Jumat, 23 Desember 2011

Menjadi Orang Pertengahan

Menjadi Orang Pertengahan

Anak bungsuku sedang giat-giatnya membentuk jatidirinya sendiri. Dia mencoba berusaha sendiri, berbuat sesuatu, yang kalau boleh melibatkan dan membawa kebajikan kepada orang banyak. Dia sedang merintis sebuah usaha. Dan dia terlihat bersungguh-sungguh untuk itu. Sebuah pekerjaan yang mungkin tidak mudah, lebih-lebih di tengah-tengah kecenderungan kebanyakan orang untuk meraih untung besar yang kalau bisa dalam waktu singkat. 

Aku cukup mengawasi saja dari kejauhan. Jarang aku berkomentar, menasihati ataupun mengeritik. Aku cukup percaya bahwa dia tahu apa yang diinginkannya dan tahu bagaimana mencapainya. Dan berharap bahwa dia akan menjaga dirinya untuk tetap jadi 'orang pertengahan' saja.

Aku sendiri tidak mempunyai bakat untuk jadi pengusaha. Meski pun ide kadang-kadang ada, dan bahkan sering cukup autentik, tapi keberanian untuk merealisasikannya tidak pernah cukup. Akhirnya tidak pernah sekali juga ide-ide yang macam-macam itu bisa terlaksana.

Penyebabnya, di samping tidak ada keberanian berspekulasi, aku juga sering merasa cukup dengan yang sudah ada saja. Yang sudah ada itu adalah upah atau gaji yang aku terima sebagai pekerja. Sebagai karyawan. Rasanya, selama ini aku cukup jadi 'orang pertengahan' saja. Tidak kekurangan, alhamdulillah, dan tidak pula mempunyai harta yang berlindak-lindak. Yang terakhir ini artinya kaya sekali. 

Harta banyak, atau kekayaan itu ibarat fatamorgana yang menipu. Begitu pendapatku. Begitu menurut pengamatanku. Tidak ada kekayaan yang menjadikan seseorang abadi. Seberapa kaya pun seseorang, tidak akan sanggup dia menambah jatah hidupnya. Seringkali, harta banyak itu menjadikan kebanyakan orang lupa diri. Lupa beribadah dan mendekatkan diri kepada Sang Maha Pencipta.

Perjalanan hidupku ternyata juga menempatkanku di tengah-tengah saja dalam banyak hal. Pendidikan di pertengahan. Karir di tempat bekerja dulu di pertengahan. Kesanggupan berIbadah di pertengahan. Alhamdulillah, rasanya cukup-cukup saja berada 'di pertengahan' itu. Kadang-kadang memang pernah juga timbul bisikan dalam hati. Kenapa awak kalah dari orang? Kenapa orang bisa sampai 'di sana' awak di' sini-sini' saja. Kenapa orang bisa punya 'ini-itu' awak hanya punya 'ini ke ini' saja. Tapi untunglah, biasanya aku cepat sadar. Peruntungan setiap orang itu sudah ada ketetapannya dari Allah. Cukuplah aku bersyukur dengan peruntunganku. 

Mudah-mudahan Allah SWT meridhai dan membimbingku untuk senantiasa berada di pertengahan. Aaamiin.... 

*****                                        

Tidak ada komentar:

Posting Komentar