, memilih putera Raja Radin, yang bernama Tengku Antah untuk memerintah. Yang Dipertuan Besar sampai sekarang adalah keturunan dari Raja Antah ini. Begitulah ceritanya.

Ada sebuah peta yang menunjukkan jalur perjalanan menjemput raja ke Pagar Ruyung itu, yakni dari Pagar Ruyung melalui Jambi, turun ke Palembang lalu dari Palembang berlayar ke arah pulau-pulau Lingga dan seterusnya menuju pantai barat Semenanjung dekat Negeri Sembilan. Entah berapa lama waktu yang diperlukan untuk pergi dan pulang menempuh jalan yang cukup panjang itu.

Lingkungan di sekitar istana lama di Sri Menanti itu banyak kemiripannya dengan tempat berdirinya 'Ustano Rajo di Pagar Ruyung' yang sekarang. Di sebuah lembah datar di lingkung bukit dan tidak jauh dari kaki bukit. 

Istana kayu di Sri Menanti itu selesai dibangun tahun 1908 di saat pemerintahan Raja Muhammad. Tidak diketahui dimana letak istana raja-raja sebelumnya.

Masih di dalam istana itu, ada foto Yang Dipertuan Besar Abdur Rahman bersama Tengku Abdur Rahman Putera dan Gubernur Jenderal Inggeris terakhir ketika Semenanjung Malaya memperoleh kemerdekaan dari Inggeris di tahun 1957. Yang Dipertuan Besar Abdur Rahman adalah Yang Dipertuan Agong Malaya yang pertama. Wajah beliau ini diabadikan di uang kertas ringgit Malaysia sampai sekarang. Beliau adalah putera dari Yang Dipertuan Besar Muhammad putera dari Yang Dipertuan Besar Antah.

**

Kami tinggalkan kompleks Istana Sri Menanti itu jam setengah dua siang. Tidak ada perkampungan dengan perumahan rakyat di sekitar kompleks itu. Setelah agak jauh dari komplek itu barulah kami menemukan rumah-rumah masyarakat terpisah-pisah di pinggir jalan raya. Ada sedikit sawah di samping hutan di kaki bukit, di pinggir jalan itu. Aku baru sadar, bahwa inilah pertama kali aku melihat sawah selama perjalanan dari KL. Yang jauh lebih dominan adalah kebun kelapa sawit. Aku bertanya kepada Kamal, dari mana orang Malaysia mendatangkan beras karena sepertinya di sepanjang jalan yang aku lalui hampir tidak pernah terlihat sawah. Kamal menjawab ada negeri penghasil beras di Malaysia, tapi dia lupa negeri mana.

Tidak terlihat adanya restoran di sepanjang jalan yang kami lalui. Aku menanyakan hal itu kepada Kamal. Katanya kalau mau mencari restoran mungkin harus masuk kota Seremban. Rupanya di sekitar Sri Menanti ini tidak terlihat sama sekali keberadaan rumah makan. Membuat rumah makan di tepi jalan tidak ditiru orang Negeri Sembilan dari saudara mereka di Minangkabau. Meskipun sebenarnya perut sudah cukup lapar, kami sepakat untuk mencari tempat makan di KL saja, yang akan dicapai lebih sedikit dari satu jam menurut Kamal.

Kami lalui warung-warung kecil di pinggir jalan, yang menjual ayam dan itik bakar, digantung sedemikian rupa. Istriku melihat ada juga lemang dalam tabung bambu di salah sebuah warung pinggir jalan itu. Kami minta Kamal berhenti di sebuah warung. Ada bebek dan ayam bakar serta ikan lele bakar yang dijualnya. Bebek, ayam dan lele itu rupanya harus dimasak (digoreng atau digulai) lagi sebelum dinikmati.

Dengan percaya diri aku sapa ibu pemilik warung itu berbahasa Minang. Kecele. Ternyata dia tidak bisa. Rupanya tidak semua penduduk di sekitar Sri Menanti pandai berbahasa Minang. Dia juga menjual rendang yang dipak dalam kotak plastik. Kami beli satu tabung lemang dan sekotak rendang. Rasanya ternyata biasa-biasa saja. Tapi lumayanlah sekedar pengganjal perut lapar.

Lalu kami teruskan perjalanan ke KL. Kamal bercerita tentang aturan kecepatan kendaraan di jalan tol yang dikawal cukup keras. Kecepatan maksimum adalah 100 km per jam. Di tempat-tempat tersembunyi diletakkan kamera tv untuk memonitor kecepatan kendaraan yang lalu lalang. Kendaraan yang melanggar akan direkam dengan sangat rinci sehingga pengemudinya tidak mungkin memungkiri. Pemilik kendaraan itu akan dikirimi tagihan denda RM 300 untuk pelanggaran yang harus dibayar sendiri. Kalau tidak dibayar, si pelanggar diancam akan dituntut di pengadilan dan hukumannya akan lebih berat. 

Kami sampai di KL dalam cuaca cerah. Atas saran Kamal kami pergi makan ke restoran nasi Kandar. Restoran masakan India yang banyak peminatnya. Kami harus antri. Di sini kita dilayani pelayan restoran yang menyandukkan nasi lemak (nasi Kandar) dan lauk yang kita pilih. Kami makan dengan gulai kambiang urang Kaliang dan sayur lainnya. Yang ternyata bolehlah. Sampai berpeluh-peluh kami makan. Harganya pertengahan antara di kedai mamak (biasa) dekat hotel dan restoran Minang kemarin.

Sesudah makan, kami diantarkan ke penginapan. Sebelum berpisah Kamal minta maaf atas insiden kecil 'soal harga' tadi pagi. Aku membayar sesuai perjanjian tapi aku tambahkan juga Rm 10 sebagai tip. Kamal berulang-ulang mengucapkan terima kasih.

****
                             

Tidak ada komentar:

Posting Komentar