Sabtu, 30 Agustus 2014

HbH Koto Tuo

HbH Koto Tuo   

Tidak setiap tahun ada halal bi halal Koto Tuo (sebuah jorong dalam kenagarian Balai Gurah) karena yang lebih sering diadakan adalah halal bi halal kanagarian Balai Gurah. Tapi tahun ini tidak diadakan karena konon banyak warga Balai Gurah yang ikut dalam acara Pulang Basamo pada hari raya tahun ini.  Biasanya, di halal bi halal kanagarian Balai Gurah, tidak banyak warga Koto Tuo yang hadir. Kenapa demikian, aku tidak faham.

Acara halal bi halal seperti biasanya adalah acara perjumpaan suatu kelompok masyarakat untuk menyambung tali silaturrahim. Kita bernaung dalam sebuah perkumpulan, entah itu sekampung, atau setempat kerja, atau alumni sekolah yang sama dan sebagainya. Sangat jarang ada kesempatan untuk saling bertemu. Biasanya ada dua alasan untuk saling bertemu. Di pesta atau di tempat melayat yang kematian anggota keluarga. Di tempat-tempat itupun mungkin pula kita hadir tidak pada waktu yang bersamaan.

Halal bi halal (yang khas Indonesia ini) tujuannya adalah untuk saling bertemu di suatu tempat yang ditentukan pada waktu yang ditentukan pula.

Nah, hari Sabtu tanggal 30 Agustus kemarin (sudah hari keempat bulan Zulqaidah), warga Koto Tuo berkumpul di gedung pertemuan Kodam Jaya di Cililitan. Menurut undangan acara dimulai jam sepuluh pagi. Aku hadir di sana setengah jam sebelum itu. Baru ada beberapa orang yang sudah hadir. Di antara beberapa orang itu (mungkin sekitar delapan orang) ada yang tidak aku kenal karena lebih muda dariku. Waktu aku berangkat meninggalkan kampung dia masih kanak-kanak. 

Aku duduk dengan seorang dunsanak yang tinggal di Bandung. Dia beberapa tahun lebih muda dariku. Kami terlibat dalam obrolan hilir mudik. Tentang kampung. Tentang rantau. Tentang siapa-siapa saja dunsanak yang masih tinggal di kampung. Berangsur-angsur para undangan bertambah banyak juga. Ada yang langsung ingat, ada yang lupa meski dulu waktu  di kampung dikenal baik. Maklumlah sudah berpuluh tahun tidak bertemu.  

Mungkin panitia mengetahui bahwa yang lebih utama adalah saling berjumpa. Acara baru dibuka jam sebelas lewat. Pembawa acara yang adalah anggota group kesenian yang diundang untuk memeriahkan acara, ternyata adalah teman di RantauNet. Sutan Rangkayo Labiah. Sempat pula kami berbincang-bincang sedikit sebelum acara dimulai.

Rangkaian acara halal bi halal itu diawali dengan beberapa sambutan. Satu di antaranya adalah sambutan wali jorong Koto Tuo yang diundang khusus untuk menghadiri acara ini. Setelah itu dilanjutkan dengan acara bersalam-salaman sesama warga diteruskan dengan makan siang bersama. Panitia menyiapkan makan siang prasmanan yang cukup baik. Dan terakhir sekali adalah 'acara hiburan', main kim.

Saat main kim itu baru dimulai dengan permainan yang pertama, anakku sudah datang menjemput, sesuai dengan permintaanku sebelumnya agar menjemputku sekitar jam satu.  

Halal bi halal yang lumayan berhasil dengan partisipasi warga Koto Tuo yang cukup baik. 

****                        

Rabu, 27 Agustus 2014

Keajaiban Di Gaza (Dari Hidayatullah.com)

Keajaiban di Gaza: Bayi Sulaiman tiba-tiba Hidup Kembali

 
Hidayatullah.com—Di tanah ribath seperti Gaza, keajaiban dan tanda-tanda kekuasaan Allah selalu saja nampak. Yang terbaru adalah kisah seorang bayi bernama Sulaiman yang awalnya dinyatakan meninggal dan hidup kembali.

“Jantung Sulaiman berhenti berdenyut dan dinyatakan meninggal. Tiba-tiba “hidup” kembali dengan jeritan keras,” demikian ungkap Dr Bassel Abuward, seorang relawan kemanusiaan dan dokter di RS Al-Shifa Gaza dalam akun twitternya @DrBasselAbuward.
Sulaiman adalah bayi yang berusia kurang dari 4 bulan. Saat agresi penjajah Israel ke Gaza, ia terkena serpihan roket di kepalanya.

Sebelumnya, bocah mungkin ini sempat dievakuasi ke rumah sakit guna penanganan medis. Namun sesampainya di rumah sakit,  detak jantungnya telah berhenti berdenyuk dan dipastikan meninggal.

Subhanallah, saat bayi ini telah disiapkan kain kafan, dan bagian kepalanya siap-siap ditutup tiba-tiba bocah ini menjerit dan menangis.

Kembar Empat

Sebelum ini keajaiban juga beberapa kali terjadi ketika seorang dokter berhasil mengeluarkan seorang bayi mungil dari rahim ibunya di sebuah ruangan operasi Caesar di saat sang ibu dinyatakan telah meninggal selama satu jam.

Bayi Shayma lahir dari perempuan Gaza berusia 23 tahun bernama Shayma Al-Sheikh Qanan. Ibunya dinyatakan meninggal akibat gempuran penjajah zionis ‘Israel’ yang menembak rumahnya di pusat Kota Gaza.

“Kami mencoba menyelamatkan nyawanya, tetapi ia meninggal di perjalanan menuju RS,” ujar Dokter Fadi Al-Kharti di RS Deir Al-Balah.

Upaya penyelamatan nyawanya agak sulit karena ia telah terperangkap di bawah reruntuhan rumahnya selama satu jam.

“Kami menyadari bahwa terdapat gerakan di perutnya dan memperkirakan bahwa ia hamil 36 minggu,” kata dokter yang langsung melakukan operasi Caesar darurat untuk menyelamatkan sang bayi. Bayi yang terlahir kemudian diberi nama Shayma juga untuk mengenang ibunya.

“Bayi ini dalam kondisi serius dan harus terus dihubungkan ke mesin pernapasan karena ia kekurangan oksigen sewaktu ibunya meninggal. Tanda-tanda vitalnya stabil, akan tetapi bayi ini masih harus tinggal di RS setidaknya untuk tiga minggu lagi,” ujar kepala bangsal bersalin RS, Dokter Abdel Karim Al-Bawab.

Beginilah cara Allah menumbuhkan generasi di Gaza
Beginilah cara Allah menumbuhkan generasi di Gaza.

Sebelumnya, Dr Bassel Abuwarda, juga sempat mengunggah sebuah foto bayi kembar empat yang sehat, terdiri dari tiga bayi laki-laki dan satu perempuan, lewat akun Twitter-nya.

Di tengah ganasnya agresi penjajah, wanita ini melahirkan bayi kembar  dan selamat. Sebelumnya, si perempuan itu  sudah lima tahun terakhir menjalani terapi karena tak kunjung mendapatkan keturunan.*

Rep: Panji Islam
Editor: Cholis Akbar

****

Selasa, 26 Agustus 2014

Kemerdekaan

Kemerdekaan  

Bulan Agustus kita rayakan sebagai bulan kemerdekaan. Tepatnya tanggal 17 Agustus karena pada tanggal itulah 69 tahun yang lalu pemimpin negeri ini memproklamirkan kemerdekaan Negara Indonesia, yang sebelumnya selama kurun waktu yang sangat panjang adalah merupakan tanah jajahan. Dijajah oleh bangsa-bangsa asing yang berkuasa di setiap pelosok yang sekarang menjadi sebuah negara. Republik Indonesia. 

Apa arti kemerdekaan itu sebenarnya? Manusia semuanya dilahirkan dengan proses yang sama, dalam keadaan tidak berdaya. Tapi status sosial yang dibuat oleh manusia  membaginya dengan kelas-kelas tertentu. Ada bayi bangsawan, bahkan ada bayi yang sejak lahir sudah jadi calon raja. Ada bayi orang biasa, orang kebanyakan. Lalu ada pula yang ditakdirkan untuk jadi budak. Budak adalah orang yang tidak merdeka. Orang yang diwajibkan oleh tuannya, pemiliknya, untuk mengabdi kepada sang pemilik. Tuannya boleh berbuat apa saja kepada sang budak, sekehendak hatinya. 

Sebelum datangnya bangsa-bangsa penjajah, Portugis, Belanda, Inggeris dan terakhir Jepang di Nusantara ini sudah berdiri banyak sekali kerajaan-kerajaan. Di dalam kerajaan-kerajaan itu manusia terbagi menjadi beberapa lapis status seperti di atas. Ada raja dengan kerabat kerajaan sebagai orang yang menempati status paling tinggi. Ada pegawai-pegawai kerajaan yang kelasnya ditinggikan dari rakyat biasa. Ada rakyat biasa yang bekerja sebagai pedagang kecil, petani, nelayan. Dan ada golongan budak belian yang berada di kelas paling bawah. Pembagian status sosial seperti ini dipengaruhi oleh budaya dan agama Hindu yang pernah dianut masyarakat Nusantara ini selama berabad-abad sebelumnya.

Ketika penjajah Belanda datang dan mengalahkan raja-raja di kerajaan manapun, raja yang kalah itu biasanya diasingkan. Kadang-kadang Belanda mengangkat raja baru, raja boneka yang bisa diaturnya dengan mudah. Susunan strata masyarakat pada dasarnya masih sama seperti sebelumnya, kecuali sekarang pada lapisan paling atas bercokol si penjajah. Penjajah ini yang berkuasa menghitam-memutihkan di tengah masyarakat. Dengan cara halus atau dengan cara kasar. Si penjajah yang menerapkan dan membuat hukum menurut kepentingannya. Raja-raja boneka hanya bisa menurut. Si penjajah bisa saja meminta agar disuplai dengan tenaga manusia untuk kerja paksa. Maka Raja boneka memerintahkan kepada pamong di bawahnya untuk mematuhi perintah atasan Raja alias si tuan penjajah.  

Bagaimana caranya mengerahkan tenaga manusia dalam jumlah banyak untuk melakukan kerja paksa? Sangat mudah. Dikumpulkan saja manusia-manusia yang bersalah di tengah-tengah masyarakat. Baik yang kesalahannya dicari-cari maupun pelaku kriminal sungguhan. Misalnya saja, kepada rakyat banyak ditetapkan kewajiban membayar pajak. Blasting. Jumlahnya penguasa yang menentukan. Jika rakyat tidak sanggup membayarnya, maka dia adalah orang yang melanggar hukum. Dia bisa diambil untuk dipekerjapaksakan. 

Akhirnya, orang-orang lemah di antara rakyat kebanyakan inilah yang jadi korban. Yang disandera dengan kelicikan untuk dirampas kemerdekaannya. Mereka inilah golongan yang benar-benar terjajah. Para raja boneka dengan aparat dibawahnya yang mau bekerja sama dengan si penjajah, mereka hidup dalam kenyamanan. Mereka digaji oleh penjajah dengan gaji yang memadai dibandingkan dengan pendapatan rata-rata rakyat biasa. Dengan syarat bahwa mereka senantiasa loyal dan patuh kepada juragannya. Yang membayarnya. Yakni si penjajah. Dengan cara seperti itulah Belanda berhasil menguasai negeri ini untuk jangka waktu yang sangat lama. 

Kalau ada negeri-negeri yang berontak, maka negeri itu diperangi. Dikerahkan serdadu-serdadu berkulit gelap atau sawo matang untuk memerangi negeri-negeri itu. Karena didukung oleh biaya besar, serta peralatan yang canggih untuk masa itu ditambah dengan serdadu-serdadu yang jauh lebih banyak jumlahnya, Belanda selalu menang dalam setiap peperangan. 

Sampai suatu saat Belanda dikalahkan oleh Jepang. Lalu dalam waktu  tidak terlalu lama Jepang dikalahkan oleh tentara Sekutu. Pada kesempatan yang sempit sesudah kekalahan Jepang maka kemerdekaan Indonesia diproklamirkan. Indonesia kemudian dihadapkan kepada kenyataan bahwa Belanda ingin kembali berkuasa di sini. Sesudah melalui masa konfrontasi dengan Belanda, akhirnya mereka mengakui kedaulatan Indonesia. Indonesia merdeka.

Tapi kemudian. Kalau kita menengok dengan seksama ke tengah kehidupan masyarakat, sesudah 69 tahun kemerdekaan itu diproklamirkan, pembagian status masyarakat sepertinya masih begitu-begitu juga. Masih ada golongan yang hidup seperti nenek-nenek mereka di jaman penjajahan Belanda dulu. Mereka terpinggirkan. Didera dengan bermacam kesulitan hidup. Karena mereka adalah orang-orang lemah di antara rakyat biasa. Timbul pertanyaan. Apa sebenarnya arti dari kemerdekaan Negara Republik Indonesia ini?

****                                       

Jumat, 22 Agustus 2014

Umur

Umur    

Aku sering berpikir tentang kematian. Kematian diriku sendiri. Yang aku sangat yakin bahwa hal itu adalah sesuatu yang pasti akan terjadi, dengan caranya sendiri, di tempat yang sudah ditentukan, di waktu yang sudah ditentukan. Allah Yang Maha Menentukan dan Dia saja Yang Maha Tahu tentang proses, tempat dan waktunya itu. Ketika aku sakit, pikiran itu segera menghampir. Apakah ini akan merupakan saatku? 

Sudahkah aku siap? Tidak mudah menjawab pertanyaan ini. Lalu aku coba menjawabnya sendiri. Tidak ada urusan apakah aku siap atau tidak, karena kematian tidak akan mempertanyakan hal itu. Malaikat Izrail tidak akan menanyakan apakah aku siap atau belum. Ketika tiba saatnya, dia akan melaksanakan tugasnya, mencabut ruh dari jasadku. Seperti yang telah dilakukannya kepada hamba-hamba Allah yang lain. Mungkin tidak akan ada yang berani mengatakan bahwa dirinya sudah siap. Tapi kita seyogianya berusaha untuk berada dalam keadaan 'siap'. Wa laa tamuutunna illaa wa antum muslimuun... Dan janganlah kamu mati melainkan dalam keadaan berserah diri (dalam keadaan Islam) (Surah Ali Imran ayat 102).

Inilah yang harus kita usahakan semaksimal mungkin. Ketika sedang terkapar sakit, tapi masih mempunyai kesadaran, agar tetap berusaha mematuhi perintah Allah untuk shalat. Lakukan dengan kemampuan yang ada. Sedang terbaring, lakukan dengan berbaring itu. Jika tangan masih bebas ikuti dengan gerakan-gerakan tangan. Waktu kita terbaring tidak sanggup pergi ke kamar mandi untuk berwudhu', lakukan tayamum. Allah memberikan kemudahan-kemudahan seperti itu, namun perintah Allah tetap harus dilaksanakan. Mudah-mudahan ini jadi bukti di hadapan Allah bahwa kita sudah berusaha agar (jika kematian datang) kita tetap dalam keadaan berserah diri kepada-Nya.

Apa hubungannya dengan umur? Umur adalah jatah hidup kita yang dengan teratur berkurang dalam detik demi detik. Dalam jam demi jam. Dalam hari demi hari. Dalam tahun demi tahun. Jangan kita terjebak dengan tanda-tanda kehidupan kita sendiri. Ketika kita menyadari bahwa pada hari H umur kita genap sekian tahun, lalu orang-orang mengucapkan selamat? Benarkah kita selamat pada hari itu? Selamat dari apa? Selamatkah kita dari ajal yang semakin mendekat?

Umur adalah bilangan yang bertambah hanya sampai kematian menjelang. Ketika ruh sudah berpisah dengan jasad, hitungan jumlah umurpun berhenti. Wa laa tamuutunna illaa wa antum muslimuun... Dan janganlah kamu mati melainkan dalam keadaan berserah diri (dalam keadaan Islam).

****

Senin, 11 Agustus 2014

Cucu Ke Lima

Cucu Ke Lima 

Hari Selasa tanggal 22 Juli, hari aku masuk Rumah Sakit, adalah hari keberangkatan si Tengah ke Perancis. Tepatnya ke Pau, beberapa ratus kilometer di barat daya Paris. Dia yang berangkat dengan suami dan anaknya akan menempuh 3 etape penerbangan sejak dari Jakarta. Melalui Singapura, lalu ke Paris dan terakhir ke Pau. Penerbangan paling 'berat' adalah dari Singapura ke Paris yang akan memakan waktu sekitar 15 sampai 16 jam.

Sebenarnya penerbangan seperti itu tidaklah perlu dikatakan berat. Kecuali untuk si Tengah yang sedang hamil 36 minggu. Banyak orang tua pencemas, dan aku adalah salah satunya. Aku sangat mencemaskan keadaannya dan resiko yang mungkin terjadi. Was-was. Bagaimana kalau? Bagaimana kalau tiba-tiba dia melahirkan di pesawat antara Singapura dan Paris? 

Alhamdulillah, bahwa dia cukup santai. Dia cukup percaya diri. Karena dia bilang dia mengembalikan urusan kepada Allah. Soalnya baginya, ini opsi yang paling baik meski beresiko. Seandainya dia tidak langsung ikut dengan suaminya, tinggal di Jakarta dan melahirkan di sini, dia baru bisa berangkat paling cepat 3 bulan setelah melahirkan. Artinya di sekitar akhir November yang adalah pertengahan musim gugur, dengan cuaca dingin dan angin kencang di Perancis sana. Akan sangat tidak nyaman terutama buat anak-anaknya, khususnya si orok yang baru lahir untuk bepergian sejauh itu. 

Akhirnya mereka dilepas berangkat diiringi doa. Mudah-mudahan Allah memelihara mereka dalam sebaik-baik pemeliharaan. Alhamdulillah, aku yang sedang terbaring sakit sangat bersyukur ketika mendengar kabar bahwa mereka sudah sampai dengan selamat, dalam keadaan baik-baik di Paris. Dan terakhir sekali, beberapa jam kemudian dengan selamat pula sampai ditujuan akhir, di Pau. Alhamdulillah.

Sangat menyenangkan mendengar ceritanya setelah beberapa hari berada di Pau. Interaksinya dengan warga Indonesia sesama karyawan Total tempat suaminya bekerja, dengan komunitas Muslim, dengan toko-toko halal, dengan mesjid tempat shalat Aidil Fithri dan sebagainya. Sementara mereka tinggal di hotel (apartemen kecil) menunggu rumah yang akan mereka tempati dipersiapkan. Semua berjalan baik-baik saja, termasuk untuk Hamizan. Dan lebih membahagiakan ketika kami berkomunikasi dengan skype. Mereka terlihat sangat bahagia dan sudah mulai pergi menjelajah ke hilir ke mudik di sekitar Pau.

Pau adalah kota kecil yang menyenangkan. Aku pernah tinggal di sana selama enam bulan di tahun 1988.

Sudah 20 hari sejak mereka berangkat. Dan pagi kemarin kami mendengar kabar mendebarkan melalui komunikasi WA. Saat-saat melahirkan semakin mendekat. Bermacam celoteh antara si Tengah, si Sulung, ibunya, suami si Tengah, aku sendiri dan si Bungsu. Semua berdoa agar persalinan itu berjalan dengan lancar.  Sudah ada kontraksi, tapi masih belum maksimal. Hari kemarin kami lalui dengan harap-harap cemas. Sampai sore, sampai malam. Ternyata masih belum melahirkan.

Lalu pagi ini, belum pula ada berita. Mungkin mereka masih pada tidur. Jam 6 pagi di sini adalah jam 12 tengah malam di sana. Terus menunggu sampai jam 10 di sini. Baru mulai ada komunikasi melalui WA lagi. Diawali si Sulung dengan suami si Tengah. Si Tengah sudah masuk ke ruangan bersalin dan kontraksinya sudah semakin intens. Doa-doa dipanjatkan. Semoga Allah menolong dan memudahkan proses kelahiran.  

Terakhir sekali kabar itu datang. Cucu kami nomor 5 lahir di Pau - Perancis jam 5.10 waktu setempat atau jam 11.10 WIB. Subhanallah.... Alhamdulillaah..... Allahu Akbar.....

Bayi perempuan dengan berat badan 3,24 kg. Sekali lagi Alhamdulillah...... Si Tengah dan suaminya telah menyiapkan nama untuk bayi perempuan itu. Fathimah Nisrina Nafiys..... Mudah-mudahan Allah memberkahinya, menjadikannya anak yang sehat, cerdas dan shalihah dalam kehidupannya. Aamiin....    

****                                       

Sabtu, 09 Agustus 2014

Korea

Korea 

Seorang sahabat FB (yang dulu rekan sekantor) baru-baru ini berwisata ke Korea dengan keluarganya, ke pulau Jeju, sebuah pulau yang dijadikan objek wisata khusus karena pulau tersebut diakui sebagai salah satu keajaiban dunia. Dia terkagum-kagum dengan pencapaian dan kondisi Negeri Ginseng tersebut, yang secara nyata telah berubah menjadi negara industri maju, teratur dan moderen. Sangat jauh berbeda dengan Indonesia.

Aku yang diam-diam juga pengagum Korea, meski belum pernah berkunjung kesana, mengomentari salah satu catatannya. Bahwa apa yang dicapai Korea saat ini, salah satu penyebabnya adalah kebijaksanaan salah seorang Presidennya yang memimpin negeri itu antara tahun 1963 - 1979. Presiden tersebut adalah Park Chung Hee, seorang jenderal dan boleh dikatakan seorang diktator. Banyak juga orang yang tidak suka dengan tangan besinya, bahkan dia mengakhiri pemerintahannya ketika akhirnya dia terbunuh.

Dari literatur yang pernah aku baca, presiden Park Chung Hee bersungguh-sungguh dalam mendidik bangsanya untuk bekerja keras dalam segala bidang. Dia menanamkan semangat agar setiap anggota masyarakat menjadi orang yang punya etos kerja tinggi, jujur dan bersungguh-sungguh. Pendidikan mental masyarakat banyak ini diawasi dengan ketat dan dengan sangsi yang berat pula. Mereka yang dilatih untuk menjadi atlit olah raga misalnya, harus menjalani latihan ala militer, dipukuli kalau kedapatan tidak serius. Dari sini saja dapat kita lihat bahwa dalam hal olah raga atlit-atlit Korea bisa bersaing dengan atli-atlit dunia di Olimpiade. Lihat juga bagaimana kesebelasan mereka selalu hadir di ajang Piala Dunia.

Begitu pula dengan usaha industri. Semua orang dilatih dan dididik agar ulet, serius, bersemangat tinggi dan mampu menghasilkan karya yang cemerlang. Dan hasilnya sama kita lihat sekarang. Produk otomotif, electronic, komputer merambah pasar-pasar dunia. Beberapa di antaranya bahkan mampu merajai. 

Bagaimana  kita bisa berkesimpulan bahwa semua yang mereka capai sekarang diawali di masa pemerintahan Park Chung Hee?  Karena sejak merdeka dari penjajahan Jepang di tahun 1945 (15 Agustus 1945) sampai tahun 1960an Korea sama terpuruknya dengan negara kita. Rakyatnya miskin. Seperti Indonesia yang sampai tahun 1965 sibuk dengan banyak perang saudara, Korea masih dalam status siaga satu sesudah melewati perang besar yang mengakibatkan negeri itu terbelah menjadi Korea Selatan dan Korea Utara. Yang diperbaiki oleh pemerintahan Park Chung Hee adalah moral dan mentalitas warganya. Park Chung Hee memerintah selama 16 tahun sampai saat dia dibunuh. Selama masa itu, dengan tangan besi, dia mencoba meluruskan dan menanamkan semangat tinggi di tengah masyarakatnya. Korea saat ini adalah buah dari usahanya itu.

Saya mencatat buah tangan bangsa Korea di negeri kita, khususnya Sumatera. Di tahun 1970an pemerintah membangun jalan raya antara Lubuk Linggau di Sumatera Selatan dan Sawah Tambang dekat Sawahlunto di Sumatera Barat. Jalan itu dibangun oleh dua kontraktor. Salah satunya berasal dari Korea. Jalan tersebut yang umurnya sudah hampir 40 tahun sekarang  masih lumayan baik. Karena dikerjakan dengan sungguh-sungguh, memenuhi ketentuan dan persyaratan tehnik. Setahuku, belum ada jalan raya lain yang sejenis dibangun oleh kontraktor negeri kita. Kita bahkan merasa biasa-biasa saja kalau setiap akan memasuki Hari Raya, jalan raya perlu diperbaiki. Hal ini berlangsung setiap tahun. Artinya perbaikan-perbaikan itu umurnya hanya untuk beberapa bulan saja. 

Industri-industri Korea yang berjaya sekarang diawali di tahun 1970an. Seperti industri otomotif, elektronik dan lain-lainnya. Sekarang, menurut catatan sahabat FB ku tadi, 90% mobil di Korea adalah buatan mereka sendiri. Mobil buatan Jepang hanya 5%. Bandingkan sekali lagi dengan kita, yang mobil buatan Jepang mungkin mencapai 80% dari seluruh kendaraan yang hilir mudik di jalan raya kita. Tahun 1975, ketika Toyota Kijang pertama kali diperkenalkan, sebuah protipe yang sangat sederhana (kawan-kawan waktu itu menyebutnya mobil kotak sabun) aku berkhayal dan berharap bahwa dalam waktu tidak lama negeri kita akan memproduksi mobil sendiri. Khayalan dan angan-angan yang ternyata sia-sia.  

Entah dengan cara bagaimana kita akan dapat belajar dari bangsa Korea yang sekarang sudah sangat maju dan moderen itu.....

****      

Serba-serbi Selama Perawatan

Serba-serbi Selama Perawatan

Setelah terkapar sakit beberapa hari, si Tengah yang sedang di rumah sebelum keberangkatannya, sudah nyinyir menyuruh ke dokter. Dia (yang dokter gigi) bersikukuh mengatakan tidak ada istilah masuk angin secara medis. Artinya ada sesuatu yang tidak beres dan itu hanya mungkin dianalisa oleh dokter, katanya. Dengan (masih) bergurau, saat itu aku jawab bahwa sudah tidak ada dokter yang praktek karena semua bersiap-siap menyambut lebaran.  

Akhirnya, setelah masalah jadi lebih serius karena tidak bisa buang air kecil, aku terpaksa menyerah dibawa ke Rumah Sakit. Pada hari kedua datang ke Rumah Sakit, si Sulung yang ikut menemani dan mendengar penjelasan dokter memberitahuku, bahwa aku harus menjalani cuci darah. Reaksi pertamaku tentu saja kaget. Aku tidak tahu apa persisnya yang disebut cuci darah, tapi aku pernah mendengar bahwa cara pengobatan seperti ini berlangsung selama sisa hidup orang yang menjalaninya. Minimal harus cuci darah sekali seminggu. Kalau aku juga dihadapkan pada kondisi seperti itu betapa akan sangat beratnya bagiku.

Rumah Sakit Harum tidak punya fasilitas lebih untuk operasional cuci darah. Alat mereka yang terbatas semuanya sudah fully booked. Aku dianjurkan mencari Rumah Sakit lain. Si Bungsu sibuk menghubungi beberapa RS lain dan akhirnya menemukan Mitra Keluarga Bekasi Timur. Penerimaan staff mereka menyenangkan dan penuh perhatian. Alhamdulillah. Dokter ahli penyakit dalam yang bertanggung jawab untuk cuci darah datang menemuiku menerangkan proses yang harus dijalani. Dia seorang Chinese di usia sekitar pertengahan empat puluhan. Sangat ramah dan baik. Di antara penjelasan yang diberikannya, bahwa untuk proses cuci darah diperlukan pengencer darah. Pengencer darah yang biasa digunakan di Rumah Sakit tersebut terdiri dari unsur babi, Heparin namanya. Dia menanyakan pendapatku. Reaksiku spontan, aku tidak mau menggunakan zat itu. Baik, katanya. Alternatifnya adalah Aristra, yang mereka tidak punya pengalaman memakainya dan harganya jauh lebih mahal. Aku katakan, bahwa aku mau menggunakan yang terakhir ini saja.

Sebelum proses cuci darah mereka menanamkan alat (pipa plastik) di leherku. Aku dibius waktu mereka mengerjakannya. Kemudian, setelah dokter menyatakan proses cuci darah sudah dianggap selesai, dan alat tersebut dicabut, baru aku tahu bahwa yang ditanamkan di leherku itu adalah pipa plastik masif, sepanjang 12 senti dengan diameter 4mm. Pastinya mereka yang memasang alat itu adalah orang-orang yang ahli. Aku terheran-heran melihat bagaimana benda sebesar itu ditanamkan tanpa aku merasa sakit yang berarti. 

Proses cuci darah pertama dijalani dengan aman. Waktunya 4 jam. Tidak ada rasa sakit. Waktu yang panjang itu aku lalui sambil tidur, mungkin akibat pengaruh obat bius yang digunakan sebelum pemasangan alat di leherku itu.  

Besoknya aku menjalani cuci darah kedua. Ternyata terjadi beberapa gangguan. Darah yang disedot keluar ternyata beku. Aku dengar lamat-lamat, ini karena tidak menggunakan pengencer Heparin (unsur babi). Suster petugas bekerja keras untuk mengatasinya. Akhirnya mereka meminta Aristra tambahan (dua lagi). Harga Arista hampir Rp 500 ribu sementara Heparin hanya Rp 65 ribu dan cukup untuk dipakai beberapa orang. Istriku bertanya apakah dengan memakai Aristra pekerjaan itu bisa diselesaikan (meski lama)? Kata suster bisa. Jawab istriku, kalau begitu tolong diteruskan saja. 

Pagi-pagi di hari kedua di rumah sakit, sesudah aku shalat subuh dengan sebelumnya bertayamum, perawat menawarkan apakah aku mau dimandikan (dilap). Aku bilang mau, tapi tolong panggilkan istriku. Kata petugas istri bapak tidak boleh masuk ruangan ini kecuali nanti jam 10 siang.  Aku akhirnya dibersihkan oleh perawat, meski aku merasa sangat risi. Aku tanyakan apakah aku bisa diantarkan ke toilet untuk BAB. Kata suster tidak bisa. Di ruang khusus itu tidak ada toilet. Jadi kalau aku mau BAB harus menggunakan pispot atau langsung saja karena aku memakai pamper. Hari itu aku tidak melakukannya. Besoknya dengan sedikit memaksa, setelah istriku hadir di ruangan itu, mereka membawaku ke toilet khusus untuk karyawan. Alhamdulillah, di sana aku bisa membuang hajat.

Hari ketiga, sesudah cuci darah kedua dan pemeriksaan rontgen untuk memeriksa ginjal, dokter ahli ginjal berkesimpulan (sementara) tidak ada yang salah dengan ginjal. Dia yang tadinya memberitahuku akan langsung melakukan tindakan operasi seandainya dia menemukan masalah di ginjal menjelaskan lagi bahwa tidak ada operasi yang perlu dia lakukan.  

Hari kelima aku diizinkan pulang untuk kembali lagi hari Selasa berikutnya untuk cuci darah keempat. Terjadi keanehan, di rumah, pada hari Ahad sehari sesudah pulang aku tiba-tiba bisa buang air kecil dengan lancar dan normal. Begitu juga di hari raya (hari Senin). Tapi tiba-tiba macet lagi di hari Selasa. Hari Selasa aku jalani cuci darah ke empat. Kali ini suster yang mengurus pekerjaan itu kembali menghadapi masalah, dengan darah yang menurut dia beku. Berkali-kali diusahakannya mengatasi kebuntuan, namun darah tetap tidak bisa keluar. Mungkin karena dia tahu aku tidak akan mau menerima penggunaan Heparin, dia akhirnya mengusulkan solusi untuk membuat saluran baru melalui vena di dekat pergelangan tangan. Aku bilang silahkan saja. Percobaan pertama gagal pula. Baru pada percobaan kedua usaha itu berhasil. Menurut istriku dia bergidik melihat ukuran jarum yang digunakan. Aku tidak merasa sakit karena dibius lokal sebelumnya. 

Dari hasil test darah sebelum proses cuci darah, ditemukan bahwa kreatinin dan ureum dalam darah kembali tinggi. Dokter menduga bahwa aku menggunakan obat lain, yang aku akui demikian. Dokter memperingatkan agar sementara jangan menggunakan obat lain karena menurut dia, obat-obat itu saling bereaksi dan membiarkan penyakit tidak terobati. 

Cuci darah berikutnya adalah hari Jumat, tiga hari kemudian. Aku telah menghentikan penggunaan obat herbal, dan alhamdulillah sejak hari Rabu sesudah cuci darah keempat sudah bisa lagi buang air kecil. Waktu aku tertidur selama proses itu, tiba-tiba aku dibangunkan suster memberitahu bahwa dokter ingin berbicara kepadaku. Dokter itu sudah ada di sisi tempat tidur. Wajahnya ceria. Dia bilang, hasil test hari ini bagus sekali. Akupun bercerita bahwa sejak hari Rabu aku sudah bisa buang air kecil dengan lancar. Ini mu'jizat namanya, katanya. Setelah hasil lab hari Selasa yang lalu, dia jadi agak pesimis  dan memesan media yang harus ditanam di lengan yang digunakan pelanggan cuci darah abadi. Tapi dari hasil hari ini, pesanan itu saya batalkan katanya. Dia berpesan agar pada kunjungan tiga hari berikutnya, cukup melakukan pemeriksaan darah saja dan langsung ke tempat prakteknya. Setelah itu akan dijelaskannya apa yang harus dilakukan.

Hari Senin awal pekan ini aku lakukan seperti yang disarankannya. Periksa darah di lab, lalu dengan hasilnya menemui dokter tersebut di ruang prakteknya. Keputusannya hari itu tidak usah cuci darah. Tapi dia minta agar datang tiga hari lagi untuk test darah lagi. Kalau hasilnya masih sama (meski sebenarnya sedikit di atas ambang batas, menurut dia) baru alat yang ditanam di leher itu bisa dicabut.

Hari Kamis aku datang lagi. Test darah lagi. Dan hasilnya, dokter mengizinkan agar 'insang' yang dicantelkan di leherku boleh dilepas. Alhamdulillah.....

****  

Rabu, 06 Agustus 2014

Bagaimana Kabar Itu Menyebar

Bagaimana Kabar Itu Menyebar  

Ketika aku di puncak penyakit, terbaring di kamar khusus di rumah sakit, tidak atau belum sempat memberi kabar kepada famili-famili dekat tentang keadaanku waktu itu, kecuali adik-adikku yang memang tahu bahwa aku sakit sejak beberapa hari sebelumnya. Karena setidak-tidaknya tentu perlu juga ada di antara sanak saudara yang mengetahuinya. Bukankah 'kaba baiak dihimbaukan, kaba buruak dihambaukan'. Karena istri dan si Bungsu, yang benar-benar berhabis tenaga mengurusku, terlalu sibuk untuk itu. Tidak sempat memberi tahu siapa-siapa.

Pada suatu saat, hapeku yang disimpan istri berdering. Ternyata dari seorang sahabat, teman sekantor dulu. Hubungan kekeluargaan kami sangat dekat. Dalam kesehari-harian kami sering juga menggunakan bahasa canda. Si teman ini mengatakan ingin berbicara denganku. Terjadilah dialog yang lebih kurang sebagai berikut:

- Mbak boleh aku berbicara dengan mas D?

+ Oh ya.... dia lagi di dalam tu.

- Di dalam? Di dalam mana?

+ Di ruangan....

- Lagi ngapain? Di ruangan mana?

+ Di ruangan ICU.... (ruang intermediate di rumah sakit itu biasa juga di sebut semi ICU).

Setelah itu pembicaraan mereka berubah jadi lebih serius. 

Dari sahabat ini, berita bahwa aku sakit menyebar dengan sangat cepat. Ada yang melalui Facebook dan media lainnya. Seorang sahabat lain di RantauNet mengirim pesan WA, menanyakan keabsahan berita bahwa aku sakit. Dia diberitahu oleh teman sekerja di Balikpapan dulu. Beliau berdua ini waktu itu sedang i'tikaf di sebuah mesjid di Bogor. Ada beberapa teman RantauNet yang mengirim sms pula menanyakan keadaanku.

Beberapa teman sekantor (Total) datang menengokku ke Rumah Sakit. Salah satunya rekan sekantor sampai tahun 1983 (dia pindah ke perusahaan lain setelah itu). Ada pula yang datang setelah aku pulang ke rumah.

Subhanallah.... aku mendapat kiriman doa dari banyak teman dan sahabat. Mudah-mudahan Allah Ta'ala mengabulkan doa-doa kami. Indahnya persaudaraan ini.

****
        

Senin, 04 Agustus 2014

Misteri Dan Rahasia Allah Dalam Penyakit

Misteri Dan Rahasia Allah Dalam Penyakit   

Disambung cerita tentang perjalanan penyakit yang aku derita sejak sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan yang lalu. Pulang dari Rumah Sakit hari Sabtu dua hari sebelum Hari Raya, akhirnya bisa buang air kecil hari Ahad, hari Ramadhan terakhir. Buang air kecil dalam jumlah banyak yang sebagiannya mungkin pengaruh dari obat (lassic?). Hari Senin masih dalam keadaan lumayan baik, bahkan ikut ke lapangan (dengan didorong di atas kursi roda) untuk shalat Aidil Fithri.

