Minggu, 29 November 2009

Rancu

Rancu

30 November 2009

Seorang rekan mantan karyawan Total menyampaikan sebuah berita di FB. Mantan boss kami, mantan GM Total Indonesie meninggal di kampungnya di Recy di Perancis, karena serangan jantung. Namanya Bernard Vitry. Usianya aku perkirakan sedikit di atas enam puluhan. Seorang perokok berat. Dia memang seorang boss yang dekat dengan karyawan. Aku mengenalnya sejak tahun 1983, ketika dia jadi manajer distrik di Kalimantan Timur.

Aku setuju-setuju saja kalau dia sangat dihormati karyawan nasional karena perhatiannya terhadap kami memang agak istimewa. Ada beberapa aturan yang memperbaiki kondisi penggajian karyawan disetujuinya. Meski aku sendiri punya pengalaman pribadi yang berbeda sekurang-kurangnya dua kali.

Yang pertama tahun 1983. Dia memotong biaya tiket perjalanan atas nama istriku ke Paris menjadi seperdua dari tarif penuh ekonomi. Tahun itu aku dikirim perusahaan ke Perancis untuk jangka waktu enam bulan dan boleh membawa istri. Seharusnya kami mendapatkan 2 full fare tickets, tapi BV memotongnya menjadi setengah yang atas nama istriku. Aku menanyakan alasannya kepada manajer personalia. Sang manajer menunjukkan usulan (tulisan tangan) dia dengan besaran dua tiket utuh tapi kemudian dicoret BV dan diganti menjadi satu setengah. Aku tanya kenapa? Alasannya, karena perusahaan telah membayar tunjangan tak terduga untuk keluargaku tinggal di hotel selama dua bulan lebih, berhubung karena rumah yang disewakan perusahaan untuk kami dinyatakan tidak layak huni. Rumah itu entah karena apa retak-retak dindingnya. Kami (geologists) menemukan kemudian rumah itu terletak di atas sebuah jalur patahan. Jadi, keluargaku sudah diuntungkan oleh tunjangan tinggal di hotel, lalu tiket istriku dipotong. OK, ya sudahlah.

Yang kedua sekitar akhir tahun 1995. Kali ini BV adalah GM di Jakarta. Karyawan senior staff yang biasa mendapat tunjangan pengangkutan diperbolehkan mendapat bantuan untuk membeli kendaraan asal dia sudah tidak punya hutang.

Jelasnya begini. Karyawan senior staff Balikpapan sebelumnya diberi fasilitas kendaraan perusahaan. Peraturan ini kemudian berubah menjadi bantuan untuk membeli mobil pribadi. Besar bantuan itu seolah-olah dicicil selama 60 bulan atau lima tahun. Sesudah masa lima tahun barulah mobil itu dinyatakan lunas dan untuk seterusnya karyawan bersangkutan mendapatkan 1/60 bantuan pembeli mobil. Sementara karyawan Jakarta tidak mendapat fasilitas mobil dan hanya mendapat tunjangan pengangkutan. Besar tunjangan pengangkutan itu kurang dari separonya 1/60 bantuan pembeli mobil karyawan Balikpapan. Tapi karyawan Jakarta juga boleh meminjam uang sebesar 60 kali uang transport untuk pembeli mobil, meski uang itu tidak cukup. Untuk menyeragamkan peraturan antara Balikpapan dan Jakarta, maka di Jakarta diberlakukan peraturan yang sama seperti yang berlaku di Balikpapan. Tentu saja hal ini sangat diapresiasi karyawan Jakarta.

Anehnya, BV membuat aturan khusus bahwa yang boleh mendapatkan kesetaraan itu hanya karyawan Jakarta yang sudah tidak punya hutang. Aku waktu itu baru saja dua tahun pindah ke Jakarta dan masih punya hutang kumpulan uang transport Jakarta yang baru akan lunas tiga tahun lagi. Artinya aku tidak mendapatkan perbaikan perubahan uang transport itu. Bukan aku sendiri karena banyak juga karyawan yang sedang dalam status yang sama. Kami beramai-ramai meminta diadakan pertemuan dengan BV untuk membahas keanehan ini.

Pertemuan itu dilaksanakan. Aku bertanya bagaimana logika peraturan itu? Karena kebanyakan senior staff Jakarta juga mantan Balikpapan yang sudah lebih dahulu pindah jadi mereka sudah melunasi pinjaman uang transport. Mereka sudah tidak punya hutang. Alasan BV adalah bahwa perusahaan tidak mau menanggung terlalu banyak hutang karyawan. Kalau kalian mau melunasi hutang, maka kalian juga segera mendapatkan kondisi yang sama, jawabnya. Ini jelas sangat tidak masuk di akal. Bagaimana caranya kami harus mengembalikan hutang. Kalau kami punya uang kami tidak akan berhutang. Lagi pula, pernyataan perusahaan tidak mau memberi kesempatan karyawan berhutang jelas tidak benar karena baru saja perusahaan memberi kesempatan semua karyawan membeli saham Total dengan cara berhutang (dipotong gaji). BV terpojok dengan keterangan yang aku berikan dan bicaranya jadi agak keras, membela policy yang dibuatnya. Ini adalah peraturan lokal Total Indonesie sementara urusan saham adalah ketentuan Total Pusat di Paris, begitu katanya. Intinya dia tidak mau merubah Note de Direction yang sudah ditandatanganinya. Kalau tidak berkenan ya terserah, tambahnya. Sayangnya, teman-teman yang tadi mendukungku, langsung melempem setelah itu. Dan peraturan BV tidak berubah. Aku ingat sekali bahwa aku 'kehilangan' sangat banyak dalam masa berhutang selama tiga tahun lebih lagi.

Itu secercah cerita pengalamanku dengan mendiang BV.

Yang rancu adalah komentar teman-teman (yang rata-rata sudah jadi pensiunan) di FB. Mereka mendoakan agar arwah BV ditempatkan di tempat yang sebaik-baiknya di sisi Allah SWT. Bahkan ada yang berharap agar BV mendapat safaat dari Rasulullah SAW. Aku jadi geli membacanya, karena setahuku BV bukanlah seorang Muslim.

*****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar