Rabu, 31 Januari 2018

Grup WA (lagi)

Grup WA (lagi)       

Seseorang (entah siapa) bercerita tentang pengalamannya menjadi anggota grup WA di internet. Banyak dari grup itu mengikut-sertakan namanya tanpa diminta. Mungkin karena memang dia dikenal sebagian besar anggota grup atau memang pantas-pantas saja dia diajak ikut jadi anggota. Hanya, yang dikemukakannya adalah postingan-postingan para anggota yang terpaksa didiamkannya saja karena bagi dia tidak ada menariknya untuk ditanggapi. 

Akupun rasa-rasanya punya pengalaman yang sangat mirip. Jadi anggota grup ex teman seangkatan sejurusan (waktu kuliah), grup teman seangkatan yang lebih luas, grup teman sekampung, grup pengajian, grup ex teman sekantor dan sebagainya.

Di setiap grup itu aku mungkin yang paling hemat berkomentar atau mengirim postingan. Karena sebagian besar isinya adalah ucapan selamat pagi (setiap pagi, di balas oleh puluhan anggota lain), ucapan selamat ulang tahun. Bahkan ada juga ucapan selamat menjalankan shalat tahajud, selamat shalat subuh, selamat sahur untuk puasa Senin Kamis..... Entah apa maksudnya. Biasanya satu orang memulai dengan ucapan selamat (apa saja) yang lain berlomba-lomba membalas.

Atau ada lagi yang isinya saling ledek-ledekan  (di usia yang rata-rata sudah tua ini). Mungkin maksudnya bercanda, tapi isinya, sepertinya kadang-kadang sudah tidak elok dibaca. 

Dan ada juga yang rajin mengirim foto-foto lucah (sekali lagi di usia  yang sudah sepuh ini). Pernah aku keluar dari grup yang seperti ini, tapi nanti dimasukkan lagi oleh admin grup. 

Atau yang mengirim foto dan video apa saja. Foto selfie mereka yang entah dimana dan entah apa keperluannya dikirim ke grup....  Maka membuang foto-foto atau video-video yang tidak jelas ini harus sering-sering dilakukan. Karena kadang-kadang cucu suka pula memain-mainkan hapeku. 

Tapi ada juga yang rajin mengirim ceramah-ceramah agama meskipun sebagian besar hasil kopian dari grup lain. 

Jadi begitulah suka duka pengalaman menjadi anggota grup WA,

****       

Selasa, 23 Januari 2018

Penilaian Atas Tempat Makan Di Luar

Penilaian Atas Tempat Makan Di Luar

Sekali-sekali kami pergi jugalah makan keluar. Mulai dari ke restoran atau ke warung-warung sederhana yang direkomendasi oleh..... katakan saja oleh Google. Untuk aneka jenis masakan, tidak melulu masakan Padang. Dan setelah mengunjungi tempat-tempat itu biasanya kami membuat kesimpulan. Ada yang enak, yang kita ingin lagi datang kapan-kapan sesudah itu, ada yang biasa-biasa saja, ada yang kurang atau bahkan tidak memuaskan. Untuk masing-masingnya itu kami mempunyai kode tersendiri.

Yang enak dan memuaskan kita juluki 'masakan kemenakan ayah'. Waktu almarhum ayah mertua masih hidup, beliau sangat menyukai ketupat sayur di sebuah pondok sarapan pagi di jalan Pondok Kelapa. Warung yang kami kenal sejak baru pindah ke Jatibening dan masih bertahan sampai sekarang. Kalau istriku pulang dari mengantarkan aku ke kantor, begitu sampai di rumah ayahnya bertanya, singgahkah kamu tadi di tempat kemenakanku? Ini artinya, apakah kamu mampir membelikan ketupat sayur? Meskipun hanya ketupat sayur, yang ini memang istimewa.

Ada sebuah rumah makan Padang di jalan DI Panjaitan (Cawang) yang dapat predikat masakan kemenakan ayah ini. Sayang rumah makan ini sepertinya kena gusur akibat pembangunan jalan tol Becakayu.

Tempat makan yang dapat predikat masakan kemenakan ayah, biasanya cukup sering dikunjungi. Terjadi juga kadang-kadang rasa masakannya agak meleset dari biasanya. Penyebabnya adalah karena jurumasak yang biasa berhalangan dan digantikan oleh pembantunya. Kami lalu menyebutnya bahwa makanannya sebagai masakan KW2. Kalau masakan KW2 ini ditemukan lebih dari satu kali, alamat kami tidak akan mengunjunginya lagi sesudah itu. Beberapa tahun yang lalu kami mampir di kedai sate terkenal di Padangpanjang. Menurut penilaian kami terjadi penurunan citarasa menjadi KW2 di sana. 

Kalau makanan yang kami santap di sebuah tempat rasanya biasa-biasa saja, tidak terlalu enak meski juga tidak terlalu buruk, kami menyebut nilainya sebagai 'menengah'. Bisa saja kami mengulangi lagi untuk datang tapi jelas bukan dalam waktu dekat.

Lalu kalau rasa masakan itu tidak cocok sama sekali dengan selera kami, tempat makan itu kami juluki 'tidak ada duanya'. Artinya tidak akan ada kunjungan kedua kali ke tempat itu. 

****                                  

Rabu, 17 Januari 2018

Opa Atau Inyiak?

Opa Atau Inyiak?  

Seorang cucu kemenakan (anak dari anak kakak istriku) memanggilku opa, seperti yang dilakukannya kepada saudara-saudara neneknya yang laki-laki. Aku mengoreksinya agar dia memanggilku inyiak.  Dia terheran-heran lalu bertanya, kenapa. Aku jelaskan bahwa sebagai orang Minang lebih baik kita menggunakan panggilan dalam bahasa Minang, jawabku.  Dia yang sangat kritis melanjutkan dengan pertanyaan bernada protes, kenapa ibunya memanggilku 'oom'. Betul juga. Itulah yang terjadi, dan itu sebuah salah kaprah, jawabku.

Jadi, seharusnya ibuku memanggil apa ke inyiak?  tanyanya pula. Harusnya dia memanggil pak etek, jawabku. Karena saya suami dari eteknya yang juga dipanggilnya tante. Nah, itu kan? Berarti salah semua, katanya menambahkan. Harusnya semua diingatkan juga, inyiak, katanya lagi. Aku tersenyum kecut.

Memang begitulah adanya soal panggilan-panggilan ini. Yang padahal dalam aturan Minang panggilan bisa menunjukkan posisi orang yang dipanggil di tengah keluarga. Saudara-saudara laki-laki ayah dipanggil pak tuo, pak tangah, pak etek sesuai dengan urutan usianya berbanding usia bapak kita. Yang lebih tua, pak tuo, yang lebih muda pak etek. Kalau setingkat dibawah bapak tapi bukan yang paling kecil dipanggil pak tangah. Saudara perempuan ayah dipanggil mak tuo, mak tangah, etek. Saudara laki-laki ibu dipanggil mak gadang, mak tangah, mak etek, Dan saudara perempuan ibu dipanggil mak tuo, mak ngah, etek.

Sekarang panggilan-panggilan asli Minang itu semakin langka. Yang laki-laki, apakah saudaranya ayah atau saudaranya ibu semua dipanggil oom. Yang perempuan pula semuanya dipanggil tante. Saudara-saudara ayah dan ibu itu hanya terdiri dari oom dan tante saja lagi. Begitu pula untuk kakek dan nenek, sekarang banyak orang yang senang dipanggil opa dan oma

Secara keseluruhan sebahagian urang awak kelihatannya memang lebih senang dengan panggilan moderen tersebut. Berbeda dengan orang Jawa yang sejauh yang aku perhatikan masih teguh menggunakan panggilan asli. Disana ada eyang kakung (yang kung = kakek)  dan eyang puteri (yang ti = nenek) serta pak de dan pak lik, bu de dan bu lik, walau anehnya saudara laki-laki ayah atau ibu semua dipanggil 'pak' dan saudara perempuan ibu semua dipanggil 'bu'.

