Sabtu, 07 Januari 2012

Sebuah Pelajaran Telak

Sebuah Pelajaran Telak 

Hari Kamis siang, salah seorang rekan di tempat kerja (orang Amerika beristrikan orang Jawa), mengajak kami sekantor makan siang bareng. Artinya dia traktir. Kami sekantor itu terdiri dari sekitar dua belas orang. Tempat makannya di sebuah resto Sunda, beberapa puluh meter dari bangunan kantor kami. Kami berjalan kaki ke sana.

Di pinggir jalan menuju ke restoran, kami lalui ada beberapa batang pohon yang ditempeli peringatan bertuliskan, bahwa pohon tersebut rawan patah (dahannya) atau bahkan rubuh jika diterjang angin kencang. Aku mematut pohon yang berdiri kekar itu, yang sepertinya cukup kukuh untuk tidak sampai dirubuhkan oleh kekuatan angin. Rasa-rasanya.....

Seselesai acara makan siang, kami kembali beriring-iring melewati jalan yang sama menuju ke kantor. Udara cukup panas. Kami berkeringat menempuh jalan beberapa puluh langkah itu. Mataku kembali mengamati pohon-pohon tadi. Pohon yang diameter batangnya sekitar 80 senti, tingginya hampir sepuluh meter. Terlihat sangat kokoh.

Siang itu, ketika aku sedang asyik bekerja, aku dikagetkan oleh suara titik hujan yang tiba-tiba saja dengan deras jatuh di dinding kaca di belakang tempat dudukku. Aku berdiri dan melihat keluar. Masya Allah, ada segumpalan awan sangat hitam bergerak dari arah barat ke arah bangunan ini. Aku terkesima memandangnya. Beberapa menit kemudian, ketika diluar berubah menjadi (seperti) gelap, aku menoleh lagi mengamati. Ya Allah..... angin berputar dan menderu menghalau curahan hujan yang berwarna gelap itu. Di luar tidak terlihat apa-apa lagi. Kami berkumpul ke sebuah ruangan lain untuk melihat pemandangan yang menakutkan itu. Angin badai dan hujan lebat. Berlalu untuk beberapa menit yang agak panjang.

Menjelang waktu shalat asar, udara sudah kembali terang. Waktu akan pergi ke mushala untuk shalat asar, mataku menangkap pemandangan kemacetan di jalan arah ke Grogol. Beberapa detik yang aku amati, kendaraan yang bertumpuk dalam barisan panjang itu tidak bergerak sama sekali. Kembali dari shalat asar, terlihat lagi suasana di jalan arteri arah ke Grogol itu. Barisan panjang kendaraan tetap tidak bergerak. 

Jam setengah lima aku bersiap untuk pulang dan turun ke lantai bawah. Tidak ada taksi yang menjemput. Hujan rintik-rintik masih turun. Aku mengembangkan payung dan melangkah ke pinggir jalan. Sebuah taksi berhenti dan rupanya ada penumpang yang turun. Orang dari kantor kami juga. Aku dipersilahkannya memakai taksi tersebut. Sopir taksi itu bercerita bahwa mereka terjebak selama tiga setengah jam, untuk menempuh jarak dari Mampang ke Slipi, karena banyak pohon tumbang di sepanjang jalan arah ke Grogol. Alhamdulillah, lalulintas yang mengarah ke Cawang kelihatannya  lancar.  

Taksi itu melintas di depan jalan yang kami lalui tadi siang. Masya Allah wa subhanallah..... Pohon yang aku amati sambil berjalan tadi siang, terguling dengan akar-akarnya tercerabut. Pohon berakar tunggang, berdiri kokoh dan tinggi, dikalahkan Allah dengan tiupan angin. Mahasuci Allah dan Maha Perkasa Dia....... Kita, makhluk-Nya tidak punya daya dan kekuatan kecuali dengan izin-Nya..... Aku menyaksikan sebuah pelajaran yang sangat telak hari itu.
*****

                                        

Tidak ada komentar:

Posting Komentar