Senin, 16 Juni 2014

Paradoks

Paradoks  

Hari Ahad subuh kemarin inilah pengajian kami di mesjid. Betapa kita, orang-orang yang mengaku beriman, sangat jomplang dalam persiapan akhirat dibandingkan menikmati dunia (menurut kita), padahal kita mendengar peringatan bahwa 'akhirat itu lebih utama dari dunia'. Ustadz memberikan contoh-contoh paradoks dalam kehidupan kebanyakan umat Islam seperti berikut:

Bangun malam dengan penuh semangat untuk menonton piala dunia, dan tahan berjam-jam memelototi layar kaca untuk sesuatu yang tidak ada manfaat nyata untuk diri. Sementara bangun untuk shalat malam atau bahkan untuk shalat subuh ketika dikumandangkan 'shalat lebih baik daripada tidur', bukan main susahnya.

Gembira dan tetap bersemangat ketika sesudah dua kali 45 menit pertandingan masih nol-nol dan ada perpanjangan waktu 2 x 15 menit. Makin geregetan untuk menonton. Sementara ketika khatib berkhutbah agak sedikit panjang di hari Jum'at, timbul gerutu seolah-olah khatib telah berlebih-lebihan.

Menyisihkan sepuluh ribu rupiah untuk sedekah di hari Jum'at bukan main susahnya. Membelanjakan lima belas ribu sampai tigapuluh ribu untuk sebungkus atau dua bungkus rokok sehari merasa sebagai sesuatu yang wajar-wajar saja.

Membantu orang yang mendapat musibah (gempa, gunung meletus, kebakaran) panjang sekali berpikirnya. Ketika mampir di mall, melihat baju yang menarik, harganya di atas uang yang ada di dompet, tapi bisa dibeli dengan kartu kredit, maka tanpa ragu-ragu membelinya dengan kartu kredit alias berhutang dulu.

Menonton tv atau memelototi laptop berjam-jam terasa enteng saja. Membaca al Quran satu halaman sehari untuk 5 sampai sepuluh menit bukan main susahnya.

Ngobrol ngalur ngidul ditambah ghibah berjam-jam terasa mengasyikkan saja. Tapi hadir di majelis taklim lebih dari 45 menit, tiap sebentar melihat jam seolah-olah waktu pengajian itu lama sekali.

Dipanggil atasan di kantor datang dengan segera, sesopan mungkin, khawatir akan mendapat nilai tidak bagus dari sang atasan kalau tidak segera hadir. Dipanggil Allah melalui laungan azan untuk mendapatkan kemenangan dari Allah, terbiasa untuk acuh tak acuh saja. 

Masih banyak paradoks lain dalam kehidupan sehari-hari kita, baik yang kita sadari atau tidak kita sadari. Lalu kita bercita-cita juga untuk mendapat balasan akhirat yang baik. Untuk mendapatkan surga Allah. Apakah kita tidak berpikir?

****
                        

Tidak ada komentar:

Posting Komentar