****

        

Senin, 15 Januari 2018

Musang Terorist

Musang Terorist    

Aku memelihara ayam. Peranakan ayam kate dan ayam kampung, yang mula-mula dihadiahkan seorang tetangga sepasang, kepada istriku. Dan aku dari dulu memang suka memelihara ayam kampung di pekarangan belakang, meski sebelum kedatangan sepasang ayam ini sudah agak lama kami tidak memeliharanya lagi. Kok mau? Ya suka saja. Sebuah hobi yang agak kampungan memang. 

Aku memeliharanya dengan membuatkan kandang ekstra, memberi makannya pagi dan sore dengan teratur. Kalau aku sedang tidak di rumah, tugas ini digantikan si Bungsu, yang sama penyayangnya terhadap hewan. Kalau kami berdua tidak ada di rumah, karena ke luar kota bersamaan, kami minta-tolongkan untuk mengurusnya kepada tukang yang tinggal tidak jauh dari rumah kami. 

Maka ayam itu berkembang biak. Mencapai empat puluhan ekor. Populasi jantan betina hampir sama banyak. Pernah adik-adikku minta dan diberikan beberapa ekor. Pernah pula yang jantan dipotong (minta tolong sama pedagang ayam di pasar, dan ayamnya dibawa ke pasar), walau agak kurang tega melakukannya. 

Sudah sejak lama, ayam-ayam ini suka didatangi musang di malam hari meski tidak setiap malam. Pernah suatu ketika empat ekor ayam betina dibunuh musang tapi tidak dimakannya. Sepertinya yang diincar musang adalah anak-anak ayam yang sebesar merpati. Beberapa kali anak-anak ayam seperti itu hilang. Aku tahu betul berapa jumlahnya setiap saat. Sore-sore masih ikut makan bersama kawanan lain, pagi-pagi waktu diberi makan lagi jumlah anak ayam itu berkurang. Maka dibuatlah pengamanan ekstra. Anak-anak ayam di tempatkan di kandang khusus dan tidak dilepas. Sementara cukup aman. 

Akhir-akhir ini setiap malam musang-musang itu datang. Kedatangannya ditandai oleh riuhnya suara ayam. Setiap kali ayam-ayam itu heboh kami mengatakan bahwa musang teroris telah datang lagi.

Karena jumlah jantan yang hampir sama banyak dengan yang betina, dan rupanya di antara betina-betina itu ada pilihan untuk dikawini pejantan-pejantan itu, terjadilah pengerubutan terhadap betina-betina tertentu. Akibatnya ada betina yang trauma dan tidak mau masuk ke kandang bersama tetapi nongkrong di pohon. Kalau aku lihat, aku mengusir dan memaksanya untuk masuk ke kandang. 

Dua hari yang lalu si Bungsu yang menutup pintu kandang ayam sore hari. Dia tidak tahu tentang ayam betina yang nongkrong di pohon. Kemarin sore aku baru melihat bahwa si betina malang itu telah tinggal sisa-sisa bangkainya. Kasihan betul.....

****

               

Kamis, 11 Januari 2018

Unta

Unta     

Allah berfirman dalam surat Al Ghaasyiyah ayat 17 ; 'Apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan?' Unta bukan satu-satunya jenis binatang yang disebut / terdapat dalam Al Quran. Ada sapi betina (Al Baqarah). Ada laba-laba (Al 'Ankabuut).  Tapi di ayat di atas Allah mengingatkan khusus tentang unta. Karena unta memang istimewa. Jadi kendaraan tunggangan untuk perjalanan jarak sangat jauh di padang pasir. Dan telah dimanfaatkan manusia selama ribuan tahun. 

Unta memang istimewa. Dia bisa minum sekaligus sebanyak 200 liter satu kali minum. Air itu disimpan di tempat khusus dalam tubuhnya. Setelah itu, dia sanggup mengharungi panas terik padang pasir selama berhari-hari tanpa minum lagi, cukup memanfaatkan cadangan air yang tersimpan tadi itu saja. 

Dan unta termasuk hewan yang boleh dikonsumsi. Boleh dimakan dagingnya, diminum susunya. Menurut cerita yang cukup dapat dipercaya, dalam ekspedisi yang melibatkan jumlah yang sangat banyak dalam rombongan tentara, unta dibawa untuk beberapa keperluan. Untuk angkutan personel, angkutan logistik dan untuk cadangan makanan.

Dan ternyata Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan bahwa kencing unta juga dapat dimanfaatkan manusia. Ada keterangan yang mengatakan bahwa kencing unta boleh dipakai untuk bahan pencuci rambut. Seperti shampoo sekarang. Dan diminum sebagai obat (dengan mencampurnya dengan susu unta). Rasulullah yang mengatakan demikian dalam hadits beliau. Sebagai orang beriman kita tentu harus percaya.  

Seorang ustadz menyampaikan hadits tentang kencing unta sebagai obat. Maka ada orang yang tidak faham, bereaksi cukup keras, mengatakan bahwa hal itu (meminum kencing unta) adalah sesuatu yang menjijikkan. Kalau memahaminya dengan logika mungkin demikian adanya, air kencing unta itu menjijikkan. Tapi kalau Nabi Allah yang memberitahu manfaat dari kencing unta itu, meski barangkali kita tidak sanggup meminumnya, sebagai orang beriman rasanya memang kurang pantas pula untuk melabelinya dengan menjijikkan. Wallahu a'lam.

****        

Senin, 01 Januari 2018

Berakhirnya Total Exploration Production Indonesie Di Mahakam

Berakhirnya Total Exploration Production Indonesie Di Mahakam   

Terhitung mulai hari ini, tanggal 1 Januari 2018, pengelolaan ladang-ladang gas dan minyak bumi di daerah Mahakam - Kalimantan Timur diserahkan Total (yang berkongsi 50 - 50 dengan Inpex) kepada Pertamina Hulu Mahakam. Berakhirlah kiprah perusahaan Total di blok tersebut yang sudah digarapnya selama lebih dari 40 tahun, dengan dua kali perpanjangan masa kontrak.

Seorang teman yang tahu bahwa aku adalah mantan karyawan (pensiunan) Total bertanya pendapatku tentang kejadian ini. Dia ingin tahu apakah pengalihan hak menggarap ladang-ladang minyak di Blok Mahakam dari Total ke Pertamina itu benar-benar akan membawa dampak positif untuk Indonesia. Sebuah pertanyaan yang sulit juga bagiku menjawab. Aku mencoba menjawab dengan hati-hati sebagai berikut.

Jika Pertamina mengusahakannya dengan profesional, seharusnya akan sangat positif bagi negara. Karena ladang-ladang gas dan minyak itu adalah ladang-ladang yang sedang berproduksi, diketahui besaran kandungannya, dan dikerjakan oleh tenaga-tenaga Indonesia (ex Total) yang ahli di bidangnya. Apakah tenaga kerja Indonesianya mampu? tanyanya pula. Saya yakin bahwa mereka mampu, jawabku.

Apakah tidak terlambat baru mengambil alih pengelolaannya sekarang, kalau begitu? lanjutnya lagi. Inipun sulit menjawabnya. Aku hanya memberikan contoh tentang Cina yang membuat persyaratan khusus dengan Total, ketika perusahaan ini mengelola daerah operasi untuk eksplorasi minyak di tahun 1980an di negeri itu. Hal ini diceritakan oleh rekan karyawan Total, orang Perancis 35 tahun lebih yang lalu. Persyaratan apa yang diajukan Cina? Cina mengijinkan Total jadi operator di daerah operasional tersebut hanya sampai tanggal 8 bulan 8 tahun 1988. Orang Cina mempercayai bahwa angka 8888 adalah angka keberuntungan. Untuk itu tenaga-tenaga ahli Perancis harus didampingi oleh tenaga ahli Cina sampai tanggal dan bulan tersebut. Sesudah itu pengelolaan daerah operasional itu akan diambil alih oleh Cina, meski tetap dengan berbagi hasil dengan Total sampai berakhirnya masa kontrak. Sepertinya Cina sukses besar dengan cara itu.  

Hebat sekali, katanya. Kenapa negeri kita tidak menirunya? tanyanya pula. Kalau itu aku tidak tahu, jawabku.

****