Sabtu, 30 Maret 2013

Bebek Slamet

Bebek Slamet  

Pertama kali aku mencicipi bebek Slamet ini sekitar dua tahun yang lalu di Jogyakarta. Bebek muda digoreng kering dihidangkan dengan lalap yang di antaranya ada rebusan daun pepaya. Satu-satunya yang agak kurang berkenan dari rangkaian sajian itu adalah sambel koreknya yang 'alllahu rabbi' pedasnya, karena sepertinya seratus peratus cabe rawit. Untuk yang satu ini aku menyerah.

Bebek muda yang digoreng kering itu memang lumayan gurih. Tidak ada amis-amisnya seperti kebiasaan daging bebek kalau salah penanganannya. Kami sekeluarga, termasuk menantu dan cucu-cucu menyukainya. Ternyata rumah makan Bebek Slamet sudah merambah Jakarta. Kami beberapa kali mengunjungi yang di Jatiwaringin. Bahkan pernah datang ke sana sekitar jam setengah sembilam malam, ternyata sudah kehabisan. 

Kemarin siang setelah meraun-raun di Balikpapan, termasuk ke kilo sepuluh mengunjungi pesantren Al Mujahiddin (sayang tidak bertemu dengan ustadz Rusdiman yang sedang pergi umrah), lalu diteruskan ke Kawasan Wisata Pendidikan Lingkungan Hidup di KM 23 arah ke Samarinda. Di sini dipelihara beruang madu  ex sitaan dari orang-orang yang memelihara hewan tersebut dalam kandang. Kasihan juga, bahwa hewan yang dirusak habitatnya itu dipelihara sesudah dirusak fisiknya seperti dipotong kuku dan taringnya secara permanen oleh pemelihara perorangan. Lalu pemerintah daerah menyitanya dan memeliharanya di dalam taman tersebut. 

Dari taman KWPLH kami kembali ke Balikpapan. Shalat zuhur (terlambat, sudah jam satu lewat) di mesjid Istiqamah. Mesjid yang semakin rapi dan banyak kesibukannya. Bertemu dengan seorang aktifis Yayasan Ar Rahman yang sudah lupa namanya.   

Setelah itu barulah kami menuju restoran Bebek Slamet di jalan Puspoyudho. Sebuah restoran yang lebih apik dari yang pernah kami kunjungi di Jogya maupun di Jakarta, karena yang ini ber-ac dengan meja kursi yang lebih baik. Sedang ramai pengunjung pula. Berarti bisnis mereka di Balikpapan ini cukup sukses. Rasa bebek gorengnya standar, artinya sama seperti yang pernah kami makan sebelumnya. Termasuk pedes sambel korek yang bersangatan itu, disertai kehadiran lalap rebusan daun pepaya. Kemampuan mempertahankan rasa ini memang merupakan syarat kalau usaha ini mau dibuka di banyak tempat. Kecuali Hamizan yang sepertinya masuk angin atau belum puas tidur di pangkuan, kami menikmati makan siang kemarin itu. 

Tadi malam kami dijamu oleh inyiak Ben (adikku yang paling bungsu) di rumahnya dengan hidangan bebek hijau Koto Gadang, gulai ayam nenas muda, burung dara goreng balado. Semua adalah masakannya berdua dengan istrinya, nenek Yayuk. Kami cepak cepong menikmatinya, sampai terperangah karena kenyang berat.  

*****

                        

Jumat, 29 Maret 2013

Mesjid Istiqamah Balikpapan

Mesjid Istiqamah Balikpapan 

Tadi siang kami (aku dan menantu) pergi shalat Jumat ke mesjid Istiqamah. Dua puluh tahun lebih yang lalu aku biasa shalat Jumat di mesjid ini. Imam mesjid waktu itu adalah allahiyarham ustadz Mastur. Banyak kegiatan ekstra kami lakukan di mesjid ini di awal tahun sembilan puluhan, termasuk di antaranya membentuk Yayasan Ar Rahman, sebuah yayasan penunjang kegiatan dakwah ke daerah terpencil di sekitar Balikpapan. 

Yang jadi khatib dan imam shalat di mesjid Istiqamah tadi siang adalah Syamsi Ali, imam mesjid di New York, Amerika Serikat, yang rupanya sedang bertamu ke kota Balikpapan ini. Khutbah beliau tentang bagaimana Islam yang coba dilecehkan dan difitnah oleh masyarakat barat, ternyata justru menjadi semakin populer di kalangan orang-orang barat. Islam difitnah, diintimidasi, diburuk-burukkan. Termasuk ke dalam usaha menistakan Islam itu adalah pristiwa 11 September tahun 2001. Pelaku teror pada tanggal itu dituduhkan sebagai orang Islam. Keingin-tahuan orang barat justru semakin bertambah terhadap Islam. Keingin-tahuan itu diatasi dengan mencoba membaca al Quran, kitab suci umat Islam. Setelah membaca mereka jadi tertarik untuk mempelajari ajaran Islam dan akhirnya masuk Islam. Semakin banyak mereka yang masuk.

Diberikannya contoh seseorang yang datang kepadanya dengan pakaian seorang bikshu Budha untuk berdiskusi. Seseorang yang tadinya beragama Kristen, tidak mendapatkan ketenangan dalam hidupnya dengan agama yang dianutnya, lalu beralih ke agama Budha, bisa mendapatkan ketenangan ketika dia melakukan samedi (yoga), tapi begitu keluar dari ruang samedi dia kembali dihantui oleh bermacam masalah kehidupan. Dia belum mendapatkan ketenangan yang diinginkannya dengan menjadi penganut Budha. Lalu dia ingin belajar tentang Islam (datang dengan pakaian bikshu untuk menghormati seorang imam dalam Islam), lalu mereka berdiskusi dan akhirnya dia tertarik dan beralih menjadi pemeluk agama Islam.

Islam mengajarkan agar pemeluknya berbuat baik terhadap tetangga. Tidak beriman seseorang yang tidur dengan perut kenyang sementara tetangganya kelaparan. Begitu sabda Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam. Jadi orang Islam bukanlah orang yang suka membuat rusuh, mencelakakan orang lain.

Begitu lebih kurang isi khutbah ustadz Syamdi Ali.

Sesudah shalat Jum'at masih dilanjutkan dengan ceramah dan diskusi yang sayangnya, karena ada hal lain tidak dapat kami ikuti seutuhnya.


*****

                                     

Kamis, 28 Maret 2013

Mengunjungi Hamizan Di Balikpapan......


Mengunjungi Hamizan Di Balikpapan

Long week end ini kami hadir di Balikpapan. Mengunjungi cucu, Hamizan Hafidz. Setelah diprotes melulu, kenapa ngga mau lagi datang ke Balikpapan. Yang protes uminya Izan. Alasan tidak datang adalah alasan klasik, sibuk dan tidak ada waktu. Karena kenyataannya memang demikian.

Tapi akhirnya, ada juga waktu yang elok untuk datang. Kemarin sore kami, aku, istri dan si Bungsu datang ke sini. Berangkat jam lima sore, terlambat satu jam dari jadwal, dengan Lion Air. Jam delapan seperempat waktu  Balikpapan kami mendarat di Sepinggan. Bandara yang semakin rancak saja, kataku kepada si Bungsu. Si Bungsu cukup excited. Karena sejak meninggalkan kota ini dua puluh tahun yang lalu, dia belum pernah kembali lagi ke sini. Kalau aku sendiri, masih adalah. Minggu kemarinpun sempat mampir di bandara ini.
Keluar dari bandara kami sudah dijemput oleh Hamizan, serta umi dan ayahnya. Hamizan yang baru saja melewati usia 3 tahunnya  pekan lepas. Sangat gembira dia dan banyak ceritanya. Izan memang sangat pandai bercerita dan banyak omongannya.

Bandara ini ternyata sangat ramai. Harus antri untuk keluar, saking banyaknya kendaraan. Kami langsung ke Sepinggan tempat mereka tinggal di perumahan perusahaan. Nama komplek yang sama dengan nama bandara karena tempatnya memang berdekatan. Masih di 'kampung' yang sama. Hebohlah kami bercengkerama. Izan bertahan tidak segera tidur, padahal biasanya jam sembilan dia sudah tidur. 





Hari ini disamping shalat Jum'at di mesjid Istiqamah kami akan pergi melihat-lihat kota kelahiran si Tengah (umi Izan) dan si Bungsu ini.

*****  









                             

Kamis, 21 Maret 2013

Nunukan



Nunukan

Nunukan adalah sebuah pulau. Lalu sebuah kecamatan di atas pulau itu yang kemudian berubah menjadi kabupaten, meliputi pulau Nunukan sendiri, pulau Sebatik yang separuh punya Malaysia dan separuh lagi milik Indonesia, ditambah dengan daratan besar di pulau Kalimantan.                               
Hari Jumat tanggal 15 yang lalu aku berkesempatan mengunjungi pulau yang kabupaten itu. Untuk sebuah kunjungan lapangan geologi. Kami tujuh orang dalam rombongan dari Jakarta. Berangkat jam 6 pagi dari bandara Soeta menuju Balikpapan. Dari Balikpapan dilanjutkan ke Tarakan. Meski pernah tinggal 14 tahun di Kalimantan Timur, aku belum pernah ke Tarakan. Pagi itu adalah kunjunganku pertama kali.                               
Bandara Tarakan rupanya cukup besar. Pesawat B-737 R900 Lion Air membawa kami dari Balikpapan ke Tarakan. Seterusnya dari Tarakan ke Nunukan kami menggunakan pesawat Cesna seperti di gambar ini. Terbang di ketinggian maksimum 5000 kaki, pesawat ini memerlukan 20 menit untuk sampai di bandara Nunukan. Akupun terkesima melihat kota Nunukan yang ternyata lebih ramai dari yang aku bayangkan.
Kami diterima Kepala Dinas Pertambangan Kabupaten Nunukan untuk beramah tamah. Malamnya kami undang beliau untuk makan malam di sebuah restoran di kota itu. Sambil membicarakan rencana kunjungan kerja kami. Dan sambutan serta bantuan bapak penjabat ini sungguh sangat baik. Dia menugaskan stafnya untuk menemani kami selama kunjungan lapangan tersebut.
Hari Sabtu pagi, kami sarapan di kantor perwakilan perusahaan di Nunukan sebelum berangkat ke lapangan. Meski kami menginap di hotel yang lumayan bersih dan rapih, tidak seberapa jauh dari kantor itu.









Di pinggir jalan sebelum masuk menerabas semak belukar ke dalam hutan. Cuma lima ratus meter kata penunjuk jalan, ternyata kemudian sekitar tiga kali lipat, melalui belukar yang baru dirintis, ditambah acara turun naik tebing-tebing.... Sebuah tantangan untuk kaki tua di atas enam puluh tahun.....
Di lokasi sumur tua bekas Belanda, yang mereka buat tahun 1939...
Menarik.... Ada yang sangat menarik..... Semua terpukau....
Beristirahat sejenak di bawah pohon durian yang sedang berputik, sambil menikmati kelapa muda....... Di pekarangan penjaga kebun di tengah hutan. Banyak anjing di pekarangan ini dan banyak ayam. Anjing juga suka makan kelapa muda. Dan ayam yang berkokok ketawa... Coba seandainya duriannya sudah jadi buah yang matang. Konon, kata yang punya kebun ada yang sampai delapan kilo beratnya.. .
Ahad pagi kami mengitari pulau Nunukan dengan speed boat ke arah selatan. Siangnya kami menyeberang ke pulau Sebatik. 

Pulau Sebatik.... Di tapal batas dengan Malaysia. Rumah di latar belakang itu berada di Malaysia......
                                                Rembesan minyak.... di ujung selatan pulau Sebatik.... di tepi pantai.....
Selesai..... bersiap-siap untuk pulang. Cesna yang akan kami tumpangi untuk ke Tarakan tidak terbang pagi ini. Pilihannya naik bus air yang namanya DC10. Punya tiga mesin. Baru bergerak sekitar sepuluh menit satu mesinnya mati. Alhamdulillah dengan dua mesin dia masih cukup mantap mengharungi laut yang tidak terlalu berombak. Tiga jam untuk sampai di Tarakan (dengan tiga mesin harusnya dua jam saja). Sebuah kunjungan lapangan yang menyenangkan.....


Rabu, 20 Maret 2013

Bulan Maret

Bulan Maret  

Maret adalah bulan peralihan dari musim penghujan ke musim kemarau. Udara bulan Maret kadang-kadang susah diduga. Bisa banyak panas, bisa juga banyak hujan. Seperti sekarang ini yang masih sering diguyur hujan. Di sebuah bulan Maret juga, dua puluh enam tahun yang lalu, di separuh awalnya, kami sedang menanti. Penantian yang menjelang usai. Yang dinanti insya Allah akan segera datang. Seorang anggota keluarga baru. 

Kehadiran yang sebelumnya sudah dimintakan kepada Allah Rabbul 'aalamiin.

Kami adalah penduduk Balikpapan ketika itu. Udara Balikpapan di bulan Maret dua puluh enam tahun yang lalu itu seingatku banyak panasnya. Di sebuah senja, di hari Senin, di pertengahan yang sebenar-benar pertengahan bulan, di hari yang ke enam belas, istriku memberikan isyarat dengan rasa sakit yang semakin intens. Isyarat yang sudah difahaminya karena kali ini adalah pengalamannya yang ketiga. Kamipun bergegas menuju sebuah rumah bersalin, 'Restu Ibu' namanya. Rumah bersalin yang sama tempat puteri kami yang kedua dilahirkan. 

Dan proses itu berlangsung cepat dan mudah. Kali inipun aku hadir di bilik persalinan itu, menyaksikan  kelahirannya. Seorang bayi perempuan yang sehat. Alhamdulillah.  Ada sedikit keinginan sebelumnya untuk memperoleh anak laki-laki, mengingat dua anak pertama kami adalah perempuan. Tapi dengan kehadiran puteri yang ketiga ini kami tetap bersyukur kepada Allah. Rasa syukur yang dalam, ikhlas dengan apa yang diberikan Allah untuk kami.

Dan spontan pula, entah bagaimana datangnya akupun heran, namanya sudah muncul saja di otakku. Dalam perjalanan pulang dari rumah sakit untuk memberitahu nenek dan pak gaeknya serta kedua kakaknya yang menunggu di rumah. Nama itu adalah Nadya Fadila. Aku berharap dia akan jadi penengah nanti dalam kehidupannya. Di antara siapapun yang perlu ditengahinya.  

Nadya kecil itu kami bawa merantau ke Paris diusia enam bulan. Sekembali dari sana, ketika dia berusia hampir tiga tahun dimasukkan ke TK Istiqamah di Balikpapan. Dua tahun dia bersekolah di TK itu, umur lima tahun akan kami masukkan lagi ke TK untuk anak-anak karyawan perminyakan. Dia protes keras. Kalau masih TK lagi, dia tidak mau sekolah. Karena waktu itu dia sudah pandai membaca majalah Femina. Sementara SD sekolah untuk anak karyawan tidak mau menerima karena usianya masih lima tahun tiga bulan. Akhirnya dia dimasukkan ke sekolah dasar swasta lain.

Mengikuti kakaknya yang sudah lebih dahulu memakai jilbab, Nadya kecilpun mulai memakai jilbab sejak di kelas dua SD, ketika kami pindah ke Jatibening di akhir tahun 1993.  

Dia telah menyelesaikan kuliahnya sampai pendidikan apoteker di Farmasi ITB. Sampai sekarang sibuk dengan usaha sendiri, tidak mau jadi karyawan perusahaan orang lain. Mudah-mudahan Allah mengabulkan doa-doaku untuknya. 

*****                 

Sabtu, 09 Maret 2013

Kiat Menghafal Al Quran

Kiat Menghafal Al Quran 

Taklim kami ba'da subuh pagi ini di mesjid adalah tentang hafalan al Quran. Ustadz yang memimpin taklim bercerita bahwa beliau dahulu sudah berhasil menghafalkan al Quran 30 juz. Tapi kemudian sembilan juz berantakan dan hilang kembali. Penyebab utama hilangnya yang sembilan juz itu, menurut beliau karena beliau pernah ikut aktif berpolitik, ikut jadi caleg meskipun gagal. Untuk mengembalikan hafalan yang hilang itu ternyata tidak mudah dan sampai sekarang belum berhasil. Begitu cerita sang ustadz.

Mungkin untuk sekedar berbagi pengalaman atau mungkin beliau ingin tahu seberapa banyak hafalanku (sebagai imam mesjid) beliau meminta aku bercerita tentang pengalaman menghafalkan ayat-ayat al Quran. Agak malu aku menjelaskannya karena hafalanku tidak banyak. Tapi karena pertanyaan dan permintan itu rasanya tulus-tulus saja aku coba menjelaskan.

