Jumat, 13 April 2012

Sarengeh

Sarengeh 

Sarengeh adalah bahasa Minang yang tidak ada padanannya yang tepat dalam bahasa Indonesia. Artinya, lebih kurang 'mengadakan perlawanan kepada yang lebih tua atau yang biasanya lebih dihormati, dilakukan dengan mengeluarkan kata-kata yang nadanya menyakitkan hati dan membuat jengkel'. Repotkan, maknanya?!

Hari Sabtu yang lalu ada pengajian khusus di mesjid kami yang disampaikan oleh dai Hari Murti, mantan artis yang sekarang menjadi pendakwah itu. Mantap juga pengajian yang disampaikannya. Isinya, kenapa di neraka, menurut penuturan Rasulullah Shalallahi 'alaihi wa sallam, penghuninya banyak kaum perempuan. Sementara menurut sabda beliau yang lain, 'seandainya seorang wanita muslimah memelihara shalat dan puasa wajib, memelihara kehormatan dirinya, lalu taat kepada suaminya, maka kelak di akhirat dia boleh masuk ke dalam surga dari pintu mana yang dia suka.' Bukankah dengan demikian berarti peluang wanita untuk masuk surga seharusnya lebih banyak, karena persyaratannya lebih enteng? 

Salah satu penyebabnya, menurut ustadz Hari Murti karena kebiasaan sebagian wanita melawan kepada suaminya. Baik melawan secara diam-diam dalam hati, maupun secara terang-terangan (manyarengeh), bahkan ada yang lebih dahsyat lagi dengan memperlakukan suaminya semena-mena. Padahal Allah menjelaskan bahwa laki-laki itu adalah pemimpin bagi wanita. Arrijaalu qawwaamuna 'alan nisaa' (An Nisaa' ayat 34). (Laki-laki itu menjadi pemimpin wanita). Seorang laki-laki, ketika menerima kabul, dari ijab yang dibacakan oleh (calon) mertuanya pada saat acara akad nikah, sesungguhnya menerima pelimpahan tanggung jawab atas pimpinan bagi wanita yang dinikahinya itu untuk dunia dan akhirat. Tanggung jawab yang tadinya dipikul ayah, sekarang dilimpahkan kepada suami. Sebuah tanggung jawab yang bukan main-main. Bahkan  Rasulullah Shalallahi 'alaihi wa sallam  mengatakan, seandainya manusia diperbolehkan menyembah manusia, niscaya beliau perintahkan para istri untuk menyembah para suami. 

Lalu bagaimana kalau ternyata seorang suami itu adalah seorang yang tidak baik? Seorang yang zalim? Apakah wanita yang menjadi istrinya tetap wajib untuk berbakti kepada suami seperti itu? Kata ustadz Hari Murti, tetap wajib. Watak seseorang yang akan jadi menantu itu seharusnya bisa dipelajari oleh seorang  ayah sebelum dia menyerahkan anaknya untuk dinikahi. Tapi kalau memang dia, laki-laki yang jadi menantu itu, kemudian  ternyata zalim, istri tetap wajib taat. Kezaliman suaminya adalah urusannya dengan Allah. Allah nanti yang akan menghukumnya. Namun untuk sang istri dia tetap wajib untuk taat, kecuali jika suami menyuruhnya untuk mempersekutukan Allah. Bukankah istri Firaun adalah seorang wanita yang sangat salihah, yang tetap bisa menjadi istri dengan ketaatannya untuk urusan dunia kepada suaminya Firaun?

Istri yang baik itu adalah istri yang qurrata a'yun. Istri yang jika dipandang menyejukkan mata suaminya yang memandang. Jika diajak berbicara selalu berkata-kata dengan sopan santun alias tidak suka manyarengeh. Jika diberi amanah oleh suaminya, sangat terpercaya dan jujur.  Untuk menjadi istri yang seperti ini ternyata memang tidak mudah. Banyak kaum wanita yang tidak sabar sehingga berlaku lancang dan tidak pantas kepada suaminya. Karena itulah, banyak penghuni neraka itu dari kalangan wanita. Wallahu a'lam.


*****                                                                 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar