Sabtu, 02 Januari 2010

Pulang kampung Lagi (7)

(7)

Aku terbangun beberapa menit menjelang azan subuh. Sekitar jam setengah lima lebih sedikit. Segera berbersih-bersih di kamar mandi. Ketika aku selesai dari kamar mandi, azan segera berkumandang. Alhamdulillah, inilah keelokan negeri ini. Adanya panggilan azan pada saat masuk waktu shalat. Namun kali ini sepertinya berasal dari tempat yang agak jauh. Sementara aku tidak familiar dengan lingkungan ini. Aku ragu-ragu untuk pergi keluar mencari masjid. Keraguan yang berakhir dengan tidak jadi pergi. Kami shalat berjamaah di kamar saja.

Jam tujuh pagi kami sudah siap untuk meninggalkan hotel Matahari. Hotel ekonomis ini hanya membekali kami dengan sepotong roti (sepotong dalam arti harfiah) dan secangkir kopi atau teh. Ini jelas tidak cukup untuk dipakai melawan jalan panjang hari ini. Artinya kami harus mencari tempat sarapan terlebih dahulu. Yang ternyata tidak mudah. Kami berputar-putar di dalam kota sekitar setengah jam sebelum akhirnya menemukan sebuah kedai kopi. Sebuah kedai kopi Cina, entah di bagian mana kota. Disinilah kami sarapan. Ada yang memesan nasi lemak (nasi uduk versi Jambi), nasi goreng. Aku memesan mi rebus dan kopi susu. Aku yang sudah lama tidak membiasakan lagi minum kopi, memesannya karena perjalanan panjang ini akan memerlukan tenaga ekstra. Baru terbuka agak-agak. Kami segera akan keluar dari kota Jambi. Waktu menunjukkan jam sembilan. Hari hujan panas di pagi hari ini.

Mobil kami menderu ke arah Palembang. Jalan ternyata cukup bagus meski sedikit ramai. Aku jadi penumpang pagi ini. Kami mehotar berat sepanjang jalan. Hotar politik sampai hotar ekonomi. Hotar yang berlapir-lapir karena kami membahas sampai kasus bank Century.

Jalan benar-benar dalam kondisi bagus. Konon ini sebagai buah positif otonomi daerah. Kabupaten Ogan Komering ini sekarang termasuk sebuah daerah yang kaya dari hasil minyak bumi. Yang agak mengherankan ada di suatu bagian sisi jalan terlihat pohon-pohon sawit tua yang sudah tidak berbuah tapi tidak diremajakan. Entah apa sebabnya. Menjelang kota Banyu Asin jalan mulai macet. Kamipun jadi tersendat-sendat.

Jam dua lebih kami memasuki kota Palembang. Sedang elok terasa lapar. Kami menuju restoran Pagi Sore di tengah kota. Restoran yang apik dan cukup besar. Restoran Minang yang sudah sedikit disesuaikan dengan lidah wong kito. Ada sedikit rasa manis-manis di dalam pedasnya. Saya ingat kota Medan yang juga mempunyai restoran Melayu Minang. Agak mirip-mirip nuansanya dengan restoran Pagi Sore ini.

Ada mushala juga di restoran ini. Dan disana kami shalat. Sudah jam setengah empat waktu kami meninggalkan restoran. Tujuannya adalah mencari kedai empek-empek. Empek-empek Candy. Untuk dibawa sebagai oleh-oleh tanda sudah singgah di Palembang. Sementara ibu-ibu mengatur pembelian pembayan mengajak mencicipi beberapa jenis empek-empek yang siap saji. ‘Sambil minum kopi, bang,’ katanya. Benar juga. Secangkir kopi lagi akan sangat bermanfaat. Karena setelah ini aku yang akan memegang kemudi. Dan rencananya kami akan berjalan terus malam ini.

Jam setengah lima waktu kami meninggalkan kedai empek-empek. Palembang sudah siap untuk ditinggalkan. Kami melintas di atas jembatan Ampera. Mengikuti arus lalu lintas yang lumayan padat. Tadinya aku menyangka bahwa lalu lintas padat itu hanya di lingkungan kota Palembang saja. Begitu keluar aku berharap jalan akan mulai sepi. Aku salah total. Jalan ke luar kota dari Palembang menuju Kayu Agung mirip dengan jalan Jakarta Puncak. Padat merayap. Yang searah padat begitu pula yang berlawanan arah. Hari sudah menjelang maghrib.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar