Selasa, 30 Agustus 2011

Kapan Lebaran??

Kapan Berhari Raya?

Inilah masalah yang selalu berulang-ulang sepanjang masa di negeri berpenduduk Muslim paling banyak ini. Kapan berhari raya? Yang satu mengatakan besok yang lain mengatakan lusa. Lalu pemerintah dengan dibantu perangkat (para ahlinya) bersidang dalam sidang isbath untuk menentukan hari yang sangat penting itu. Dan biasanya di sanalah terjadi pemisahan, ketidak sepahaman antara yang satu kelompok dengan kelompok lain. Kelompok pertama yang berdalil dengan rukyat. Melihat secara fisik, secara nyata, kehadiran bulan (baru) di hari pertamanya di ufuk barat, di saat matahari terbenam. Yang lain menggunakan metoda hisab alias perhitungan falak, atau perhitungan matematika untuk menentukan di mana posisi bulan pada saat yang dimaksudkan, apakah sudah di atas ufuk atau masih di bawah ufuk.  

Kelompok pertama berkeyakinan bahwa 'mereka' melakukan itu berdasarkan hadits Rasulullah SAW yang mengatakan; 'Kalau kalian sudah melihat (bulan) berpuasalah dan kalau kalian sudah melihat bulan berbukalah. Dan kalau tidak terlihat maka genapkanlah bilangan bulan menjadi tiga puluh.' Jadi harus terlihat bulan itu. Padahal, tidak mudah melihat sodetan halus ujung bulan di saat matahari terbenam, dan masa melihatnya hanya beberapa (puluh) detik saja. Bahkan menurut pakar, hampir mustahil melihat bulan jika ketinggiannya masih di bawah empat derajat busur langit, terlebih-lebih di negeri kita yang banyak uap air dan langit seringkali tertutup awan.

Mungkin karena merasa sulit itulah, para ahli falak menghitung atau menghisab. Perhitungan yang seharusnya sangat bisa dipertanggungjawabkan, seperti perhitungan untuk menentukan kapan terjadinya gerhana dan biasanya terbukti kebenarannya. Sebenarnya, secara tidak langsung hasil perhitungan itu sudah digunakan oleh pemerintah dengan menetapkan hari-hari besar Islam dalam kalender masehi. Pada kalender resmi itu sudah dicantumkan kapan terjadinya hari raya baik Aidil Fitri maupun Aidil Adha, hari maulud Nabi, hari Isra' Mi'raj, dimana hari-hari yang terakhir ini tidak pernah diperiksa ulang lagi dengan rukyat. 

Sidang isbath tadi malam itu terlihat lebih istimewa. Pertama karena keputusan menteri baru dijatuhkan pada jam 20.30. Pada saat yang biasanya shalat Taraweh di Jakarta dan sekitarnya sudah selesai. Penggiringan opini oleh komentator acara televisi yang sudah 'memastikan' bahwa hari raya Aidil Fitri tahun ini jatuh pada tanggal 31 Agustus terasa cukup kental. Yang akhirnya diresmikan oleh pak menteri. Istimewa, karena kesaksian beberapa orang yang mengatakan sudah melihat hilal dinilai 'mustahil' oleh karena itu ditolak. Jadi dari awal sudah tercium bahwa kali ini pemerintah memang akan menetapkan hari yang berbeda dari yang sudah ada di kalender.

Heboh kali inipun agaknya lebih istimewa. Karena menurut berita televisi, ada kelompok (jamaah) yang menghalangi kelompok (jamaah) yang akan shalat Aid tadi pagi di Sulawesi Barat. Sebegitunyakah?

Aku dan keluargaku hari ini memisahkan diri dari kelompok (jamaah) mesjid. Kami berhari raya hari ini. Aku menyetujui pendapat bahwa hilal sudah berada 2 derajat di atas ufuk, kondisi yang seharusnya sudah signifikan meski mungkin belum dapat dilihat di waktu maghrib kemarin. Berarti bulan Syawal sudah masuk. Kami tadi bergabung dengan jamaah id di Rumkit Islam Pondok Kopi.

Entah ada hubungannya dengan faatisme melihat bulan ini entah tidak, aku ingat masyarakat di nagari Sungai Angek Sijunjung ketika aku pernah kerja praktek di saat masih jadi mahasiswa di tahun tujuh puluhan. Masyarakat yang benar-benar menunggu sampai bulan terlihat sebelum mengawali puasa atau hari raya. Dan konon, di musim hujan, pernah terjadi bulan baru terlihat di hari ke lima, lalu pada ketika itulah masyarakat baru memulai puasa.  

Taqabbalallahu minna wa minkum..... Minal aidin wal faaizin...

****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar