Selasa, 31 Januari 2017

Sampai Kapan Terus Berdalih (Dari Islampos)

Sampai Kapan Terus Berdalih?

Oleh: Rohmat Saputra jeparahanif@gmail.com

DUNIA adalah tempat mencari bekal untuk akhirat. Dimana hanya tempat beramal tanpa hisab. Nanti di akhirat tempat hisab tanpa amal. Sayangnya banyak yang terlalaikan dengan dunia. Lupa bahwa hidup dunia hanya seperti singgah saja. Tidak akan lama. Tujuan pokok yang selayaknya menjadi prioritas lambat laut tersisihkan. Akhirnya muncullah berbagai alasan sebagai dalih akan pembenaran yang dilakukan. 

“Uniknya”, di setiap usia ada saja alasan. Berikut bentuk alasannya.

Di Usia Anak-Anak

Di masa anak-anak sebenarnya sudah bisa diajarkan sesuatu yang bermanfaat untuk masa depan. Khususnya di bidang agama. Justru masa kecil adalah masa dimana mudah sekali membekas apa saja yang diajarkan. Apa yang ditransfer dari orang tuanya melalui teladan dan nasehat, otak anak-anak mudah merekam. Meski tampaknya mereka tidak beraksi atas nasehat dan teladan yang mereka dapatkan, tapi itu semua akan membentuk pribadi ketika dewasa kelak. Anehnya, terkadang orang tua yang tidak paham agama akan berdalih, “Biarlah, mereka kan masih kecil”. 

Dari dalih seperti itu, akibatnya kebaikan tertutup dan tidak tersalurkan kepada anak-anak. Padahal mereka adalah bibit unggul yang mudah sekali dicetak. Usia mereka adalah usia emas. Kepolosan mereka menjadi kelebihan dalam mengajarkan kebaikan. Jika dibiarkan, mereka akan tumbuh tanpa kebaikan Islam. Hasilnya orientasi hidup di dunia hanya mencari materi tanpa ruh Islam.

Di Usia Muda

Usia muda biasanya masa pencarian jati diri. Apa saja yang unik menjadi perhatian bagi mereka. Tidak jarang diantara mereka malah kebablasan dalam bergaul. Tanpa batas menerima semua pergaulan dari siapa saja. Mereka beralasan “mumpung masih muda”. Alasan itu seolah menjamin usia mereka bakal panjang. Padahal tidak sedikit di antara mereka yang mati waktu muda. Karena usia muda tidak menjadi alasan kematian undur datang. Maka alasan itu hanya sebagai dalih penghalalan untuk melakukan apa saja tanpa ada yang melarang. 

Lebih mirisnya lagi orang tua dari anak muda. Alasannya hampir sama dengan anaknya. “Biarlah, mereka kan masih muda”. Pertanyaannya, apakah usia muda berarti masa membolehkan segala hal demi kepuasan jiwa muda, yang kemungkinan besar tak terkendali? 

Alasan seperti itu seperti mewajarkan sesuatu bukan pada tempatnya. Seharusnya masa muda bukan dibiarkan dengan bebas. Tapi dituntun untuk dikendalikan agar tidak lepas. Pembentukan mental kuat dan kokoh pada generasi muda tentu dengan didikan yang tidak bersifat mengekang. Agar bisa mengimprovisasi selama itu dalam pantauan orang tua dan pendidik.

Di Usia Dewasa

Usia dewasa telah masuk. Kesibukan mulai datang. Hingga ada yang terkalahkan dengan kesibukannya. Bahkan tidak sempat melakukan ibadah apapun karena berdalih “Saya sibuk, tidak sempat sholat ke masjid dan menghadiri majelis ilmu”. Kalau memang alasannya selalu sibuk untuk melakukan ibadah, berarti orang-orang yang rutin sholat 5 waktu dan menghadiri kajian ilmu, dianggap kumpulan orang pengangguran?

Sebenarnya pekerjaan sibuk tidak serta merta mengalahkan ibadah. Sebab hakikat kerja hanyalah sebagai penopang agar bisa melanjutkan hidup. Pekerjaan banyak yang mengakibatkan sibuk sebenarnya tergantung dari bagaimana memenej waktu. Sehingga tidak diatur waktu terus-terusan. Manusialah yang mengatur waktu itu sendiri agar bisa membaginya dengan ibadah. 

Memang secara realita, seseorang harus patuh terhadap peraturan dimana seseorang bekerja. Tapi tentu tidak mungkin kerjanya full tanpa jedah. Alasan “saya sibuk” adalah dalih agar bebas dari berbagai kewajiban. Itu menunjukkan seseorang sudah kalah dengan pekerjaannya sampai kewajiban tersingkirkan.

Di Usia Tua

Usia dewasa tidak akan bertahan lama. Usia tua selanjutnya akan datang. Semua kekuatan telah dihabiskan pada usia muda dan dewasa. Saat memasuki usia tua, kekuatan berkurang. Ibarat mesin tua. Kerjanya sudah tidak sebagus ketika mesin baru. Tapi sayangnya ada sebagian yang susah dalam beribadah. Bahkan beralasan “Saya sudah sakit-sakitan, jadi susah untuk beribadah”. Akhirnya dimasa tua hanya seolah menunggu mati tanpa ada amalan apapun. Selebihnya mungkin bergaul dengan cucu-cucunya saja. 
Padahal melakukan ibadah bisa dilakukan dalam segala usia. Banyak ibadah ringan lainnya yang disesuaikan dengan kemampuan. Sebab Islam tidak memerintahkan beramal diluar batas kemampuan seseorang. 

Banyak beribadah meski di ujung usia adalah cerminan dari usia saat muda dan dewasa. Dimasa muda dan dewasa biasa melakukan ibadah seperti bersedekah, shalat berjama’ah dan shalat malam, maka saat tuapun akan terbiasa melakukannya. Walaupun kondisi fisik tak sekuat dulu.Tapi saat muda dan dewasa mudah meninggalkan shalat, mengaji hanya saat ramadhan, shubuh biasa kebablasan, maka yang terjadi tidak akan jauh berbeda. Di usia tua pun kemungkinan besar akan seperti itu. 

Karena aktivitas dalam keseharian bisa membentuk pola hidup. Sehingga biasanya setiap hari mengaji, kemudian satu hari saja tidak mengaji, maka seolah ada yang kurang. Begitu juga sebaliknya. Pola hidup ini akan terus berlanjut bila tidak dirubah dengan menggantikan aktifitas yang lainnya. 

Semua alasan diatas yang terkandung dari masa kecil, masa muda, masa dewasa dan di masa tua, merupakan sebuah dalih dari ribuan dalih lainnya untuk menghindari kewajiban. Syetan memiliki dalih lebih banyak agar menjauhi kebaikan. Akibat dari dalih itu banyak sekali korban yang telah berjatuhan. 

Para korban tidak sadar bahwa dalih tersebut membawa pada kehancuran. Akhirnya sedikit yang mengantongi bekal untuk kehidupan yang lebih panjang. Sebab ternyata telah termakan dengan ribuan alasan yang memang telah disiapkan oleh syetan. Jadi, masihkah kita punya alasan untuk tidak menjauhi syetan? 

****

Senin, 30 Januari 2017

Nasi Uduk

Nasi Uduk 

Di hari Ahad siang beberapa hari yang lalu kami menghadiri undangan walimahan anak seorang kerabat. Acara tersebut dilanjutkan pula dengan pertemuan keluarga sehingga sudah agak sore kami baru sampai di rumah. Istriku sudah terlalu capek untuk memasak dan kami berniat untuk makan di luar saja pada malam harinya. Tapi tidak ingin ke rumah makan masakan Padang. Pilihan akhirnya jatuh ke penjual nasi uduk pinggir jalan dekat pintu tol Jatibening, tidak terlalu jauh dari rumah. Meski tidak sering, kami sudah beberapa kali mampir di warung ini.

Sesudah shalat isya kami pergi ke tempat tersebut bertiga dengan si Bungsu. Malam itu ternyata kami kurang beruntung. Nasi uduk itu tidak seperti biasanya. Hambar dan tidak terasa rempah apapun. Begitu juga ayam gorengnya, tawar dan tidak enak. 

Begitu beranjak pulang dari tempat itu, aku berikrar akan membuat sendiri nasi uduk besok di rumah. Si Bungsu tersenyum tanpa komentar. Dia tahu bahwa aku sangat kecewa dengan nasi uduk yang kami makan malam itu.

Sore hari besoknya aku benar-benar melakukannya. Nasi uduk, ayam goreng bumbu dan sambel. Nasi uduk itu tidak sulit bumbunya. Beras ditanak dengan bumbu yang terdiri dari tiga batang serai dimemarkan, 4 lembar daun salam, 4 lembar daun jeruk, santan kental dan garam. Periuknya dijerangkan di atas kompor sampai air nasi mendidih, lalu diaduk-aduk beberapa saat. Terakhir dipindahkan ke rice cooker sampai sempurna masaknya. Selesai. Bau harum nasi uduk ini berhamburan dalam rumah

Ayam bumbu adalah potongan daging ayam direbus dengan bumbu bawang merah, bawang putih, jahe, lengkuas  yang diblender plus garam secukupnya. Merebusnya cukup sampai air rebusannya mendidih untuk beberapa menit. Seterusnya ayam bumbu itu digoreng sampai agak kering. Bagian ini dikerjakan oleh istriku.

Sambel adalah gabungan antara cabe yang sudah digiling, bawang merah dan tomat, ditambah garam secukupnya, lalu di goreng dengan sedikit minyak goreng atau bisa juga dikukus.  Peraskan sedikit asam jeruk.

Semua pekerjaan itu dilakukan sepulang dari shalat maghrib dalam waktu sekitar 40 menit. Dan kami makan sesudah shalat isya. Sayurnya ketimun dan daun selada mentah. Dan tentu saja ini adalah nasi uduk yang sangat jauh berbeda rasanya dengan yang kami makan kemarin. 

Sebagian nasi uduk itu di kirim ke rumah depan. Cucu-cucu yang sudah makan malam,  kembali makan dengan sangat bersemangat. Mantap ini, kata mereka.   

Ketika kecewa dengan makanan di luar (entah di restoran atau kedai pinggir jalan) aku biasanya terpancing untuk membuat masakan yang sama di rumah.

****     

Minggu, 29 Januari 2017

Sakit Gigi

Sakit Gigi

Ketetapan Allah, gigi-gigiku kurang teratur tumbuhnya. Tapi dengan izin Allah di tengah keluarga (istri dan anak-anak, bahkan dengan saudara-saudara) aku yang paling jarang sakit gigi. 'Penyakit' gigiku umumnya adalah karang gigi. Secara berkala aku mendatangi dokter gigi untuk membersihkan karang gigi. Biasanya sekali dua tahun. Tapi akhir-akhir ini jadwalnya agak molor. Sudah lebih tiga tahun sejak terakhir kali aku mendatangi dokter gigi untuk membersihkan karang gigi.

Beberapa bulan yang lalu gusiku sakit. Bengkak dan ngilu ketika mengunyah. Atas saran si Tengah (yang dokter gigi) aku pergi mengunjungi sejawatnya yang praktek di daerah Bekasi. Karang gigi dibersihkannya. Menurut dokter ini, gusi yang bengkak boleh jadi disebabkan gigi yang sedang 'sakit' (meski tidak ada bolong). Dia membersihkan bagian yang bengkak dan mengeluarkan nanahnya.  Sang dokter ini khawatir bahwa saraf gigi tersebut sudah mati. Aku disuruhnya merontgen mulut untuk mengamati gigi 'sakit' itu lebih seksama. Seandainya terbukti nanti bahwa sarafnya mati, maka akan dilakukan pekerjaan khusus, menanamkan sejenis logam di gigi yang bermasalah itu.

Aku pergi membuat foto rontgen. Sang dokter berpesan agar meminta lab tempat rontgen itu mengirimkan hasil fotonya via email. Dan disanggupi pula oleh petugas di lab rontgen. Dan dokter berjanji akan menghubungiku kalau sudah melihat foto rontgen.

Gusi yang sebelumnya bengkak kembali lagi bengkak sementara dokter gigi tidak memberi obat apapun. Gigi dengan gusi bengkak itu tetap terasa ngilu. Lalu aku bereksperimen sendiri. Menggunakan minyak tawon. Minyak tawon biasanya sangat ampuh untuk menyembuhkan bisul atau luka memar bekas terantuk. Sebuah percobaan nekad saja dengan harapan menghilangkan rasa sakit dan ngilu. Alhamdulillah, ternyata manjur. Setelah beberapa kali mengoleskan minyak tawon di gusi yang bengkak tadi, bengkaknya hilang begitu pula dengan rasa ngilu.  

Sudah seminggu sejak kunjungan ke dokter gigi di Bekasi, tidak ada berita apa-apa darinya. Akhirnya aku yang menelponnya. Ternyata dia tidak menerima kiriman foto rontgen melalui email. Dan dia bertanya bagaimana keadaan gigiku saat itu. Aku jawab bahwa alhamdulillah sudah baik. Gusinya sudah sembuh? tanyanya pula dan aku jawab, sudah, tanpa menceritakan bahwa aku menggunakan minyak tawon 

Beberapa hari kemudian aku ngobrol via skype dengan si Tengah. Dia mengatakan bahwa yang aku lakukan adalah sesuatu yang salah. Minyak tawon itu obat luar, tidak boleh digunakan di mulut, begitu katanya. Aku bilang buktinya dengan izin Allah sembuh. Tapi, katanya tetap saja itu salah. Ada resiko nanti gusinya mendapat masalah lain, karena gusi tidak sama dengan kulit luar dan tidak semestinya diolesi minyak tawon.  Aku malas berbantah-bantahan dengannya. Tapi dalam hatiku, yodium (obat luka) yang biasanya dipakai untuk luka di kulit digunakan pula oleh dokter gigi di gusi yang berdarah ketika mencabut gigi.  

Karena agak khawatir juga dengan apa yang dikatakan si Tengah, akhirnya aku coba cek apa saja kandungan minyak tawon. Ternyata minyak tawon itu terbuat dari bahan tumbuh-tumbuhan seperti minyak kayu putih, minyak kelapa, cengkeh dan lada. Kekhawatiranku hilang.   

****   

Jumat, 27 Januari 2017

Ketika Fitnah Merajalela

Ketika Fitnah Merajalela 

Fitnah adalah kekejian. Kebohongan dan pemalsuan. Pemutar-balikkan keadaan, ketika yang baik dikatakan buruk dan yang buruk dikatakan baik. Seorang yang amanah bisa difitnah dan dicap sebagai pengkhianat begitu pula sebaliknya, seorang durjana diagung-agungkan bak pahlawan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengingatkan bahwa fitnah yang paling keji itu akan datang nanti dari makhluk yang bernama dajjal. Makhluk ini akan mengecoh umat manusia, menyuruh mengingkari Allah dan menyembah kepadanya. 

Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengingatkan agar kita senantiasa minta perlindungan kepada Allah dari ancaman finah dajjal. Dalam sebuah hadits beliau menyampaikan agar kita membaca doa permohonan perlindungan kepada Allah di ujung tasyahud akhir dalam shalat. Allahumma a'uudzubika min 'adzaabi jahannam wa min adzabil qabri wa min fitnatil mahya wa mamaati wa min fitnati massihid dajjal. (Wahai Allah, aku memohon perlindungan Mu dari siksa neraka jahanam dan siksa kubur, dan dari fitnah hidup dan mati, dan fitnah masihhi dajjal). 

Fitnah dajjal yang sebenarnya mungkin belum menghampiri kita, karena makhluk dajjal itu belum muncul. Tapi fitnah yang menyerupai fitnah dajjal itu sudah sering terlihat. Yaitu fitnah ketika kekuatan uang dan kekuasaan berlaku dengan penuh kekejian dan sangat kasat mata. Dari skala perorangan atau kecil-kecilan sampai skala besar negara memfitnah negara. Lihatlah contoh ketika George Bush, presiden Amerika Serikat waktu itu mengumumkan perang kepada Iraq dengan fitnah bahwa Iraq memiliki senjata pemusnah massal. Tuduhan fitnah itu tidak terbukti, tapi penghancuran negeri Iraq oleh tentara Bush dan konco-konconya telah berlangsung dan mengakibatkan kerusakan negeri Iraq secara luar biasa. 

Fitnah orang perorang biasa saja terjadi antara sesama saudara, sesama tetangga, sesama teman setempat kerja. Fitnah yang dilontarkan untuk menjatuhkan martabat orang yang tidak disenangi. Bahkan seringkali sampai mengancam jiwa orang yang difitnah. Bagaimana munculnya sebuah fitnah? Mungkin karena hasad dan dengki. Mungkin karena kerakusan. Mungkin karena kebencian berlebihan terhadap seseorang. Apapun alasannya, biasanya fitnah cenderung mendorong kepada perbuatan keji terhadap yang difitnah. 

Kita jadi faham ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam  mengingatkan agar kita senantiasa memohon perlindungan Allah supaya terhindar dari bahaya fitnah. Mudah-mudahan Allah melindungi kita dari kejahatan fitnah-fitnah tersebut.

****            

Rabu, 25 Januari 2017

Pengaruh Vetsin

Pengaruh Vetsin   

Vetsin atau penyedap makanan begitu populer. Ada beberapa merek dagang dari vetsin yang beredar di pasar. Dan banyak makanan / jajanan cepat saji seperti  mie bakso, nasi goreng dan masakan lainnya memakai vetsin dalam jumlah banyak. Menggunakan vetsin memang menjadikan masakan jadi terasa gurih. Bahkan di jaman mahasiswa dulu, ada teman yang merekomendasikan makan pakai kecap dibubuhi vetsin ditambah kerupuk, terutama di penghujung bulan ketika kiriman uang dari orang tua belum sampai. Dan terasa 'cukup' enak di lidah.

Terlepas dari apakah penyedap makanan mempunyai akibat sampingan yang tidak baik untuk tubuh kita seperti yang di duga sementara orang, aku termasuk yang tidak menyukai penggunaannya. Aku punya kelemahan khusus kalau mengkonsumsi makanan bervetsin. Segera sesudah memakan hidangan seperti itu aku didera haus luar biasa. Perlu bergelas-gelas air untuk menawarkannya. Itulah sebabnya aku tidak terlalu suka makan jajanan seperti mie bakso atau nasi goreng. Kalau memesannya juga di restoran, aku berwanti-wanti agar untukku jangan memakai vetsin. Yang agak repot kalau hadir di acara keluarga seperti arisan. Kita tidak tahu makanan mana yang menggunakan vetsin. Dan tidak mungkin juga untuk memeriksa dengan menanyakan satu persatu. 

Di rumah aku cukup rajin bereksperimen memasak. Membuat nasi goreng, mie, kwetiaw, bihun dan sebagainya. Cucu-cucuku menyenangi masakan-masakan tersebut dan biasa memujinya. Semua pasti tanpa vetsin. 

Kemarin siang, aku dan istri mampir di sebuah restoran di daerah Tebet. Kami kelaparan pulang dari mengantar jenazah seorang saudara ke pemakaman. Restoran yang kami kunjungi menghidangkan aneka masakan bebek dengan sistim prasmanan. Kita mengambil nasi dan lauk berikut sayuran yang kita suka. Cukup enak memang. Tapi ketika selesai makan barulah aku sadar bahwa aku jadi haus luar biasa. Seperti biasanya kalau aku baru menyantap masakan bervetsin.

Pengaruhnya memang tidak parah. Tidak ada sakit perut atau gangguan lain. Kecuali rasa haus itu saja. Tapi tetap saja tidak nyaman ketika kita selalu merasa haus berlebihan. 

****                    

Rabu, 18 Januari 2017

Puisi Taufik Ismail "KAMI MUAK DAN BOSAN"

“KAMI MUAK DAN BOSAN”
*(Taufik Ismail)*


Dahulu di abad-abad yang silam:
Negeri ini pendulunya begitu ras serasi dalam kedamaian
Alamnya indah,gunung dan sungainya rukun berdampingan,
pemimpinnya jujur dan ikhlas memperjuangkan kemerdekaan
Ciri utama yang tampak adalah kesederhanaan
Hubungan kemanusiaanya adalah kesantunan
Dan kesetiakawanan
Semuanya ini fondasinya adalah
Keimanan

Tapi,
Kini negeri ini berubah jadi negeri copet, maling dan rampok,
Bandit, makelar, pemeras, pencoleng, dan penipu
Negeri penyogok dan koruptor,
Negeri yang banyak omong,
Penuh fitnah kotor
Begitu banyak pembohong
Tanpa malu mengaku berdemokrasi
Padahal dibenak mereka mutlak dominasi uang dan materi
Tukang dusta, jago intrik dan ingkar janji

Kini
Mobil, tanah, deposito, dinasti, relasi dan kepangkatan,
Politik ideologi dan kekuasaan disembah sebagai Tuhan
Ketika dominasi materi menggantikan tuhan

Kini
Negeri kita
penuh dengan wong edan, gendeng, dan sinting
Negeri padat, jelma gelo, garelo, urang gilo, manusia gila
kronis, motologis, secara klinis nyaris sempurna, infausta

Jika penjahat-penjahat ini
Dibawa didepan meja pengadilan
Apa betul mereka akan mendapat sebenar-benar hukuman
Atau sandiwara tipu-tipuan terus-terus diulang dimainkan
Divonis juga tapi diringan-ringankan
Bahkan berpuluh-puluh dibebaskan
Lantas yang berhasil mengelak dari pengadilan
Lari keluar negeri dibiarkan
Dan semuanya itu tergantung pada besar kecilnya uang sogokan

Di Republik Rakyat Cina,
Koruptor
Dipotong kepala
Di Kerajaan Arab Saudi,
Koruptor
Dipotong tangan
Di Indonesia,
Koruptor
Dipotong masa tahanan

Kemudian berhanyutanlah nilai-nilai luhur luar biasa tingginya
Nilai keimanan, kejujuran, rasa malu, kerja keras, tenggang rasa, pengorbanan,
Tanggung jawab, ketertiban, pengendalian diri,
Remuk berkeping-keping
Akhlak bangsa remuk berkeping-keping
Dari barat sampai ke timur
Berjajar dusta-dusta itulah kini Indonesia
Sogok menyogok menjadi satu,
Itulah tanah air kita Indonesia

Kami muak dan bosan
Muak dan bosan
Kami
Sudah lama
Kehilangan kepercayaan


****

Sabtu, 14 Januari 2017

Iman, Anugerah Allah Yang Tidak Ternilai Harganya

Iman, Anugerah Allah Yang Tidak Ternilai Harganya    

Itulah topik pengajian kami dengan ustad Rahmat Abu Bakar pagi ini di mesjid komplek. Sering kita mendengar kata-kata yang sama diungkapkan para khatib atau ustadz, tapi mungkin kita tidak terlalu dalam memahaminya. Pengajian tadi subuh di awali dengan mengutip firman Allah dalam surah At Taubah ayat 111 yang artinya; 

'Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.'   

Allah telah membeli dari orang-orang yang beriman diri dan harta mereka, ditukar dengan surga. Demikian itulah janji Allah. Hanya orang-orang yang beriman saja yang akan mendapatkan ganjaran surga dari Allah. Sementara orang-orang yang tidak beriman, mereka akan dimasukkan ke dalam neraka dan mereka kekal di dalamnya. Mereka tidak dapat menebus hukuman mereka dengan apapun seperti dijelaskan Allah dalam firman-Nya pada surah Ali Imran ayat 91 dan surah Al Maidah ayat 36;

'Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan mati sedang mereka tetap dalam kekafirannya, maka tidaklah akan diterima dari seseorang diantara mereka emas sepenuh bumi, walaupun dia menebus diri dengan emas (yang sebanyak) itu. Bagi mereka itulah siksa yang pedih dan sekali-kali mereka tidak memperoleh penolong.' (Ali Imran 191).

Sesungguhnya orang-orang yang kafir sekiranya mereka mempunyai apa yang dibumi ini seluruhnya dan mempunyai yang sebanyak itu (pula) untuk menebusi diri mereka dengan itu dari azab hari kiamat, niscaya (tebusan itu) tidak akan diterima dari mereka, dan mereka beroleh azab yang pedih. (Al Maidah 36).

Bahkan seandainya penghuni neraka ingin menebus hukuman mereka dengan mengorbankan sanak famili atau penduduk bumi seluruhnya, tetap tidak akan dapat mereka keluar dari siksaan seperti firman Allah dalam sura Al Maarij ayat 11 - 15;
 
70:11  Sedang mereka saling melihat. Orang kafir ingin kalau sekiranya dia dapat menebus (dirinya) dari azab hari itu dengan anak-anaknya.
70:12. Dan istrinya dan saudaranya,
70:13. Dan kaum familinya yang melindunginya (di dunia).
70:14. Dan orang-orang di atas bumi seluruhnya, kemudian (mengharapkan) tebusan itu dapat menyelamatkannya.
70:15. Sekali-kali tidak dapat. Sesungguhnya neraka itu adalah api yang bergejolak,

Mudah-mudahan kita faham tentang betapa tidak terhingga besarnya nilai iman dan betapa besarnya ancaman Allah terhadap mereka-mereka yang tidak beriman.  Dan mudah-mudahan kita sanggup mempertahankan keimanan itu sampai akhir hayat kita. Aamiin.   

****  .

Minggu, 08 Januari 2017

Memperbaiki Tajwij Melalui WA

Memperbaiki Tajwij Melalui WA

Banyak hal-hal baik yang dapat dilakukan dengan whatsapp. Termasuk di antaranya mengaji bergiliran atau mentadarus al Quran bergantian melalui gadget dan merekamnya lalu dikirimkan untuk didengarkan oleh anggota grup. Ada grup orang sekampung kami (yang sebagian besar tinggal di perantauan), lalu ada yang memulai mengirimkan bacaan al Quran untuk disimak. Yang lain mulai ikut. Akhirnya terkumpul beberapa orang dan mereka bersepakat untuk melakukan pembacaan al Quran itu secara berkesinambungan. Masing-masing membaca dua atau tiga ayat. 

Mula-mula aku hanya mendengarkan saja bacaan-bacaan para dunsanak tersebut. Ternyata banyak yang tidak fasih. Tidak tepat panjang pendek bacaan, tertukar huruf yang satu dengan huruf yang lain, tidak mengerti kaidah tajwij dan sebagainya. Kita tahu bahwa huruf hijaiyah (huruf al Quran) itu banyak yang mirip kalau dibandingkan dengan huruf latin yang kita kenal. Misalnya ada dal (d) dengan dhad (dh), ada ta (t) dengan tha (th), sin (s) dengan syin (sy) dengan shad (sh) bahkan dengan tsa (ts). Ada qaf (q) dengan kaf (k) dan sebagainya. Lidah kita yang sudah terbiasa mengucapkan sarat (bukan syarat) atau mengatakan serikat (bukan syerikat) atau mengatakan wuduk (bukan wudhuk) bahkan mengatakan izin jadi ijin atau rezeki jadi rejeki, cenderung untuk keliru dalam melafadzkan huruf-huruf al Quran. 

Aku mencoba membetulkan bacaan dari satu dua orang. Alhamdulillah, mereka menghargai pembetulan dan meminta agar aku mengoreksi bacaan-bacaan berikutnya. Akhirnya kami membuat grup sendiri untuk peserta tadarus, begitu kami menyebutnya. Ada sekitar dua puluhan orang dalam grup ini tapi yang benar-benar aktif kurang dari separonya. Ada yang sudah sangat fasih bacaannya, ada yang masih perlu banyak dikoreksi. Alhamdulillah dengan melakukan tadarus ini setiap hari, terlihat kemajuan pada yang tadinya masih tertatih-tatih bacaannya.   

Di mesjid komplek perumahan kami, ada lima enam orang bapak-bapak yang biasa melakukan tadarus pula setiap malam Jum'at. Kegiatan ini sudah kami lakukan cukup lama. Tujuannya mula-mula adalah untuk memperbaiki bacaan bapak-bapak tersebut yang juga agak banyak kelirunya. Perbaikan bacaan di kalangan bapak-bapak ini kurang efektif. Pertama karena beliau-beliau ini memasang target jumlah yang dibaca (harus satu 'ain). Yang kedua terlalu banyak yang harus dikoreksi dan kalau semua dibetulkan umumnya menimbulkan ketidak nyamanan bagi yang membaca. Yang ketiga waktunya hanya sekali seminggu. 

Aku menawarkan tadarus melalui WA pula kepada bapak-bapak tersebut, persis seperti yang kami lakukan di grup, karena kami juga punya grup jamaah masjid. Sayang sementara ini belum ada tanggapan.  

****