Hari Selasa timbul lagi masalah. Buang air kecil masih ada tapi dalam jumlah yang sangat sedikit untuk kemudian tidak ada sama sekali. Ada sedikit kekhawatiran di dadaku. Pertanda apa ini? Kenapa dia macet lagi? Karena logika awamku yang sederhana mengatakan kalau buang air kecil sudah bisa, berarti ginjalku masih berfungsi. Tapi kalau dia mampet begini lagi apa masalah sebenarnya? Yang dokter ahlipun sementara tidak yakin tentang masalah tersebut. 

Hari Selasa itu adalah hari untuk cuci darah keempat. Kami berangkat ke rumah sakit menjelang siang. Proses cuci darahnya dimulai sekitar jam satu siang. Proses yang ternyata tidak terlalu lancar. Salah satu slang yang mengalirkan darah keluar berkali-kali mampet dikarenakan darah beku menyumbat aliran tersebut. Suster yang mengoperasikan mesin pencuci darah itu bekerja keras mencoba mengatasi 'kebekuan' itu. Akhirnya dia menyerah dan menawarkan solusi kepadaku dengan membuat aliran baru melalui vena yang ditusuk di dekat pergelangan. Menurut istriku jarum penusuknya luar biasa besar. Itulah jalan keluarnya. Alhamdulillah proses cuci darah dapat dilanjutkan.

Dari pemeriksaan sebelum proses cuci darah ada hasil yang tidak bagus dan dirahasiakan sementara kepadaku. Waktu aku bertanya dalam perjalanan pulang istri dan anakku mengatakan, nanti saja kita diskusikan di rumah. Aku langsung faham bahwa ada yang tidak beres. Ternyata terjadi diskusi antara si Bungsu dan dokter tentang obat-obatan yang aku gunakan. Rupanya dokter curiga bahwa aku menggunakan obat lain selain yang diberikannya. Adalah benar, aku meminum pula habatussaudah atas saran anakku yang paling tua (saran temannya pula). Dokter memperkirakan bahwa obat-obatan jadi tidak efektif karena saling bereaksi. Akibatnya kandungan kreatinin dan ureum dalam darah kembali seperti sebelum cuci darah yang pertama. Istri dan anakku meminta agar aku menghentikan dulu penggunaan obat lain itu dan aku setuju.

Urusan buang air kecil sejak hari Selasa itu tetap tidak lancar. Bahkan sampai kembali dari rumah sakit dan sampai hari Rabu subuh. Tidak seratus persen mampet tapi jumlahnya terlalu sedikit dari normal.  

Sesudah shalat subuh hari Rabu itu aku berbaring dan merenung. Dan berdoa kepada Allah memohon kesembuhan dari penyakit ini. Diawali dengan membaca beberapa ayat-ayat suci Allah sambil memegang bagian perutku. Subhanallah....... Allah mengijabah doa itu. Aku merasakan seolah-olah ada yang 'berdenting' di bagian perut yag aku pegang itu. Beberapa puluh detik kemudian aku merasa ingin buang air kecil. Aku bergegas ke kamar kecil. Ada desakan cukup keras tapi air seni belum keluar. Menunggu beberapa detik lagi sampai akhirnya gumpalan darah mengalir keluar diikuti oleh cairan air seni. Semua ditampung di gelas ukur atas saran dokter untuk mengetahui volumenya. Cairan itu berwarna merah dan ada yang berwarna merah pekat.

Aku bangunkan istriku dan memberitahunya bahwa aku baru saja buang air kecil bercampur darah. Dia ke kamar mandi untuk mengamatinya. Cairan merah pekat itu lebih berbentuk jelly, katanya. 

Aku buang air kecil setiap sepuluh menit sesudah itu. Yang pertama tadi itu jadi 6 kurang 10 menit. Sampai jam 8.30 aku buang air kecil sampai 8 kali dengan volume bervariasi antara 150 cc sampai 200 cc. Warnanya makin lama makin 'normal', tidak lagi berwarna darah.

Ya Allah.... mudah-mudahan ini pertanda baik. 

Semua berjalan lancar. Hari Jum'at aku kembali dijadwal untuk cuci darah. Diawali dengan pemerikasaan seperti sebelumnya. Kali ini dokter yang merawat datang khusus ke tempat aku menjalani cuci darah itu, memberi tahu bahwa hasil pemeriksaan darah sangat menggembirakan. Aku bercerita tentang kelancaran buang air kecil. Kita akan check lagi hari Senin, katanya. Kalau kondisi bapak bisa lebih baik dari hari ini, maka cuci darah ini kita hentikan sampai disini. Subhanallah...... aku penuh harap.

Hari Senin kemarin aku ke rumah sakit lagi. Melakukan pemeriksaan darah. Hasilnya kreatinin dan ureum masih sedikit diatas batas normal. Dokter mengatakan tidak perlu cuci darah kemarin itu tapi akan menunggu lagi perkembangannya sampai hari Kamis. Seandainya hari Kamis kondisinya masih tetap seperti itu, maka alat plastik seperti insang di leher kananku ini akan dilepas. Ya Allah.... betapa hamba penuh harap akan pertolongan-Mu........

*****