Rabu, 22 Juni 2011

Manusia Menuju Krisis Pangan.......

Manusia (kita semua) Menuju Krisis Pangan 

Di rumah aku tidaklah seberapa penonton tv. Kalau menonton juga biarlah yang ringan-ringan saja, bukan berita yang seringkali memaksa kita mengurut dada, saking nyelenehnya. Tapi akhir pekan yang lalu aku berada di Bandung untuk sebuah keperluan kantor. Menginap di hotel. Cerita ini bukan untuk perihal menginap di hotelnya tapi tentang menonton tv. 

Petik sana petik sini, pencet sana pencet sini, tiba-tiba aku terpaku pada sebuah reportase BBC. Laporan tentang krisis pangan. Diceritakan bahwa akibat globalisasi, sayur mayur yang dibeli di pasar 'tradisional' di London sana tidak lagi merupakan produk lokal Inggeris. Ada tomat dari Spanyol, wortel dari Jerman, buah-buahan dari Brazil dan sebagainya. Itu tidak seberapa menakjubkan. Meski ditekankan bahwa petani Inggeris dirugikan. Tapi kalau tomat Spanyol memang lebih baik kan tidak masalah. Dan sepertinya, kita sudah sejak lama hidup dalam suasana seperti itu sejak kita makan nasi beras Thailand.

Lalu diceritakan pula betapa pertanian (moderen) saat ini sangat artifisial dan tergantung sangat dengan minyak bumi. Yang dimaksud tentulah pertanian di negara-negara moderen seperti di Eropah, Amerika, Australia dan Jepang. Maksudnya, perlu bermacam-macam pupuk, bermacam-macam pestisida (yang ini mah termasuk di negeri kita) dan tentu saja tergantung pada diesel untuk menggerakkan combined harvester yang berat dan rakus minyak. Belum lagi kalau air perlu dipompa untuk dialirkan yang artinya juga memerlukan bahan bakar untuk menggerakkan pompa.

Cerita tantang menuju krisis pangan itu bermula dari masalah pertanian yang memerlukan  air. Sementara siklus peredaran air terganggu akibat global warming. Akibatnya semakin sering terjadi gagal panen. Bukankah ini juga terjadi pula di negeri kita? Sawah yang menjelang panen, tiba-tiba musnah direndam air bah. Akibat banjir, akibat cuaca yang tidak bisa lagi diprediksi. Jadi sampai disini cerita itu ya begitu adanya, dan kita, di negeri inipun sudah mengalaminya.

Ketika minyak bumi semakin langka dan semakin susah mencarinya, muncul ilmu baru yakni mengganti minyak bakar (yang sekali pakai habis, tidak bisa diperbaharui) dengan minyak hasil tumbuh-tumbuhan yang bisa ditanam dan berarti bisa diperbaharui. Terkesan jenial dan menyelesai masalah. Padahal tidak demikian. Minyak itu kita kenal dengan nama minyak jarak karena bahan bakunya biji buah jarak. Di India, tanah (pemerintah?) yang diusahakan masyarakat untuk tanaman pangan diambil alih oleh negara untuk diganti dengan tanaman jarak. Ini kan benar-benar berarti menyelesaikan masalah dengan (membuat) masalah, tidak sama dengan iklan Pegadaian itu. 

Masih dari India, kali ini dari Punjab, yang konon artinya lima sungai besar, sebab ada lima buah sungai besar-besar terdapat di daerah ini. Dulu air terbit dari mana-mana dan mengalir sampai jauh. Tapi sekarang air itu mulai langka. Lha, memang bisa. Petani terpaksa menggali sumur untuk mengairi ladang. Inipun menyelesaikan masalah dengan masalah baru. Air tanah itupun ternyata semakin susah dan terpaksa digali lebih dalam. Penyebabnya? Lagi-lagi global warming. Siklus peredaran air jadi tidak beraturan. Artinya semakin jelaslah bahwa mengolah ladang akan semakin sulit dan bahan pangan akan semakin langka.......

Yang lebih menyedihkan adalah penangkapan ikan. Dulu, kata reportase itu, sepanjang berpuluh-puluh kilometer di pantai Yorkshire berlimpah ruah ikan Cod. Dulu itu masih di tahun 60 an. Sekarang sudah tidak ada lagi. Sekarang untuk mendapatkan ikan (bukan cod) harus pergi jauh-jauh ke Afrika. Tersebutlah Senegal, sebuah megara miskin, tapi dulu cukup kaya dengan hasil ikan untuk dipanen para nelayannya. Sekarang ikan mereka disapu bersih oleh kapal penangkap ikan dari Eropah. Dan sebentar lagi, ikan di Senegal itupun akan habis.

Yang inipun kita sedang mengalaminya. Beramai-ramai pencuri ikan dari Jepang, China, Thailand, Vietnam dan Malaysia menjarah laut kita yang sangat luas. Pertanyaan yang sama, suatu ketika, dengan cara menangkap yang membabi buta sehingga sampai bayi-bayi ikan disedot oleh jaring raksasa kapal penangkap ikan, maka dalam waktu tidak terlalu lama ikan di laut kita itupun akan habis. Jadi kita memang sedang menuju krisis pangan.......

*****        

1 komentar:

  1. Nice post!! betul betul betul... Tragisnya ikan laut yang kita import dari Cina/Jepang itu ditangkap dari laut kita sendiri. Dan ada artikel yang cerita kalau nelayan kapal besar mulai mencari ikan di laut timur Indonesia karena bagian tengah dan barat sudah sulit dapat ikan. Kalau mereka pun mulai mencari ikan di timur, habis lah sudah ikan kita... :(

    Masalah global warming ini menyedihkan. Mulailah berubah gaya hidup dari diri sendiri dari sekarang, sekecil apa pun mudah-mudahan bisa terbalaskan untuk generasi anak cucu... mudah-mudahan masih sempat.

    *sedih*

    BalasHapus