Sabtu, 29 Oktober 2011

Makhluk Halus

Makhluk Halus

Seorang teman bertanya tentang sesuatu yang ganjil. Sesuatu yang sama sekali tidak terpikirkan olehku. Pertanyaannya begini; 'Bagaimana hukumnya mengusir atau memindahkan makhluk halus?' Nah! Bagaimana ini menjawabnya? Aku ajak yang bertanya itu berdiskusi. Apa yang dimaksud sebagai makhluk halus itu. Tapi dia sendiri juga ragu. Dia hanya menjawab, pokoknya makhluk halus. Seperti yang kadang-kadang ditayangkan televisi itu, lho. Seperti makhluk yang kadang-kadang menampakkan diri dan kehadirannya biasa disebut penampakan. Begitu katanya.

Dalam Islam  makhluk yang tidak bisa dilihat dengan indera biasa itu dikenal sebagai malaikat dan jin. Malaikat punya keterikatan langsung dengan manusia. Ada malaikat yang ditugaskan Allah untuk mengawasi dan mencatat setiap perbuatan manusia, baik atau buruk. Itulah malaikat Raqib dan 'Atid. Tapi jarang atau mungkin hampir tidak ada manusia yang merasakan keterikatannya dengan kedua malaikat tersebut. Sedangkan jin adalah makhluk yang diciptakan Allah untuk melalui ujian dari Allah, untuk menghambakan diri mereka kepada Allah, lalu dinilai seberapa patuh 'dia' dalam menghambakan diri tersebut. Firman Allah dalam al Quran, 'Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia itu kecuali untuk menyembah kepada-Ku.'

Lalu ada di antara jin itu yang namanya iblis (lihat surah Al Kahfi (18) ayat 50). Itulah si pembangkang Allah, yang berjanji akan menyesatkan anak cucu Adam agar tidak mengikuti jalan Allah. Kalau iblis dendam dan berjanji akan menjerumuskan umat manusia ke jalan yang sesat, jin secara keseluruhan, punya dunianya sendiri. Mereka tidak 'terlalu' berkepentingan dengan manusia, kecuali dengan manusia-manusia yang ingin berurusan dengan mereka (baca surah Jin (72) ayat 6).

Bagi manusia yang merasa berkepentingan dengan jin, mereka (jin) adakalanya mau 'terang-terangan' menipu manusia. Ini yang dikenal secara umum sebagai hantu, sebagai gendruwo, sebagai tuyul atau apa saja namanya. Tapi bagi manusia yang tidak mau berurusan dengan mereka, jin juga tidak berkepentingan untuk berurusan dengannya. Dimensi jin berbeda dengan manusia. Alamnya juga berbeda. Mereka ada yang beriman dan ada yang kafir. Seperti kita baca di surah Jin ayat-ayat pertama, ada di antara mereka yang beriman dengan al Quran dan memeluk Islam. 

Karena dimensi dan alamnya yang berbeda itu, tidak ada perlunya kita mengkhawatirkan mereka. Mungkin saja dia tinggal dalam dimensinya, dalam alamnya di pekarangan kita. Mungkin saja dia ikut berjamaah bersama kita ketika shalat di mesjid. Tapi mereka tidak mengganggu dan tidak merugikan kita. Kenapa mesti pusing harus mengusir dan memindahkan mereka. Lagi pula, dengan cara apa mereka akan dipindahkan? Kemana mereka akan dipindahkan? Bagaimana kita dapat menjamin bahwa mereka akan menerima saja seandainya kita mampu pun memindahkan mereka?

Ada orang yang seolah-olah mendemonstrasikan bahwa  mereka berhasil memasukkan jin ke dalam botol. Seolah-olah jin itu  bisa dikurung sampai tidak bisa keluar dari dalam botol. Agaknya cerita seperti itu hanya untuk difahami sebagai sesuatu yang di luar logika saja dan sulit dibuktikan. Dan tidak ada pula gunanya untuk dibuktikan. 

*****                      

Jumat, 28 Oktober 2011

Janggut

Janggut 

Rasulullah SAW menyuruh para sahabat untuk memelihara janggut dan memendekkan kumis. Imam Muslim meriwayatkan hadits Rasulullah SAW dimana beliau bersabda:                    
'Berbedalah kalian dengan orang-orang musyrik, pendekkanlah kumis, dan panjangkanlah janggut.' Makna dari sabda Rasulullah SAW tersebut sangat gamblang, agar, pertama, pengikut beliau menyalahi kebiasaan orang musyrik (yang pada ketika itu biasa memelihara kumis dan mencukur janggut) dan yang kedua, cara menyalahi kebiasaan orang musyrik tersebut dengan memelihara janggut dan memendekkan kumis.

Para ulama menyifatkan memelihara janggut dan memendekkan kumis itu sebagai sunnah, tapi tidak sampai 'mewajibkannya' dan meninggalkannya dianggap makruh, tidak sampai 'mengharamkannya'. Tidak ada nash, perkataan Rasulullah SAW yang sampai mengatakan memelihara janggut itu wajib sementara tidak memeliharanya hukumnya haram. Sedangkan anjuran beliau sendiri juga dialasi dengan penyebab, yaitu untuk menyalahi kebiasaan orang musyrik ketika itu. Tanpa bermaksud ngeyel, sekarang ini para rabbi Yahudi justeru memelihara janggut mereka pula. Kalau kita patuhi bahagian awal dari himbauan Rasulullah SAW, apakah sekarang tidak sebaiknya kita memangkas janggut?

Tapi ada juga sebahagian orang yang berpendapat bahwa memelihara janggut itu wajib dan memotongnya bahkan dianggap haram. Kita tidak tahu apa dasar keyakinan seperti itu, karena sekali lagi tidak ada nash atau bukti, pernyataan Rasulullah SAW yang sampai mengatakan demikian. Yang sampai mewajibkan berjanggut dan mengharamkan memotongnya. Yang terakhir ini, mengharamkan memotongnya justeru sebuah interpretasi yang lebih 'berlebih-lebihan' lagi. Bayangkan kalau memotong janggut itu haram, lalu seseorang yang memang ditakdirkan Allah untuk berjanggut lebat, tidak pernah memotongnya seumur hidupnya, karena haram, mungkin janggut itu sudah akan panjang sekali menyapu lantai. Ini pastilah sebuah pemikiran keliru. 

Kita lebih mudah memahami dan sependapat dengan ulama yang mengatakan; 'Hukum mencukur, memotong, dan membakar jenggot adalah makruh. Sedangkan memangkas kelebihan, dan merapikannya adalah perbuatan yang baik. Dan membiarkannya panjang selama satu bulan adalah makruh, seperti makruhnya memotong dan mengguntingnya.' (Imam An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, juz 3, hal. 151).

Tidaklah pada tempatnya kita menyalahi yang diingatkan Rasulullah SAW, termasuk dalam memelihara janggut. Hanya masalahnya, tidak semua orang mempunyai janggut. Aku sendiri hanya mempunyai beberapa puluh helai, yang pernah aku coba memeliharanya dan terlihat tidak rapi. Dan akhirnya kupotong. Dengan keyakinan bahwa memotongnya mudah-mudahan tidak termasuk perbuatan haram atau terlarang.

*****

Selasa, 25 Oktober 2011

Kopi Luwak

Kopi Luwak 

Seorang teman bertanya, bagaimana hukumnya minum kopi luwak? Waduh, bagaimana aku menjawabnya? Yang dia maksud, sebagaimana diketahui umum, adalah mengkonsumsi atau meminum kopi yang sebelumnya sudah dimakan oleh musang alias luwak. Kopi berikut daging buahnya tentu saja, sedangkan bijinya tidak tercernakan oleh sang musang, karena keras. Nah, biji yang dikeluarkan sebagai ek-ek-nya luwak ini diproses menjadi bubuk kopi untuk diseduh menjadi kopi minuman yang konon enak luar biasa. 

Nah, pertanyaannya, bagaimana hukum mengkonsumsi sesuatu yang dikeluarkan sebagai kotoran atau najis binatang tersebut? Jawabannya, aku tidak tahu pasti. Konon para ulama berbagi pendapat pula. Ada yang mengharamkan ada yang membolehkan. Aku sendiri belum pernah mencoba meminum kopi luwak tersebut. Tidak tahu, apakah seandainya suatu hari disuguhi aku mau meminumnya atau tidak.

Untuk pembanding, meski jangan dikatakan aku pro, ada contoh lain. Ada orang yang mengatakan (aku juga belum pernah mencoba) bahwa durian yang di-ek-ek-kan gajah luar biasa enaknya. Bagaimana ceritanya? Kata hikayat ini, gajah kalau makan durian, ditelannya bulat-bulat dengan kulit-kulitnya. Tentu saja dipuntalnya dengan daun-daun dan rumput-rumputan. Maka durian utuh berkulit itu tidak berhasil dicernanya, lalu keluar kembali bersama kotoran sang gajah. Durian seperti ini yang dikatakan enak luar biasa. Aku sendiri karena belum pernah menemukannya, antara percaya dengan tidak tentang keberadaan durian ek-ek gajah ini. 

Contoh kedua adalah air di dalam perut unta. Cerita ini mungkin lebih bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya. Unta bisa minum sedemikian banyak, dan sebagian besar disimpan dalam kantong khusus dalam perutnya untuk digunakan seperlunya. Unta bisa bertahan di padang pasir tanpa minum selama berhari-hari, karena pada dasarnya dia mengkonsumsi air yang disimpan di kantong khusus tersebut sedikit demi sedikit. Cerita yang lebih dramatis, ada kalanya sebagian dari unta-unta itu disembelih dalam perjalanan karavan berhari-hari,  (bahkan sampai berbilang bulan), untuk dikonsumsi dagingnya, sementara air dalam kantong khusus di perut unta itu juga diminum dan rasanya tidak berubah alias tetap tawar sebagaimana rasa air. Begitu menurut cerita. Meskipun, air tersebut tidak yang dikeluarkan sebagai air seni unta.

Sedangkan air seni unta sendiri, menurut hikayat lagi, di jaman dulu digunakan sebagai shampoo untuk berkeramas.

Jadi, kesimpulannya? Ya, terpulang sajalah kepada kita masing-masing. Mau minum kopi luwak silahkan. Kalau merasa jijik, ya jangan ikut-ikutan minum. Hukumnya? Kan sudah kubilang di atas, aku tidak tahu.    

*****                       

Minggu, 23 Oktober 2011

Berzikir

Berzikir 

Tadi siang, aku pergi memenuhi sebuah undangan resepsi pernikahan di salah satu gedung di TMII. Undangan yang berlaku seperti yang tertulis di dalamnya sejak jam 12.00 sampai jam 15.00, sebuah pemilihan waktu yang agak berbeda dari biasanya (11.00 - 14.00) tapi sebenarnya jauh lebih realistis. Berangkat jam 11 dari rumah, persis ketika melewati Cililitan terdengar azan shalat zuhur. Karena waktu cukup lega, aku sengaja berhenti dulu di Mesjid At Tiin untuk shalat zuhur, dan mobil aku belokkan dulu ke sana. Iqamat sudah dikumandangkan ketika aku baru melangkah dari mobil menuju mesjid tersebut.

Aku mendapatkan rakaat kedua (masbuk). Komando imam dengan suara baritonnya yang khas dan berwibawa disertai pengaruh pengeras suara yang prima mengingatkanku pada shalat  di mesjid Masjidil Haram. Syahdu dan khusyuk sekali rasanya.

Akhirnya imam mengucapkan salam dan aku segera berdiri sesudah itu untuk melengkapi satu rakaat yang tertinggal. Di sini bermula cerita. Belum sampai aku berdiri sempurna pada rakaatku yang terakhir itu, suara bariton imam yang tadi terdengar sangat enak itu bergemuruh kembali dalam zikir Astaghfirullaahil 'azhiim - Allahumma antassalaam..... dan seterusnya. Suara yang diperkeras dengan kekuatan entah berapa puluh ribu volt itu jelas membuat konsentrasiku buyar. Sungguh. Sungguh-sungguh buyar. Bahkan terbingung-bingung antara akan mengucapkan sami'alllahu li man hamidah atau apakah Allahu Akbar, sebegitu dahsyatnya alunan zikir berpuluh ribu volt itu.

Aku tahu bahwa hal seperti ini biasanya disebut sebagai masalah khilafiyah, berzikir keras-keras sesudah selesai shalat. Meski dikemukakan firman Allah dalam surah Al A'raaf (surah 7) ayat 205 yang berbunyi; 'Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.' Ada saja argumentasi, untuk (seolah-olah) mementahkan makna dari ayat ini dengan mengatakan; 'Bagaimana dengan azan, kan zikir juga. Bagaimana dengan takbir di hari raya, kan zikir juga. Bagaimana dengan talbiyah di saat ihram dan berhaji, kan zikir juga.'

Di mesjid komplek kami aku hanya mengingatkan para jamaah agar tidak mengganggu orang yang sedang shalat, apakah shalat sunnah ataupun menyempurnakan shalat karena datang terlambat. Aku berusaha tidak membesar-besarkan masalah khilafiyah ini karena khawatir tidak akan menyelesaikan masalah, bahkan mungkin hanya akan menambah masalah.

Tapi pengalamanku tadi siang itu, menambah keyakinanku bahwa zikir dengan suara keras, apalagi dengan suara diperkeras (dengan pengeras suara berkekuatan Subhanallah), sungguh sangat  mengganggu dan membuyarkan kekhusyukan.  

*****                                                              

Sabtu, 22 Oktober 2011

Berkurban

Berkurban 

Innaa a'thainaa kal kautsar - fashalli li rabbika wanhar - innasyaa niaka Huwal abtar. Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak - Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah - Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus. (Al Kautsar (Surah 108) ayat 1 - 3). 

Sebentar lagi kita akan memotong kurban. Sapi (satu untuk bertujuh) atau kambing, yang akan kita potong pada hari-hari tasyrik, tanggal 10 (boleh sampai tanggal 13) Zulhijjah. Sebagai suatu ibadah kepada Allah, dalam rangka mendekatkan diri kepada-Nya. Kurban, Qurban - qaraba - yaqrabu, artinya mendekatkan diri. Mendekatkan diri kepada Allah. Allah menguji kita sebagai orang yang beriman, seberapa siap kita untuk berkurban, untuk pasrah menyerahkan apa saja yang diminta Allah seandainya Allah memintanya. Contoh yang diabadikan Allah dalam al Quran adalah pengorbanan nabi Ibrahim yang diminta Allah mengorbankan anak semata wayang beliau, nabi Ismail. Simaklah surah Ash Shaaffaat (surah 37) ayat 102; 'Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata; 'Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpiku bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!' Ia menjawab; 'Hai bapakku! Kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insya Allah kamu akan mendapatkanku termasuk orang-orang yang sabar.' 

Berkurban dengan niat ikhlas semata-mata karena Allah. Karena mencari dan mengharapkan keridhaan Allah tidak ada yang lain daripada itu. Berkurban memang merupakan cara beribadah yang paling tua. Kita teringat ketika dua putera nabi Adam, Kabil dan Habil diperintahkan untuk berkurban. Kabil melakukannya dengan setengah hati, sementara Habil mengerjakannya dengan ikhlas karena Allah. Maka kurbannya Habil yang diterima Allah.

Begitu tuanya ibadah berkurban, sehingga ada agama-agama selain Islam, baik agama samawi maupun agama lain, yang juga mendapatkan 'cipratan' prosesi berkurban. Termasuklah di dalamnya prosesi mereka-mereka yang mengantar 'sesajen' entah ke bawah pohon besar, entah ke kepundan gunung berapi, entah ke tengah laut besar. Sesuatu yang mula-mula meniru amalan yang diperintahkan Allah melalui para nabi, tapi kemudian dibelokkan setan ke arah yang tidak diridhai Allah. Mengantar sesajen atau 'berkurban' untuk tuhan selain Allah, sebagai amalan orang-orang yang mempersekutukan Allah.

Berkurban yang dituntunkan kepada kita, seperti yang kita simak dari ayat-ayat surah Al kautsar di atas, adalah dalam rangka beribadah kepada Allah, sesudah kita diperintahkan menyembah Allah, menegakkan shalat untuk Allah semata.

Menarik pula untuk kita simak peringatan Allah dalam surah Al Hajj (surah 22) ayat 37; 'Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya...........'  Oleh karena itu, marilah kita sucikan niat dalam berkurban, mengerjakannya semata-mata dalam rangka beribadah kepada Allah, mengharapkan keridhaan Allah, dan mengharapkan balasan semata-mata dari Allah.

*****                                                   

Jumat, 21 Oktober 2011

Hape, Shalat dan Fatwa

Hape, Shalat dan Fatwa

Seandainya,  sekali lagi seandainya, aku berwenang mengeluarkan fatwa, niscaya akan aku fatwakan bahwa membawa hape ke ruang shalat berjamaah (entah mushala kecil, apalagi mesjid), haram hukumnya. Akan aku fatwakan bahwa membuat pengumuman sebelum shalat agar yang membawa hape mematikan hape atau mengecilkan suaranya, sebagai bid'ah yang sesat dan menyesatkan. Lho?!?!? Kok begitu?!?!

Aku tidak pandai mencari istilah apa yang tepat bagi mereka yang suka membawa hape ke ruangan shalat berjamaah itu, selain dari euphoria berlebihan dengan hasil teknologi (orang lain) tanpa didasari keimanan. Sebegitunya??? Ya, sebegitunya. Betapa sangat mengganggunya mendengar nada panggil sebuah hape yang variasinya naudzubillah, sejak dari lagu Goyang Dombret, sampai Cucakrawa, sampai bang Thoyib, sampai bunyi binatang yang aneh-aneh, atau dengan dering yang aneh-aneh, terdengar ketika kita sedang shalat.  Suara hape dengan nada panggil berirama Goyang Dombret itu aku dengar di Masjidil Haram beberapa tahun yang lalu. Aih, malunya telinga mendengarnya waktu itu.

Padahal, hape itu dilengkapi dengan kemampuan ekstra luar biasa. Dia mencatat panggilan tak terjawab, mencatat kedatangan sms. Apa gunanya hape dibawa ke tempat shalat? Apakah si pembawa hape itu sedang menunggu panggilan dari malaikat maut? Apakah dia akan menjawab panggilan itu ketika dia sedang shalat? Jelas tidak. Nah, kenapa dong? Kenapa hape itu tidak ditinggal saja di kantor? Atau kalau toh memang sedang dalam perjalanan, disimpan dulu dimana saja dalam keadaan dia benar-benar mati? Dalam tas lalu dititipkan di tempat penitipan, di mobil, pokoknya di mana saja agar tidak mengganggu?

Kenapa aku nekad menggunakan kata-kata bid'ah bagi pengumuman sebelum shalat agar hape dimatikan? Karena, nyata-nyata ini tidak ada contoh dari Rasulullah SAW (ya, iyalah, hape kan baru ada belasan tahun terakhir ini saja) di samping sejauh pengamatanku hal tersebut tidak efektif. Meski sudah diumumkan pun, hape tetap saja 'bernyanyi' ketika orang sedang shalat berjamaah. Dan ini jelas sangat mengganggu. Jadi, menurut pendapatku, eh, seandainya aku berwenang mengeluarkan fatwa, akan aku fatwakan agar mesjid bebas dari suara panggilan hape, bagaimana pun caranya.

Sayang aku tidak berhak mengeluarkan fatwa.......

*****                                                                

Rabu, 19 Oktober 2011

Nasihat (lagi)

Nasihat (lagi)

Seorang kemenakanku pernah minta nasihat begini;

'Paman! Aku menyukai si Fulan. Dan si Fulan mungkin juga menyukaiku meski dia agak egois. Dia tidak menghormati ayah dan ibuku dan dia cenderung otoriter. Nasihatilah aku  paman, bagaimana caranya aku berdoa kepada Allah agar si Fulan mencintaiku dan mencintai orang-orang yang aku cintai dan tidak terlalu egois lagi.'

Aku mengangguk-angguk mendengar keluhannya. 

'Jadi, intinya kau ingin bertanya tentang cara berdoa, begitu bukan?'

'Ya, berdoa agar si Fulan baik kepadaku dan seterusnya....'

'Baiklah. Pertama, dalam adab berdoa, yang artinya memohon, meminta agar dikaruniai sesuatu, haruslah digunakan kondisi meminta. Engkau berpengharapan, berkeinginan, agar kiranya Tuhan Allah menolongmu dalam urusanmu. Kondisi meminta adalah, pasrah dan penuh harap. Dan meminta dengan taktis tapi bukan dengan memerintah-merintah. Apalagi meminta urusan jodoh.'

'Bagaimana maksud paman?'

'Yakin benarkah kau bahwa si Fulan akan berjodoh denganmu dan bahkan seandainya dia berjodoh dia akan memberikan kebahagiaan kepadamu?'

'Justeru karena itulah saya ingin berdoa dengan cara yang benar, paman.'

'Kenapa kau tidak berdoa seperti ini; Ya Allah, aku menyukai si Fulan. Engkau Maha Mengetahui tentang perasaanku. Tapi aku tidak tahu ya Allah, apakah si Fulan akan jadi jodoh yang baik bagiku, dalam urusan dunia dan akhiratku di sisi Engkau. Oleh karena itu, ya Allah, aku memohon kepada-Mu, seandainya di dalam ilmu Engkau, si Fulan ini akan menjadi jodoh yang baik bagiku, untuk urusan dunia dan akhiratku, yang akan memudahkan aku mencapai keridhaan-Mu, maka kiranya mudahkanlah ia bagiku ya Allah, untuk menjadi jodohku. Akan tetapi, seandainya dalam ilmu Engkau, si Fulan ini akan menjadi jodoh yang buruk kepadaku untuk urusan dunia dan akhiratku, seandainya dia akan menjadikan aku durhaka kepada orang tuaku, maka hindarkanlah dia dariku ya Allah dan gantilah bagiku jodoh yang lebih baik. Ya Allah! Kabulkanlah doaku.' Misalnya berdoa seperti itu.'

