Minggu, 29 Maret 2015

Terperangah

Terperangah  

Aku ikut terperangah dengan keputusan-keputusan pemerintah sekarang. Biasanya aku malas berkomentar tentang pemerintah, politik dan orang-orang politik. Bahkan ketika terjadi debat di dunia maya atau di dunia nyata antara pendukung kelompok yang satu dengan yang lain, aku tidak pernah mau ikut. 

Aku terperangah ketika pemerintah menaikkan lagi harga bensin. Bensin premium dari Rp 6800 menjadi Rp 7300. Pertamax dan pertamax plus bahkan sudah lebih dulu menaikkan harga. Terperangah karena ini dilakukan ketika harga minyak dunia bertahan di sekitar US$ 50 per barrel. Lalu wakil presiden dengan enteng mengatakan bahwa harganya dinaikkan sesuai dengan nilai rupiah yang merosot dibandingkan dollar Amerika. Lho, kok begitu? Yang seharusnya menjaga agar nilai rupiah tidak merosot itu bukannya pemerintah? Seandainya suatu ketika nanti harga minyak mentah dunia naik lagi ke paras di atas US$ 100 per barrel, entah berapa harga premium akan dijual pemerintah. 

Yang repotnya bagi masyarakat awam, setiap kali harga BBM dinaikkan ongkos transport seperti bus, angkot dan taksi secara otomatis dinaikkan oleh pengusaha angkutan. Ketika harga BBM turun ongkos transport tidak pernah turun. Lalau ketika BBM kembali naik harganya, ongkos transport ini naik lagi. Dan setiap kali ongkos transport naik, barang-barang keperluan sehari-hari ikut naik. Hal seperti ini yang benar-benar menyakitkan bagi masyarakat. Pemerintah seolah-olah menutup mata dengan kenyataan ini.

Pemerintah kita tidak pernah menjelaskan secara rinci berapa sebenarnya biaya yang diperlukan untuk mendapatkan satu liter bensin. Dengan membandingkan harga jual bensin di negara kita dengan harga bensin di Malaysia misalnya kita tahu bahwa kita telah membayar lebih mahal untuk satu liter premium (RON 88) di sini dibandingkan dengan bensin RON 95 di Malaysia. Padahal Malaysia juga mengatakan bahwa mereka tidak lagi memberi subsidi dalam penjualan bahan bakar minyak. Banyak pendapat mengatakan bahwa saat ini justru pengguna BBM yang mensubsidi pemerintah.

Alasan pemerintah lagi, seperti pernyataan bapak wakil presiden, karena mereka membutuhkan banyak dana untuk membangun. Bolehkah hal ini dijadikan alasan untuk menaik-naikkan harga? Bukan saja harga BBM untuk kendaraan bermotor yang dinaikkan, tetapi termasuk gas yang diperlukan rumah tangga untuk memasak, tarif listrik dan sebagainya. Sepertinya pemerintah benar-benar membebankan segalanya kepada rakyat, sementara rakyat semakin tercekik dalam kesulitan hidup, dengan penghasilan yang terbatas. 

Aku terperangah membaca pernyataan pejabat pemerintah bahwa yang tidak sanggup membayar pajak bumi bangunan, maka tanahnya akan disita. Wadduh..... Ini kita hidup di jaman penjajahan atau bagaimana? 

Aku terperangah karena keadaan sungguh sangat memprihatinkan.......

****
                                             

Tidak ada komentar:

Posting Komentar