Selasa, 31 Maret 2015

Gulai Kapalo Ikan

Gulai Kapalo Ikan

Kalau anda masuk ke restoran masakan Minang (lebih populer dengan nama Rumah Makan Padang), anda akan menemui salah satu menunya gulai kapalo ikan. Ada bermacam-macam kepala ikan berukuran besar yang bisa digulai, tapi biasanya yang lebih populer adalah kepala ikan kakap merah. Biasanya sebelah kepala yang ukurannya sepenuh piring makan (piring besar, berbeda dengan piring-piring kecil tempat lauk lainnya). Harganya juga 4 sampai 5 kali lipat harga satu potong lauk lain, apakah itu ayam, rendang, tunjang atau ikan lain. Jadi memang cukup mahal.

Gulai kepala ikan yang sempurna pengerjaannya memang sangat nikmat. Sempurna dalam arti, ikannya segar, bumbu-bumbunya terasa dan dimakan ketika masih panas. Semua bagian kecuali tulangnya sangat lezat, bagi yang menggemari gulai kapalo ikan. Karena ternyata memang tidak semua orang bisa menikmatinya. Bahkan ada temanku yang kaget dan tercengang (bercampur geli) ketika melihat kepala ikan dengan mata dan gigi-gigi seperti gambar di sebelah. Dan dia tidak berani memakannya. 

Di dekat kantor di Kuningan tempat aku bekerja dulu ada sebuah restoran rumahan dikelola sepasang suami istri. Istrinya pintar memasak. Gulai kepala ikannya sangat enak. Namun suatu hari terjadi 'kecelakaan'. Gulai kepala ikan itu bermasalah karena ikannya tidak segar. Waktu melewati kuali besar yang memang diletakkan dekat pintu masuk restorannya, aku sudah merasa bahwa bau gulai ikan itu kurang pas. Dan ternyata benar. Aku beritahukan kepada si ibu restoran, dan dia minta maaf. Memang tadi waktu dibeli di pasar sudah terlihat kurang segar. Oleh si ibu itu disiram dulu dengan air panas sebelum dimasak. Tidak tertolong. Akhirnya gulai sekuali itu terpaksa disingkirkannya. Rugi besar dia hari itu.

Aku bukan hanya penikmat gulai kepala ikan, tapi juga bisa memasaknya. Di awal tahun 2000an aku bertugas beberapa bulan di Balikpapan. Tinggal di hotel. Ada teman kerja yang tinggal di rumah bujangan. Karena aku sering bercerita bahwa aku bisa memasak, suatu hari aku ditantangnya untuk mencoba memasak di rumahnya. Kami pergi berbelanja ikan segar dan bumbu-bumbunya ke pasar. Dan aku mengolahnya. Hasilnya, alhamdulillah perfect. Teman itu menghadiahkan sepotong gulai ikan dengan kuahnya (bukan kepalanya) ke tetangganya, geologist perempuan, yunior kami. Si yunior ini berkali-kali mengucapkan terima kasih. Saking enaknya, ketika sepotong ikan sudah dimakan dan kuahnya masih ada, dia masukkan telur rebus ke dalam kuah tersebut. Masih enak katanya. Setiap kali bertemu sesudah itu dia mengulang-ulang kenangannya dengan gulai ikan.   
                                                
Balikpapan memang surga untuk ikan laut segar. Kalau kita datang pagi-pagi, ikan kakap besar-besar dan masih segar tersedia sangat banyak di pasar Kelandasan.  Ketika anak dan menantu kami masih di Balikpapan tahun-tahun yang lalu, di rumahnya pernah pula aku masak gulai kepala ikan. 

Gulai kepala ikan kakap sepertinya memang khas masakan Minang. Orang Bugis Makassar biasa pula memasak kepala ikan. Aku pernah mencoba masakan seperti ini di Nunukan. Tapi berbeda rasanya.   

Kepala ikan sepertinya tidak dimakan oleh orang-orang Eropah dan Arab. Kita bisa  menemukan video di Youtube, bagaimana mereka mengambil bagian daging (filet) ikan dan membuang sebagian besar dari ikan itu, termasuk kepala dan kulitnya. 

Ada cerita seorang teman yang pernah bekerja di Abu Dhabi, ketika dia meminta kepala ikan kakap yang sudah dibuang ke tong sampah. Penjual ikan itu menanyakan untuk apa. Teman ini terpaksa mengatakan untuk kucing. Aku tidak tahu apakah orang Cina dan orang Jepang juga membuang kepala ikan.  

(Gambar-gambar ini aku dapatkan di Google dengan meminta  gambar 'gulai kepala ikan'. Mohon maaf kepada pemilik foto.)

*****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar