Jumat, 06 Januari 2012

Hidung Kena Tinju......

Hidung Kena Tinju.....

Hah? Hidung siapa kena tinju? Begitu tanya anakku dengan sangat kaget. Nah, beginilah ceritanya.

Sejak memburuh lagi di akhir bulan Maret yang lalu, aku tidak pernah membawa kendaraan sendiri ke tempat kerja. Alasannya, untuk menghindari kelelahan yang menyesakkan  karena frustrasi menyetir di tengah kemacetan, dan menghindari sakit lutut. Aku berlangganan taksi untuk pergi dan pulang ke rumah. Ya, untuk kenyamanan dan berbagi-bagi rezeki dengan sopir taksi. 

Dan memang nyaman. Tidak perlu berpikir tentang kemacetan, tidak perlu membuat lutut sakit karena keseringan menekan kopling dan tanpa resiko berurusan dengan polisi seandainya salah injak marka jalan. Dan lebih nyaman lagi karena bisa tidur di sepanjang perjalanan yang berdurasi antara satu jam sampai satu jam setengah di pagi hari itu. Lumayan, kan?

Ternyata ada juga tidak nyamannya. Beberapa kali aku dilayani oleh sopir yang sedang mengantuk karena dia tidak tidur semalaman. Jam kerja sopir taksi itu memang menakjubkan. Ada yang bekerja dari jam empat sore sampai jam dua belas siang keesokan harinya. Katanya sih, sempat juga untuk tidur sekedarnya di malam hari. Ada yang dekat pompa bensin, dekat mesjid, atau di mana saja yang cukup aman. Begitu rata-rata cerita mereka. Kalau aku melihat si sopir ada gejala ngantuk, aku ajak dia berbincang-bincang. Dalam hal seperti ini tentu aku tidak jadi tidur. 

Hari Selasa kemarin, terjadilah peristiwa itu. Taksi sudah hadir di depan rumah sejak jam enam kurang seperempat. Ini termasuk sedang-sedang saja, karena pernah ada yang sudah stand by sejak jam lima. Jam enam, seperti biasanya, kami berangkat. Sopirnya memakai jaket di luar baju seragam sopir taksi. Pasti dia bekerja malam atau boleh jadi dia kurang sehat. Seperti biasanya obrolan kami hanya sekedar memberi tahu kemana tujuan, membekali dia dengan uang untuk bayar toll dan sesudah itu aku bisa langsung masuk acara bebas alias berusaha tidur. Biasanya segera pula terlelap. Biasanya pula berkali-kali terbangun, sambil mengecek posisi dan waktu. Sambil melirik pula kondisi sang sopir. 

Mulanya aman-aman saja. Aku tersadar ketika taksi itu melewati gerbang toll kota. Artinya kami sudah setengah jalan dan berikutnya mobil ini akan beringsut-ingsut sampai ke simpangan Kuningan. Aku segera tertidur lagi. Terbangun lagi di depan Carrefour di Cawang. Aku amati sopir, dia kelihatan biasa-biasa saja. Mobil terus berjalan tersendat-sendat di tengah kemacetan. Aku tertidur lagi. Memang sangat mudah sekali aku tertidur dan terbangun. Itulah kenyamanan, tidak perlu menahan-nahan rasa kantuk.

Tiba-tiba, terjadi benturan hebat. Aku terbangun sambil kesakitan. Hidungku seperti kena tinju. Taksi ini rupanya menghantam mobil di depannya, sebuah sedan Vios yang masih baru (dari plat nomornya, aku tahu usia mobil itu baru setahun lebih). Bagian belakang mobil itu penyok. Kami sedang di penurunan sesudah patung Pancoran. Rupanya dalam keadaan tertidur itu aku terhempas ke depan membentur sandaran tempat duduk di samping sopir dengan hidungku. Meski sandaran itu dilapisi agar empuk, tetap saja hidungku seperti kena hantaman tinju pakai sarung tinju. Seperti bonyok rasanya. 

Sopir taksi segera turun. Aku pikir tadinya mau bertengkar. Ternyata tidak. Sementara aku sibuk dengan hidungku yang sangat sakit, yang untungnya tidak berdarah, aku lihat, rupanya sopir taksi itu mau minta maaf. Setelah itu pemilik mobil yang ditabrak itu turun, meminta tanda pengenal sopir berikut KTP-nya. Si sopir taksi menyerahkan semuanya. Orang itu kelihatannya terburu-buru. Dia berpesan kepada sopir taksi untuk berkomunikasi melalui telepon nanti.

Kami meneruskan perjalanan ke tempat aku bekerja. Hidungku terasa sakit berdenyut-denyut. Terpaksa diidapkan saja sendiri. Mau apa lagi? Sopir taksi yang pendiam itu tetap diam tidak berkomentar apa-apa. Aku yakin pasti tadi itu dia tertidur untuk beberapa detik.  

Sampai di kantor, ketika aku membersihkan hidung, aku dapati bahwa bagian dalam hidung itu berdarah. Tapi darahnya tidak mengalir. Itulah pengalaman tambahan hari Selasa kemarin. Sakit nyeri di hidung itu masih terasa sampai sekarang.   

*****                                              

Tidak ada komentar:

Posting Komentar