Aku belajar membaca al Quran ketika berumur delapan tahunan. Mulai dengan mengenal huruf hijaiyah alif ba ta sampai sedikit demi sedikit mampu membaca al Quran. Proses belajar membaca itu aku jalani selama dua tahun, sampai kami dinyatakan sudah mampu membaca al Quran dengan baik, lalu dikhatam dalam sebuah acara khatam al Quran di kampung. Sayangnya, pelajaran membaca al Quran itu boleh dikatakan berhenti sampai disana saja. Tidak ada yang menganjurkan dan menyemangati untuk menghafalkan ayat-ayat al Quran. Menghafal ayat-ayat pendek untuk dibaca dalam shalat justru diajarkan di sekolah dasar. Dan hafalan sampai sekitar sepuluh surat terpendek dari juz amma aku dapatkan dari menyimak imam ketika shalat tarawih di bulan puasa, yang bacaannya memang tidak terlalu banyak variasinya pula.

Mempunyai hafalan sekitar sepuluh (atau mungkin belasan) surah pendek itu bertahan sampai aku jadi mahasiswa bahkan sampai aku bekerja. Di tempat bekerja di Balikpapan kami biasa melakukan shalat tarawih dari rumah ke rumah. Waktu itu aku sering dijadikan imam shalat tarawih. Timbul rasa malu karena bacaannya hanya itu-itu saja. Dimulailah menambah beberapa lagi dari surah-surah di juz amma itu. Tapi tidak banyak.

Waktu pergi melaksanakan ibadah haji tahun 1990, aku terobsesi ingin menambah hafalan. Paling tidak mampu menghafal keseluruhan juz amma. Sepulang dari haji, dimulai mencoba menambah-nambah hafalan. Alhamdulillah berhasil, hafal sejak dari 'ammaa yatasaa aluun... Setelah itu ditambah dengan potongan-potongan ayat dari surah mana saja. Pertambahannya sangat pelan sekali.   

Di akhir tahun 1993 kami sekeluarga pindah ke Jakarta. Di mesjid komplek aku sering pula dijadikan imam bahkan terakhir diangkat jadi imam mesjid sampai sekarang. Ditambah-tambah juga hafalan itu walau tidak banyak. Ada kalanya agak bersemangat, dapat menghafalkan beberapa lembar. Tapi kesempatan seperti itu sangat jarang. Sampai sekarang alhamdulillah baru berasil menghafalkan surah al Baqarah dan beberapa surah di tengah-tengah al Quran seperti surah ar Rahman dan surah Sajadah. Aku membaca surah Sajadah dan surah Al Insaan satu kali hari Jumat dalam sebulan di waktu shalat subuh. Kebiasaan ini sudah berjalan cukup lama. Kenapa hanya sekali sebulan? Khawatir jamaah mesjid tidak ikhlas mengikutinya kalau dilakukan setiap hari Jum'at.

Masih dicoba-coba menambah hafalan ayat-ayatal Quran itu. Mudah-mudahan bertambah juga meski untuk bisa menghafal 30 juz rasa-rasanya hampir tidak mungkin.

Kata si ustadz pula agar diniatkan saja dan tetap diusahakan. Biarlah Allah yang menentukan nantinya akan sampai dimana.....

*****                 

Jumat, 08 Maret 2013

Neraka Wail Bagi Orang-orang Yang Curang

Neraka Wail Bagi Orang-orang Yang Curang 

Allah memperingatkan orang-orang yang curang dalam perdagangan dengan sebuah surah di dalam al Quran yakni surah Al Muthaffifin (surah ke 83). Ayat-ayat pertamanya berma'na; Celakalah bagi orang-orang yang mengurangi takaran. Orang yang jika menakar (untuk dirinya) dari orang lain, mereka takar dengan penuh. Tetapi ketika mereka menakar untuk orang lain, mereka menguranginya. Allah mengancam orang-orang curang seperti ini dengan neraka wail, sebagai hukuman atas kecurangan mereka itu. Karena mereka telah berlaku tidak adil, merugikan orang lain.

Allah menyuruh kita, orang-orang beriman, untuk berlaku adil.  Melarang kita dari berbuat curang. Berlaku adil dengan siapa saja. Orang yang adil tidak berprinsip tiba di mata dipicingkan, tiba di perut dikempiskan. Orang yang berprinsip seperti itu jelas bukan orang yang adil. Kalau memang salah, meski itu adalah anak kandung sendiri harus dinyatakan salah dan harus dihukum sesuai dengan kesalahannya. 'Seandainya Fathimah binti Muhammad mencuri, niscaya aku potong tangannya,' begitu sabda Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam. 

Berlaku adil itu harus dimulai dari diri sendiri. Siapapun kita. Jika kita seorang buruh, menerima upah sekian-sekian untuk satu hari bekerja, maka hendaklah kita benar-benar hadir dan bekerja untuk setiap hari yang kita dibayar sekian-sekian itu. Jangan hanya mau menerima upahnya saja tapi enggan menunaikan kewajiban. Sebaliknya tentu juga berlaku. Seandainya kita adalah seorang induk semang yang mempekerjakan seorang atau beberapa orang buruh. Hendaklah dibayar buruh-buruh itu pada waktunya sesuai dengan haknya. Jangan dibebani mereka dengan tanggung jawab lebih padahal upah mereka sudah ditentukan

Kecurangan adalah tipu daya setan. Betapa banyaknya orang-orang curang ini. Mereka ada di mana-mana. Coba saja kita tengok di sekeliling kita. Baik yang curang secara sembunyi-sembunyi atau secara terang-terangan. Untuk diri sendiri maunya diperlakukan secara adil tapi memperlakukan orang lain hilang sifat adilnya. Kalau orang lain itu bisa dirugikan niscaya akan dirugikannya.

Termasuk ke dalam contoh seperti ini adalah pedagang yang tidak amanah. Harga barang dagangannya seribu rupiah. Tapi karena dilihatnya calon pembelinya orang berduit, maka harga barangnya dinaikkannya berkali-kali lipat. Pedagang seperti ini adalah pedagang al muthaffifiin. Pedagang yang mengurangi takaran.

Ternyata ada yang lebih buruk dari contoh ini. Kalau yang diancam Allah di atas adalah orang yang berat sebelah. Orang yang untuk dirinya minta dicukupkan, sementara menakar untuk orang lain dikuranginya, maka ada kelompok yang lebih jahil dari itu. Yaitu orang yang serakah. Orang yang rakus  dan tidak perduli dengan orang lain. Seandainya orang lain tidak kebagian pun tidak jadi masalah baginya. Jadi dia tidak hanya sekadar menakar penuh untuk dirinya, tapi bahkan mengambil lebih dari haknya. Bila perlu bahkan berkali-kali lipat. Yang penting dirinya sendiri kenyang dan puas.

Orang seperti ini tentu akan lebih berat lagi hukuman yang akan diterimanya kelak di sisi Allah.

Mudah-mudahan kita mampu menahan diri agar tidak termasuk kelompok orang-orang yang curang.

*****
                                                  

Minggu, 03 Maret 2013

Cucuku Rafi Dan Rasyid

Cucuku Rafi Dan Rasyid   

Mereka sudah kelas satu SD sekarang. Umurnya sudah hampir tujuh tahun. Banyak kemajuan mereka sejak jadi murid SD. Bunda mereka mengontrol dan menjaga benar shalat mereka di rumah. Alhamdulillah, bukan hanya itu, mereka lebih sering ikut inyiak untuk shalat maghrib dan isya di mesjid. Dan itu atas kemauan mereka sendiri.  Hafalan surah-surah dari juz amma sudah semakin banyak. Rafi sudah menghafalkan surah al Bayyinah sementara Rasyid tertinggal satu surah, karena kelas mereka memang berbeda. Mereka menghafalkan surah-surah itu mundur sejak dari surah An Naas.

Selalu ada cerita-cerita menarik tentang mereka yang disampaikan bunda. Yang paling baru adalah pembicaraan bunda dengan ibu seorang teman Rafi. Menurut ibu itu, bulan Maret ini adalah ulang tahun puteranya. Sang ibu bertanya apakah akan diadakan acara ulang-tahunan di sekolah. Kalau diadakan acara tersebut, biasanya orang tua menyiapkan kue ulang tahun berikut kantong hadiah untuk teman-teman dari yang berulang tahun. Ternyata jawaban si anak adalah, tidak usah membuat acara ulang tahun seperti itu. Si ibu lalu bertanya, kenapa. Jawab anaknya, itu bukan budaya kita, tidak usah ditiru-tiru. Si ibunya kaget dan bertanya lagi dari mana anaknya tahu tentang itu. Jawab si anak, dari Rafi. 

Pada kesempatan lain, Rafi ditawari coklat oleh temannya. Kejadiannya kebetulan dekat guru. Rafi bertanya spontan apakah coklat itu ada tulisan halalnya atau tidak. Si guru yang mendengar pertanyaan itu tercengang dan memeriksa bungkus coklat itu untuk memastikan ada tidaknya tulisan seperti yang ditanyakan Rafi. Dan hal ini diceritakan guru itu ke bunda.

Lain lagi cerita Rasyid. Di awal-awal sekolah dulu, entah kenapa dia kepikiran ingin pindah sekolah. Lho, kenapa ingin pindah? Mula-mula dia punya alasan untuk pindah, karena waktu sekolah ini terlalu lama, sampai jam setengah tiga sore. Tapi kemudian dia merobah keinginannya itu karena kalau dia pindah nanti teman-temannya akan kesulitan membukakan botol minuman mereka. Soalnya, Rasyid yang tenaganya mungkin lebih besar, jadi penolong membukakan tutup botol minuman beberapa orang teman sekelasnya. Kalau Rasyid pindah, nanti siapa yang nolongin membuka tutup tempat minum teman-teman Rasyid itu, katanya. 

Sekarang mereka sudah sangat menikmati bersekolah. Rasyid menyukai olah raga main bola kaki. Sementara Rafi kurang menyukai sepak bola.  Prestasi belajar keduanya juga sangat menggembirakan. Mereka termasuk murid yang terpandai di kelas masing-masing. Mudah-mudahan Allah senantiasa memudahkan usaha dan urusan mereka sampai mereka dewasa nanti. Aaamiin....       

*****                                 

Jumat, 01 Maret 2013

Lanjutan Demokrasi Kita

Lanjutan Demokrasi Kita 

Ada satu ciri yang agak khas dengan demokrasi di negeri ini khususnya dalam menyikapi hasil pil-pil. Jarang yang mau menerima kalah. Ya, tentu saja. Bagaimana mau ikhlas pada waktu dinyatakan kalah pada hal sudah berton-ton mesiu habis. Sudah berlindak-pindak biaya keluar. Lalu awak dinyatakan kalah. Kalah tipis pula. Orang dapat 30 persen awak 28 persen, misalnya. Akan diterima begitu saja? Akan legowo saja? Ya, ndaklah. Dicarilah seribu daya, selaksa helah. Dibuktikan bahwa orang curang. Orang mengecoh. Orang money politic. Orang begini-begitu. 

Padahal awak sendiri? Apakah awak tidak mengecoh pula? Tidak berbuat curang pula? Oh, itu.... biarlah orang lain yang mengatakan. Artinya, sebenarnya awak sendiripun tidaklah jauh dari yang awak tuduhkan kepada orang lain. Dengan segala cara yang mungkin, awak pun tentu ingin menang. Bahkan bersorak-sorak sesudah pertandingan ketambin inipun dalam rangka berusaha juga lagi untuk menang. Siapa tahu nasib awak lagi baik. Disalahkan panitia orang yang sudah dinyatakan menang itu lalu dimenangkannya awak. Atau paling tidak disuruhnya bertanding ulang... Jadi harus dilawan sampai titik keringat penghabisan. Atau sampai tandas gepokan rupiah yang terakhir. 

Lalu setelah itu awak jadi sibuklah. Mengadu ke sana dan ke sini. Syukur-syukur kalau nanti oleh yang berwenang menyatakan hitam putihnya hasil sebuah pil-pil, permohonan itu dikabulkan. Paling tidak disuruh ulang kembali. Kalau begitu kan berarti perlu modal lagi? Tentu perlu diulangi dari awal?  

Kenapa tidak. Karena memang begitu keinginan nafsu. Begitu desakan hati yang dirasuk rasa cemas  sesudah berhabis-habis sebelum ini (tapi dinyatakan kalah). Ah, tidak boleh itu. Tidak bisa  yang demikian itu. Harus diusut. Harus di.......

Dalam beberapa kejadian, di kota ini atau di kota itu, dikabulkan pula keinginan orang kalah seperti ini. Diatur ulang pil-pil. Dibiayai sekali lagi. Ternyata kalah juga. Masih heboh juga setelah itu. Tapi kali ini suara sudah agak lari ke dalam. Apa boleh buat. Ternyata memang awak kalah. Tinggallah menghitung rugi. Dicemooh pula oleh sebuah pantun Melayu. Anak andung ketitiran - Anak merbah empat-empat. Yang dikandung berceceran - Yang dikejar tidak dapat.

Jadi sebenarnya untuk siapa demokrasi kita ini? Apa benar manfaatnya untuk rakyat banyak? Belum tahu kita jawabnya.     

*****