Sabtu, 28 September 2013

Alam Terkembang Jadi Guru

Alam Terkembang Jadi Guru

Alam takambang jadi guru, begitu sebuah mamang orang tua-tua di Minangkabau. Sebuah ungkapan, atau peringatan agar manusia berguru kepada alam. Memperhatikan kejadian-kejadian yang berlaku di sekitar kita. Karena banyak dari fenomena alam itu, baik yang asli maupun yang buatan manusia mempunyai tanda-tanda yang dapat dikenali. Simaklah bagaimana petitih Minang mengatakan, 'cewang di langik tando ka paneh, gabak di hulu tando ka hujan.' Cerah di langit pertanda akan panas, awan tebal di hulu tanda hari akan hujan. Jadi, amatilah tanda-tanda yang diperlihatkan oleh alam. Bagi orang yang pandai membaca tanda-tanda alam, dia dapat berjaga-jaga dan menghindar dari petaka yang mungkin menghampir. Begitu pula sebaliknya dia dapat ikut serta dalam kebajikan yang mungkin akan segera tiba.

Membaca tanda-tanda alam bukanlah meramal sesuatu yang akan terjadi tanpa dasar, tetapi memahami kebiasaan-kebiasaan alam. Tanda-tanda tersebut kadang-kadang mudah dikenali namun adakalanya pula memerlukan keahlian khusus. Misalnya, pada suatu ketika binatang-binatang tertentu penghuni hutan gunung Merapi turun dari gunung dan masuk ke kampung-kampung. Ternyata itu merupakan isyarat bahwa gunung Merapi akan meletus. Binatang tersebut mempunyai indera yang tajam untuk mengenali perubahan suhu tanah yang dipijaknya yang menjadi tanda akan terjadinya letusan gunung.

Orang yang pandai membaca tanda-tanda alam raya itu adalah orang yang bijak. Baginya, terkilat ikan dalam air sudah diketahuinya jantan atau betina ikan tersebut. Orang-orang tua dahulu sangat akrab dengan alam. Mereka melihat dan mencatat tanda-tanda alam untuk dijadikan patokan mengerjakan sesuatu. Untuk menebang kayu di hutan, dalam kondisi pohon kayu yang paling prima untuk dijadikan bahan perumahan. Agar dia tidak mudah lapuk. Untuk menentukan mana lahan tanah yang elok untuk dijadikan sawah atau dijadikan ladang atau untuk jadi tapak perumahan. Semua dipelajari dari alam. Alam terkembang mereka jadikan guru.

Sayangnya, ilmu memperhatikan gejala alam untuk dijadikan guru ini semakin tidak diperhatikan manusia moderen. Kayu di hutan mereka babat sampai ke akar-akarnya. Tunggul dan ranting yang tidak diperlukan mereka bakar. Semua hanya dengan menggunakan seuntai ilmu sederhana, ilmu rakus. Kalau semua dapat dibabat hari ini kenapa mesti ditinggalkan untuk besok? Begitu prinsip mereka. Alam terkembang jadi sampah, itulah yang terjadi.

Orang tidak lagi memilih-milih mana tanah yang sebaiknya dijadikan perumahan, mana yang sebaiknya dijadikan ladang atau sawah. Sekarang sawah dikoversikan jadi hutan beton. Hutan tempat berlindung beribu satwa dikonversikan menjadi kebun sawit. Yang luasnya beribu hektar dan dimiliki hanya oleh beberapa gelintir manusia. Perkara satwa penghuni hutan, perkara kelestarian lingkungan yang sudah dirancang oleh Sang Maha Pencipta, bukanlah urusan mereka. Ilmu mereka hanya ilmu rakus dan serakah. Akibatnya ya itu tadi, alam terkembang jadi sampah yang akan membahayakan orang banyak. 

*****

       

Tidak ada komentar:

Posting Komentar