'Tapi dengan demikian....... ada kemungkinan aku tidak berjodoh dengan si Fulan dong....'

'Kalau memang tidak akan baik akibatnya, seperti yang disampaikan dalam doa tadi, kenapa mesti memaksa harus dengan dia? Lagi pula, berdoa dengan memaksa-maksa seperti; Ya Allah aku mau yang itu juga, Ya Allah berikanlah kepadaku yang itu juga. Ya Allah aku tidak ingin selain yang itu....,' jelas tidak pantas. Kita harus merendah diri dan penuh harap dalam berdoa kepada Allah. Bukan memaksa-maksa yang bahkan mungkin tidak saja diabaikan Allah, bahkan mungkin kita akan dimurkai Allah.' 

'Begitu, ya paman.'

'Ya, begitu. Berhati-hati betullah kau berdoa tentang jodoh. Karena jodoh itu gunanya adalah untuk menghadang kehidupan dunia dan mempersiapkan urusan akhirat.' 

*****                               

Sabtu, 15 Oktober 2011

(May be) I am in trouble

In Trouble 

Fakta nomor satu. Kita ingin sehat. Kalau sakit ingin sembuh. Lalu kita berikhtiar mencari obat, meminum atau menggunakan obat. Dan berdoa kepada Allah. Faidzaa maridhtu wa huwa yasfiin (maka ketika aku sakit, Dia-lah yang menyembuhkan).

Fakta nomor dua. Sesudah minum obat, dan berdoa, dan berharap, hasilnya ternyata tidak serta merta berupa kesembuhan. Berarti diperlukan pula kesabaran. Mungkin saja sakit itu merupakan ujian Allah. Seberapa bersabarnya kita. 

Sudah di beberapa tulisan di diary ini aku tulis bahwa aku penderita asam urat. Bahkan sudah sejak lama. Sudah bermacam obat digunakan. Sakit itu sendiri bukanlah dia hadir secara berkesinambungan. Kadang-kadang sakit, lalu baik, lalu sakit, lalu baik, begitu seterusnya. Di sini terletak fakta nomor tiga. Betapa besarnya nikmat Allah dalam 'sehat'. Betapa berharganya kesehatan itu sebagai anugerah Allah. Sebagai karunia Allah Yang Maha Kuasa. Kita sangat wajib mensyukurinya.

Yang sedang aku alami saat ini, berusaha untuk sehat dengan meminum obat seminggu lebih yang lalu, ternyata kerja dari obat itu lumayan luar biasa dalam menguji kesabaran karena sampai hari ini aku masih terkapar sakit. Obat itu dimaksudkan bekerja untuk membersihkan racun alias detoksinasi. Kelihatannya 'dia' bekerja dan mungkin sedikit keras kerjanya. Meski sudah aku hentikan sementara meminum obat detoks itu sejak enam hari yang lalu, sepertinya dia masih bekerja, di titik-titik yang pernah diserang asam urat secara terpisah sebelumnya. Dan resikonya, bagian paling berat itu adalah di kakiku. Aku praktis tidak bisa berjalan saat ini. Kakiku seolah-olah tidak sanggup menyangga berat tubuh dan berasa sangat sakit ketika berdiri. 

Tadi malam aku berkonsultasi dengan seorang dokter (kakak sepupu), menjelaskan kepadanya apa yang sedang kualami dan dia meng-acknowledge  informasi tentang detoks. Istilah itu memang ada dan bisa dipercaya. Katanya, sangat mungkin bahwa kakiku yang sedang mengalami pengurangan kekuatan secara fisik, lalu keberatan menyangga tubuh. Sarannya adalah agar aku beristirahat total sampai kaki kembali mampu berfungsi seperti biasa.

And here I am in trouble. Hari Kamis aku sempat memberi tahu tempat kerja bahwa kondisiku sudah membaik dan mudah-mudahan bisa segera kembali bekerja. Mereka menyarankan untuk kembali besok hari Senin saja. Dengan kondisiku seperti saat ini, hampir tidak mungkin aku bisa pergi bekerja besok. Ya sudah, kita lihat bagaimana besok sajalah.

*****                                                      

Rabu, 12 Oktober 2011

Obat -- Just another try

Obat  --  Just another try 

Beberapa waktu yang lalu aku dapat tambahan pengetahuan obat asam urat dari rekan di miling list. Obat yang mungkin kedengaran tidak 'ilmiah' namun karena yang bercerita mengatakan sudah membuktikan sendiri dan seperti biasanya aku selalu antusias untuk mencoba. Yang pertama mengatakan minum air kelapa hijau dicampur dengan perasan jeruk nipis. Meski berdasarkan pengalamanku air kelapa justru pemicu gejala asam urat, tapi mungkin karena dicampur jeruk nipis menjadikannya obat. Kenapa tidak, maka itupun kucoba. Ada kira-kira sepuluh hari, hampir tiap hari meminumnya satu kali. Sepertinya tidak ada reaksi apa-apa. Tidak bertambah sakit (untunglah) tapi tidak pula mengurangi nyeri-nyeri yang meski sudah diet cukup ketat tetap saja tidak pernah hilang tuntas. 

Yang kedua adalah putik pepaya sebesar tinju, yang masih banyak getahnya, diiris-iris dengan kulit-kulitnya lalu disiram air mendidih dan didinginkan. Air yang sudah didinginkan itu diminum. Resep yang kedua ini dikirimkan seorang teman yang mendapatkannya dari temannya pula, jadi agak kurang genuine sedikit. Resep kedua ini tidak / belum aku coba karena tidak berhasil mendapatkan putik pepaya.

Sedang kami berdiskusi menganai macam-macam obat tersebut seorang anggota milist yang lain mengirimkan resep herbal buatan India, Ayurveda AV nama merek dagangnya. Aku segera tertarik. Pemberi informasi memberitahu pula dimana obat itu dapat dipesan. Akupun menghubungi penjualnya untuk bertanya lebih detil. Penjual ini menganjurkan agar aku menggunakan dua produk, masing-masing AV Uri K berfungsi meluruhkan batu urin dan AV MBJ untuk meredakan nyeri otot dan sendi. Aku langsung memesannya.

Si penjual berwanti-wanti bahwa mengkonsumsi obat tersebut akan menyebabkan aku kesakitan pada saat obat menghancurkan endapan urin. Tapi, ya bismillah....., dicoba saja.

Aku dianjurkan memakan 2x1 MBJ dan 1x1 Uri K. Dari sehari pertama sejak aku menggunakannya memang terasa nyeri-nyeri dipersendian yang biasa diserang asam urat. Sampai hari ketiga masih biasa-biasa saja. Di hari keempat, masya Allah sakitnya jadi luar biasa. Aku tidak bisa berjalan. Tidak bisa ke kamar mandi sendiri. Obat itu tetap dilanjutkan 2x1 dan 1x1 sampai hari keenam. Dan aku menyerah karena sakit luar biasa. Logikanya masih mengena karena sejak bertahun-tahun aku boleh dikatakan tidak pernah minum obat asam urat, kecuali obat pereda rasa sakit. Mungkin endapan itu yang sekarang dibersihkan oleh obat ini. Tapi rasa sakitnya tidak tertahankan.

Tadi sehabis subuh beberapa jamaah mesjid datang kerumah melihat keadaanku. Salah satunya adalah seorang dokter. Aku bercerita tentang pengalaman terakhir ini dan kuperlihatkan kotak obatnya. Pak dokter ini berpendapat bahwa obat tersebut yang sudah terdaftar di POM TI seharusnya aman digunakan dan semestinya juga sudah diuji klinis. Mungkin takarannya yang perlu disesuaikan. Untuk kasusku beliau menganjurkan dengan mengurangi dosisnya. Dan insya Allah nanti akan aku lanjutkan dengan lebih hati-hati. Obat untuk setiap penyakit itu disediakan Allah. Kecocokan obat untuk penyakit yang sama terhadap orang yang berbeda ada kalanya tidak sama. Selama ada yang memberi informasi tentang obat herbal aku bersemangat mencobanya.

*****                       

Sabtu, 08 Oktober 2011

Bagaimana Dengan Dosa Syirik?

Bagaimana Dengan Dosa Syirik? 

Pengajian subuh di mesjid kami tadi subuh membahas tentang dosa syirik. Allah mengampuni dosa apa saja kecuali syirik sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah di surah An Nisaa' ayat 48; 'Sesungguhnya Allah tiada akan mengampuni dosa jika Dia dipersekutukan dengan yang lain, dan Dia mengampuni dosa yang kurang dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barang siapa mempersekutukan Allah, maka sesungguhnya ia telah berbuat dosa yang besar.'  

Di sisi lain Allah melarang berputus asa dari mencari keridhaan-Nya. Sebesar apapun dosa seseorang itu, bahkan meski sebanyak buih di lautan, Allah niscaya akan mengampuninya, jika yang berdosa itu minta ampun kepada Allah.

Bagaimana hubungan antara kedua hal ini yang seolah-olah bertentangan? Allah tidak akan mengampuni dosa jika Dia dipersekutukan tetapi Allah akan mengampuni dosa walau sebesar apapun dosa itu.

Kita jadi faham, bahwa seseorang yang berdosa, lalu dia bertaubat, memohon ampun atas dosa-dosanya lalu tidak mengulangi kembali perbuatan dosa itu, niscaya Allah akan mengampuninya. Termasuk dosa syirik. Seseorang yang sebelumnya penyembah Allah dan sekutu-sekutu Allah, entah yang mereka sebut sebagai putera Allah, lalu dia sadar, bahwa keyakinannya selama ini keliru dan dia minta ampun, ditinggalkannya keyakinannya yang lama itu, yang mengakui ada tuhan selain Allah, maka niscaya Allah akan mengampuninya.

Bagaimana memahami bahwa Allah tidak mengampuni dosa jika Dia dipersekutukan seperti yang dijelaskan pada ayat di atas? Jika seseorang Islam berdosa apa saja, dia tidak atau belum sempat bertaubat, belum sempat meminta ampun kepada Allah, nanti di akhirat dia akan dihukum Allah di dalam neraka-Nya sampai suatu saat, dia akhirnya diampuni Allah dan dikeluarkan dari neraka tersebut. Berbeda dengan mereka-mereka (mengaku beragama Islam) tapi melakukan kemusyrikan, entah dengan menyembah dan meyakini keperkasaan benda-benda, atau hewan-hewan, atau pohon-pohon, maka nanti mereka dimasukkan ke dalam neraka Allah dan Allah tidak akan pernah mengampuninya. Mereka akan kekal berada di dalam neraka Allah itu.

Maka hendaklah kita berhati-hati, jangan sampai terbetik di dalam hati kita nilai-nilai kesyirikan. Seandainya kita pernah berlaku syirik, percaya dengan kesaktian pohon, percaya dengan keampuhan jimat dan sebagainya, maka cepatlah bertaubat, memohon ampun kepada Allah dan tinggalkanlah kepercayaan seperti itu karena akan sangat berat resikonya nanti di akhirat.

Seperti itu pengajian kami tadi subuh......

*****                                                                                

Jumat, 07 Oktober 2011

Haji

Haji 

Saat ini jemaah calon haji dari seluruh dunia sudah mulai berkumpul di Tanah Haram. Kloter-kloter pertama jamaah haji Indonesia sedang berada di Madinah, untuk menyelesaikan shalat fardhu 40 waktu atau yang dikenal dengan nama arbain. Arbain ya empat puluh. Mereka tinggal di Madinah selama delapan hari, sambil berziarah ke makam Rasulullah SAW dan setelah itu berangkat menuju Makkah untuk mengerjakan umrah terlebih dahulu. Dan tinggal di Makkah sampai datang saatnya melaksanakan rangkaian ibadah haji yang biasanya diawali sejak tanggal 8 Zulhijjah. Tanggal 8 Zulhijjah itu ada yang berangkat menuju 'Arafah dan ada yang berangkat menuju Mina. Di sana mereka bermalam menunggu tanggal 9 Zulhijjah, saat mereka semua tanpa kecuali hadir di 'Arafah untuk berwukuf. Karena wukuf adalah salah satu dari rukun haji yang tidak boleh tinggal. Al hajju 'arafah, sabda rasulullah SAW. Berhaji itu (hadir) di 'Arafah. Menjadi pemandangan dan pendengaran umum, di hari tanggal 9 Zulhijjah itu terdengar suara sirine ambulans yang sibuk. Ambulans-ambulans yang membawa jamaah yang kebetulan sedang sakit untuk hadir di 'Arafah, meski untuk sejenak di batas waktu antara zhuhur sampai maghrib.

Sebagaimana diketahui, bahwa rukun Haji itu enam. Yang pertama adalah berniat. Berniat yang dilafadzkan. Labbaika Allahumma hajjan. (Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah untuk berhaji). Niat yang diucapkan pada saat jemaah telah berpakaian ihram, dua potong kain tidak berjahit bagi laki-laki. Rukun yang kedua adalah wukuf di 'Arafah. Ini adalah replika, kalau boleh dikatakan demikian, padang mahsyar. Di 'Arafah ditanggalkan semua kebesaran dan pangkat. Ditanggalkan semua status keduniaan. Karena di sisi Allah yang paling mulia adalah yang paling bertaqwa kepada Allah. Inna akramakum 'indallahi atqaakum. Sesungguhnya yang paling terhormat dari kalian di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa.  

Rukun yang ketiga adalah thawaf ifadha. Thawaf haji. Mengelilingi ka'bah tujuh putaran sambil mengagungkan asma Allah. Memuji Allah, mengagungkan Allah, memohon ampun kepada Allah, meminta perlindungan Allah dari siksa neraka kelak di akhirat.

Lalu rukun yang ke empat adalah sa'i. Berjalan dan berlari-lari kecil antara dua bukit Safa dan Marwa. Meniru yang dilakukan Siti Hajar sekian ribu tahun yang lalu, ketika beliau berikhtiar dan berdoa kepada Allah dengan penuh harap agar dilindungi dan dilimpahi Allah dengan rezeki di tengah padang pasir yang gersang itu. Dan Allah jawab doa Siti Hajar itu dengan munculnya air dari sumur Zam-Zam. Sumur mu'jizat Allah yang tidak pernah kering meski berjuta-juta liter, bahkan berton-ton air dikeluarkannya. Air yang dibawa para jamaah sebagai oleh-oleh ke segenap penjuru tempat asal mereka. 

Rukun yang ke lima adalah bertahalul. Ditandai dengan menggunting rambut meski hanya beberapa helai. Meski untuk yang laki-laki lebih afdal seandainya mereka mencukur habis rambutnya. Karena Rasulullah SAW berdoa sampai tiga kali untuk jamaah yang bercukur gundul dan satu kali sesudah itu untuk yang hanya memangkas rambutnya. 

Yang terakhir adalah tertib dalam mengerjakan rukun-rukun tadi itu. Seperti setiap amalan yang terdiri dari beberapa rangkaian, harus dilakukan berurutan dan tertib. Tidak sah misalnya wuduk jika sesudah berniat wuduk kita  awali dengan membasuh kaki. Lalu kita basuh tangan, kita berkumur-kumur dan seterusnya dan seterusnya, karena tertibnya bukanlah demikian. 

Seperti itulah rukun haji. Ibadah yang merupakan rukun Islam, yang ditentukan waktu mengerjakannya dan ditentukan tempatnya. Tidak boleh dengan alasan apapun dirobah waktunya, atau dipindahkan tempatnya dari yang sudah ditetapkan Allah SWT. Mudah-mudahan jemaah haji tahun ini diberkahi dan dilindungi Allah serta diterima amalan mereka yang ikhlas sebagai amalan yang shalih, menjadi haji mabrur.

*****                                         .

Senin, 03 Oktober 2011

Fatwa

FATWA

Kata-kata fatwa jadi bahan pembicaraan. Tiba-tiba ada fatwa tentang ini, tentang itu. Tentang yang boleh dan tidak boleh. Tentang sesuatu yang sah dan tidak sah. Fatwa maksudnya adalah penjelasan. Fatwa keluar ketika ada keragu-raguan di sementara orang. Ketika ada pertanyaan. Yang mengeluarkan fatwa tentulah orang yang mumpuni. Yang punya pengetahuan tentang yang ditanyakan. Kadang-kadang dalil pengetahuan itu cukup luas sehingga jadi sangat lentur dan masih berkisar di arena keragu-raguan. Atau sebaliknya tidak memuaskan yang bertanya.

Orang awam selalu saja banyak bertanya. Banyak ragu-ragu. Bukan saja mengenai sesuatu yang  tidak terlalu jelas dalilnya tetapi kadang-kadang sesuatu yang sudah terang benderang.  Maka keluarlah keterangan dari orang yang diakui mempunyai pengetahuan tentang masalah yang dipertanyakan.

                                                                        *****

Majelis Ulama Indonesia adalah sebuah ‘kumpulan’ para ulama. Sesuai dengan namanya, sebuah majelis para ulama. Tempat para ulama duduk bermusyawarah. Mencari keterangan bersama-sama tentang pertanyaan yang timbul di tengah-tengah umat. Pertanyaan umat itu, sudah sejak jaman para khalifah sesudah Rasulullah Saw adakalanya seperti main-main. Kepada Khalifah Umar bin Khaththab  ada yang bertanya, bagaimana cara wudhu’ wanita yang kebetulan berjanggut lebat? Perlukah wanita itu menggosok-gosok janggutnya pula seperti halnya laki-laki?

Ada pertanyaan kepada para ulama di Indonesia tentang hal yang ‘aneh-aneh’. Ulama wajib memberikan jawaban dan keterangan. Sayangnya, jawaban itu kadang-kadang tidak memuaskan semua fihak. Ada yang tersinggung. Ada yang protes lagi. Lebih hebatnya lagi ada yang menghujat dan memaki.

                                                                        *****

Timbul pertanyaan, seperti yang sedang dihebohkan. Bagaimana hukumnya merokok? Ada yang berpendapat boleh dengan syarat. Ada yang berpendapat tidak boleh. Ada yang berpendapat  boleh saja. Mereka datang kepada ulama untuk bertanya. Ulama agak terpojok juga untuk menjawab karena, di antara para ulama itu ada yang merokok. Maka dibahas bersama-sama. Dikaji manfaat dan keburukannya. Dibandingkan dengan kondisi di zaman Nabi SAW. Ramai pembahasan. Tapi intinya, merokok itu membawa keburukan. Membawa mudharat. Menimbulkan bahaya. Meski terlibat dalam sebuah debat akhirnya para ulama itu bersepakat untuk menetapkan pendapat. Pendapat inilah yang diberikan untuk menjawab pertanyaan orang yang bertanya. Itulah fatwa rokok.

Ternyata heboh. Ada orang yang menilai Ulama kurang kerjaan dan terlalu iseng. Lalu bagaimana seharusnya ? Apakah kalau ada umat bertanya dijawab saja tidak tahu ? Padahal di antara umat yang bertanya itu bersungguh-sungguh ingin mendapatkan keterangan untuk dijadikan pertimbangan. Antara akan berhenti merokok atau terus merokok.

Timbul pula pertanyaan. Wahai ustad, bagaimana hukumnya tidak ikut memilih dalam pemilu ? Lalu bagaimana harusnya ustad itu menjawab? Apakah ulama cukup menjawab tidak tahu saja? Atau menjawab sekedar jawab saja tanpa dalil? Karena beliau-beliau itu merasa tanya harus dijawab untuk kebaikan umat maka dijawablah pertanyaan itu. Perintah Rasulullah, seandainya kalian berjalan berdua, maka hendaklah kalian jadikan satu orang jadi pemimpin. Apalagi kalau kalian berjamaah. Kalau kalian kumpulan orang banyak. Begitu untuk shalat, begitu juga untuk bermasyarakat. Artinya, hendaklah angkat seorang pemimpin. Entah itu ketua RT, ketua RW, Lurah, Wali Nagari dan sebagainya. Sebab nanti kalian akan memerlukannya. Kalian akan memerlukan seseorang tempat kalian nanti menguji kebenaran. Minta keadilan. Itu gunanya.

Jadi kalian harus ikut menentukan siapa yang kalian cenderungi untuk memimpin. Dengan kata lain, wajib hukumnya berpartisipasi dalam menentukan pemimpin. Kebalikan dari wajib itu, haram. Haram artinya terlarang. Terlarang hukumnya bagi kalian masak bodoh saja. Terlarang kalian tidak mau tahu dengan urusan mengangkat pemimpin.

Ternyata heboh pula. Keluar pula sumpah serapah. Ulama ikut-ikut pula berpolitik. Padahal, ulama menjawab orang yang bertanya.

Hebatnya lagi di antara yang memaki dan menyumpah itu cenderung mengatakan bahwa aturan agama, ketentuan al Quran, firman Allah sudah tidak lagi relevan. Tidak jamannya lagi. Mereka merasa lebih hebat. Lebih moderen. Lebih tahu dari sekedar keterangan al Quran. Kata al Quran jangan dekati zina. Mendekati saja dilarang. Kata al Quran boleh kalian menikahi wanita sampai empat. Lalu ada yang merasa berzina lebih baik dari menikahi wanita sampai empat. Karena zaman sudah berubah. Na’utzubillah.

Ya boleh-boleh saja kalau memang maunya seperti itu. tapi sadarkah orang-orang seperti ini bahwa masih banyak umat yang berfikir sebaliknya? Mereka ingin berhati-hati dalam kehati-hatian yang sungguh-sungguh untuk urusan dunia dan akhirat? Sehingga dalam keragu-raguan mereka bertanya? Mereka bertanya kepada orang yang mereka ketahui lebih berpengetahuan dari mereka? Mereka bertanya kepada ulama. Dan jawaban para ulama itu memang mereka nantikan.

                                                                        *****