Sabtu, 30 Juli 2011

Rapat Di Bandung

Rapat Di Bandung 

Ketika belum tahu kita jadi bertanya-tanya dan bisa  salah mengerti. Seperti itu dulu aku terheran-heran melihat kawan-kawan sesama karyawan biasa mengadakan rapat dengan institusi lain di luar kota untuk beberapa hari. Rasanya kok aneh dan mengada-ada betul rapat seperti itu. Karena rapat harusnya dapat dilaksanakan di kantor, untuk beberapa jam, sampai selesai.

Dalam dua bulan ini sudah dua kali aku ikut serta rapat di Bandung. Sebagai seorang konsultan, aku diikut-sertakan dalam rapat rencana kerja serta rencana belanja atau biaya operasional. Rapat yang lurus-lurus saja. Katanya, alasan rapat itu diadakan di luar kota adalah untuk efisiensi, agar peserta rapat bisa berkonsentrasi. Dan barangkali, setidaknya dari dua kali yang aku ikuti, ada benarnya. 

Kenapa Bandung? Entah pulalah. Tapi Bandung memang asyik-asyik saja. Sekurang-kurangnya suasana Bandung menyenangkan dan tidak terlalu jauh dari Jakarta. Aku yang  pernah hidup dan tinggal di Bandung selama bertahun-tahun sering terheran-heran dengan perubahan kota ini. Jalan Dago yang sudah menjadi daerah bisnis dengan jejeran factory outlet, hotel, restoran, 40 tahun yang lalu murni sebagai jejeran rumah tinggal. Dulu aku pernah tinggal di Dago di sekitar tahun 1975.

Dulu aku hanya mengenal Bukit Dago dengan Dago tea house, serta lapangan tempat oplet Dago (oplet tua jurusan Dago - Stasiun) berjejer-jejer. Kemarin aku ikut makan malam di D'valley, tempat yang beberapa kali diceritakan anak-anak tapi belum pernah aku kunjungi. Duduk di teras, di ujung lembah memandang hamparan Bandung yang gemerlapan dengan cahaya lampu ke arah selatan. Pemandangan yang lumayan bagus meski salah seorang dari kami menyebut dengan kelakar bahwa di malam hari pemandangan dari sini seperti Monaco, tapi kalau dilihat siang hari seperti Monangis (mau nangis). Karena di bawah sana terlihat perumahan penduduk yang tumpang tindih.

Bandung memang asyik. Sebuah kota nostalgia, sebuah kota yang dulu adalah tempat belajar, tempat berjuang, tempat merentang mimpi, tempat mengukir cita-cita. Ada di antara cita-cita dan mimpi itu yang tercapai dan ada pula yang tinggal sebagai kenangan hampa. Bandung sudah banyak berubah. Seperti diriku sendiri yang juga sudah banyak berubah, menjadi semakin tua. Bukankah yang demikian itu merupakan keharusan di sisi Allah. Merupakan sunatullah.

*****         

Jumat, 29 Juli 2011

Ramadhan.........

Ramadhan........

Hampir berakhir Sya'ban 1432H. Insya Allah besok, begitu matahari terbenam kita masuki bulan Ramadhan 1432H. Bulan suci tempat dan saat kita diberi Allah kesempatan untuk memperbaiki kualitas diri. Meningkatkan nilai kita di sisi Allah Subhanahu wa ta'ala. Nilai ketaqwaan. Karena yang paling mulia di antara kita, kata Allah adalah yang paling baik ketakwaannya. Innaa aqraamakum 'indallaahi atqaakum.... Alhamdulillaah....

Sudah berulang kali kita lalui Ramadhan demi Ramadhan. Allah Yang Maha Tahu sudah di tingkat mana nilai kita di sisi-Nya. Meski kita juga diingatkan Allah untuk 'menghitung-hitungnya'. Waltanzhur nafsun maa qaddamat lighad. Memperkirakan, apa saja yang sudah disiapkan setiap diri untuk hari esok....  Lalu setelah itu berusaha memperbaiki jika sekiranya nilai kita masih kurang. Karena memang.... kita yang lemah, yang serba terbatas, yang meski telah berusaha membersihkan diri di setiap Ramadhan, namun kemudian terpercik lagi dan lagi oleh keliru, oleh khilaf, oleh dosa.      

Alhamdulillaah..... kita diberi kesempatan lagi untuk membersihkan diri. Memperbaiki diri. Menguji sejauh mana nilai-nilai kepatuhan dan keberhati-hatian kita dalam beriman dan beribadah kepada Allah. Puasa itu untuk-Ku kata Allah. Dan Aku yang akan memberi balasan, firman Allah dalam sebuah hadits qudsi. Kita bersyukur diberi kesempatan ini dan berharap kiranya Allah mengizinkan kita menyelesaikan Ramadhan tahun ini sampai ke penghujungnya. Berharap kiranya Allah memberi kita hidayah dan melembutkan hati kita agar mampu khusyuk beribadah untuk-Nya. Berharap agar kiranya Allah menolong kita untuk mencapai derajat taqwa. 

Wahai Allah! Yang menunjukkan kepada kami agama-Mu yang lurus. Berilah kami kekuatan untuk beribadah kepada-Mu. Untuk mengerjakan setiap perintah-Mu. Untuk menjauhkan diri kami dari setiap larangan-Mu. Wahai Allah! Teguhkanlah iman kami kepada-Mu. Berilah kami hati yang khusyuk. Berilah kami kesabaran dan kesehatan agar kami dapat menjalankan ibadah kepada-Mu dengan baik.

Ya Allah! Kami penuh harap akan ampunan-Mu. Kami penuh harap akan ganjaran kebajikan dari-Mu, untuk akhirat kami. Ya Allah! Tunjukilah kami, lindungilah kami, mudahkanlah urusan-urusan kami di dunia dan akhirat. Ya Allah! Masukkanlah kami ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang mendapat keridhaan Engkau di dunia dan akhirat.

Marhaban ya Ramadhan........

*****
   

Sabtu, 23 Juli 2011

Gaptek

Gaptek  

Gaptek itu setengah bahasa 'prokem', bahasa gaul. Artinya gagap teknik. Artinya susah, atau memerlukan waktu lama untuk beradaptasi dengan perangkat canggih teknologi. Bisa juga sih menyusul, tapi pelan sekali. Nah, aku ini lebih kurang seperti itu. Gaptek.

Mengetik tulisan-tulisan ini kulakukan melalui PC, sebuah perangkat yang sudah berumur hampir lima tahun. Dan aku menikmati menggunakan PC yang ini saja. Susah kalau harus beralih ke laptop (memalukan, ya?!). Apalagi yang perbendaharaannya (word, excel etc.) perangkat lebih muda. Yang aku punya adalah produksi 2003. Dan aku hanya familiar dan sangat terbiasa menulis atau mengetik dengannya. Laptop yang digunakan istriku punya 'word' 2007. Dan aku gaptek ditambah kesal kalau menggunakannya.

Seminggu yang lalu PC ini berganyi. Tidak mau hidup waktu di-set 'on'. Apa yang salah? Ya, mana ku tahu. Dan biasanya, sesudah utak utik sambil tidak paham, aku mempreteli kabel-kabel yang seperti spageti di belakangnya, bersiap-siap untuk membawanya ke toko merangkap bengkel komputer di Mall Bekasi sana. Aku punya langganan di sana. Tapi kemarin itu, seorang kemenakan mencegahnya. Katanya dia punya seorang teman yang juga ahli komputer. PC tua inipun dibawanya. Dua hari kemudian, setelah temannya  memeriksa seperlunya dia bilang bahwa sepertinya tidak ada masalah. Lha? Ya sudah kalau begitu. Namun untuk meyakinkan, dia minta untuk memeriksa juga keyboard, monitor. Sekali lagi dia bilang (ini baru kemarin sore dikatakannya), semuanya OK-OK saja. Jangan-jangan hanya koneksi kabelnya saja yang tidak pas, kata sang kemenakan. Tapi masa, iya? Waktu itu dia tiba-tiba mati ketika sedang dipakai. Dan setelah itu tidak mau hidup. Dan tidak ada sambungan kabel yang terganggu.

Tapi, ya sudahlah. Sekarang aku sudah bisa lagi bergeritik disini. Apalagi ada beberapa tulisan yang memang perlu aku buat. Ringkas saja, alhamdulillah..... PC tua yang setia ini bisa kembali digunakan.

*****       

Sabtu, 09 Juli 2011

You Know

You Know 

Pernah mendengar lawan bicara anda 'mendesak-desak'? Menanyakan apakah anda mengerti yang dibicarakannya? Setiap sepenggal katanya selalu dihiasi 'you know'. Seolah-olah dia sangat memaksakan agar lawan bicaranya memahami betul apa yang dikatakan. 'You know, Indonesia is a real big country, you know. It is really too big, you know. A big country like this, you know, suffer the possibility of being torn apart, you know. Like Soviet Union you know, which had to face the fact that its border being pushed back, you know......' katanya menyerocos. Ya sudah, kalau memang ini style si Armstrong ini berbicara begitu. Ini masih bagus karena ada pula yang menghiasi kalimatnya dengan berlimpah ruah kata carut, dalam obrolan setengah resmi.

Lalu ada pula kawan dari Semananjung yang mungkin terpengaruh dengan gaya bahasa seperti itu, atau mencoba meniru-niru, meski nuansanya jadi agak sedikit ganjil. 'Awak faham, tak. Negeri besar macam Indonesia ni, faham tak. Sangat berlampauan besarnya, faham tak. Terlalu besar, faham tak, sahingganya terancam oleh kemungkinan tercabik-cabik faham tak. Macam Soviet Union dulu tu, faham tak. Akhirnya tercerai berai, dan sepadannya terpaksa ditarik balik faham tak.......'

Nah kalau anak-anak muda kita berbicara dalam bahasa 'prokem mereka' dengan menggunakan banyak kata-kata 'tahu nggak,' terasa mula-mula lucu, tapi akhirnya terasa memprihatinkan. 'Gue bete, tau nggak sih lu. Dia udah janji mau datang, tau nggak. Trus gak taunya nggak nongol-nongol, tau nggak. Kan ngeselin banget, tau nggak. Gue sebenarnya udah nggak suka sama dia itu, tau nggak. Tapi dasar aja, tau nggak, dia itu yang.......' Kalau mendengar anak-anak berbicara seperti ini rasanya kita ingin mengatakan 'NGGAK TAHU...'

Ah ini hanya sekedar tulisan iseng di pagi hari Minggu ini saja..... 

*****       

Jumat, 08 Juli 2011

Terlanjur Berburuk Sangka

Terlanjur Berburuk Sangka 

Beberapa hari yang lalu 'kita' membicarakan dengan penuh emosi kekejaman sebuah hukuman pancung di Saudi Arabia sana yang diberlakukan kepada seorang pembantu yang dinyatakan bersalah telah menghabisi majikan wanitanya. Waktu itu muncul 'pembelaan' karena rasa nasionalisme yang berlebihan. Seorang wanita bangsa kita dihukum pancung di negeri orang. Pastilah (ini pembentukan opini) dia sebelum membunuh majikannya itu telah dizalimi. Mungkin diperkosa. Mungkin diperlakukan semena-mena. Lalu wajar dong (kata opini kita) kalau dia membela diri dan bahkan sampai terpaksa membunuh. Artinya kita sedang berusaha (waktu itu) membenarkan perbuatan pembunuhannya dan berusaha pula menilai bahwa dia telah diperlakukan secara tidak adil dengan hukuman yang dijalaninya.

Kemarin aku membaca cerita 'sisi lain dari para TKW yang bekerja di Arab Saudi' yang diceritakan di Kompasiana dan di-forward ke miling list. Sebuah cerita yang menurutku apa adanya, banyak benarnya dan di atas segala-galanya sangat menjijikkan dan memalukan. 

Menjijikkan karena aku juga pernah mendengar cerita busuk yang sama dari sumber lain, tentang bagaimana sebahagian (entah seberapa banyak dari sejuta lebih TKW) yang datang ke Arab Saudi untuk berpetualang. Untuk melakukan perbuatan-perbuatan tidak terpuji. 

Aku tidak ingin membahas perbuatan tercela apa saja yang dilakukan sebahagian TKW itu di sana, yang diceritakan sangat runtut dalam artikel itu. Yang aku sorot adalah betapa kemudian kita 'terdiam' setelah sebelumnya kita terlalu berburuk sangka. Kita telah memposisikan seolah-olah TKW, yang kita gelari pahlawan devisa, adalah wanita-wanita suci bak malaikat, yang pergi jauh-jauh untuk mencari nafkah ke negeri jauh dan keras, lalu di sana mereka diperlakukan oleh durjana-durjana yang adalah majikan mereka. Semua kesalahan tertumpah ke atas durjana-durjana itu yang kita beri label dengan segala keburukan dan kezaliman. Mereka, para durjana, telah menzalimi malaikat-malaikat TKW pahlawan devisa yang di antaranya harus mengakhiri hidupnya dengan kepala terpisah dari badan di negeri 'jahat' itu.

Cerita ini sebenarnya tidak perlu diperpanjang. Kalaulah benar pengiriman TKW akan dihentikan oleh penguasa negeri ini, barangkali itupun sudah akan jadi sebuah harapan, untuk memperbaiki citra negeri ini. Citra negeri pengirim TKW.

*****     

Sabtu, 02 Juli 2011

Memotong Hewan

Memotong Hewan  

Hewan ternak semisal sapi, kerbau, kambing dan domba, adalah hewan yang biasa dikonsumsi. Dimakan. Karena memang disediakan Allah untuk itu. Firman Allah dalam surat Al An'aam (arti surat ini sendiri adalah binatang ternak) ayat 142; 'Dan di antara binatang ternak itu (Allah menjadikan) untuk pengangkutan dan untuk disembelih. Makanlah dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan, karena sesungguhnya syetan itu adalah musuh yang nyata bagimu.'         

Hewan-hewan itu halal untuk dimakan setelah disembelih dengan menyebut nama Allah pada saat pemotongannya. Memotong hewan itu sendiri ada sunnnah atau tuntunannya yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Hendaklah digunakan pisau yang tajam. Hendaklah penyembelihan itu dilakukan dengan tepat dan cepat agar tidak menyakiti binatang sembelihan itu. Hendaklah putus kedua saluran di lehernya (saluran makanan dan saluran udara).

Ketika kami memotong hewan kurban di hari raya Aidil Qurban, aku pernah melihat tingkah polah sementara pembantu tukang potong yang tidak tertib dan serampangan. Sapi atau kambing yang baru disembelih dan belum sempurna matinya sudah mereka 'proses' dengan memisahkan kepalanya, memotong buntutnya dan sebagainya. Ketika melihat hal tersebut aku segera melarang mereka, menyuruh mereka menunggu sampai hewan kurban itu sempurna matinya. Bahkan setiap tahun, sebelum memulai pekerjaan pemotongan para petugas itu kami briefing dulu, mengingatkan agar semua yang bekerja berlaku tertib.

Baru-baru ini pemerintah Australia memprotes dan mengancam tidak akan menjual ternak sapinya ke beberapa kota karena menurut pengamatan mereka pemotongan hewan di kota-kota tersebut dilakukan secara serampangan dan menyakiti sapi potong. Heboh polemik tentang itu dan bahkan ada yang menanggapi dengan emosi. Aku melihat video youtube acara pemotongan di sebuah rumah jagal yang berasal dari pengamat Australia itu. Di situ diperlihatkan bahwa sapi yang sudah menjelang mati itu 'diusili', dipukul atau mungkin dipotong bagian badannya sementara hewan itu belum mati. Jadi persis seperti yang pernah aku lihat dulu di tempat kami memotong hewan. Dulu, waktu aku tegor, para tukang potong itu mengatakan bahwa mereka harus bekerja dengan cepat. Sehingga tercemarlah adab untuk berlaku baik-baik terhadap binatang sembelihan.

Entah karena ikut-ikutan, atau ada penyebab lain, giliran pemerintah Belanda kononnya melarang penyembelihan sapi secara Islam. Menurut orang Belanda, sapi yang akan dipotong itu harus dibius dulu agar dia tidak merasa sakit. Alasan ini terkesan mengada-ada. Penyebabnya, karena menurutkan perasaan 'pencinta hewan', mereka merasa kasihan melihat sapi kesakitan waktu disembelih. Pada hal untuk memingsankan hewan potong tersebut ada pula yang dengan cara dipukul kepalanya dengan benda keras. Untuk yang terakhir ini, jadi syubhat untuk dimakan orang Islam, khawatir matinya bukan lagi karena sembelihan.

Yang paling benar itu adalah menyembelih dengan adab seperti yang diajarkan Islam. Dengan pisau tajam dan dilakukan dengan cepat lalu menunggu sampai hewan itu sempurna mati. Seperti itu sudah cukup, karena hewan itu memang dihalalkan untuk disembelih dan dimakan.

*****