Sabtu, 28 April 2012

Memilah Budaya

Memilah Budaya

Seorang tetangga kami meninggal dunia. Beliau seorang muslim, seorang yang baik, yang selalu menyapa dan tersenyum. Rupanya begitu di tempat beliau bekerja, begitu juga di lingkungan kami. Banyak yang datang melayat ketika mengetahui beliau telah tiada.

Meski pun bukan sekali ini aku melihat, yang sangat mengherankanku adalah budaya baru mengirim karangan bunga ke rumah duka. Di pekarangan dan di jalan di depan rumah almarhum berjejer banyak sekali karangan bunga. Ada karangan bunga berukuran sedang dengan tatakan keranjang rotan dihiasi kertas berwarna warni dengan tulisan ucapan duka cita. Ada karangan bunga berukuran besar, sebesar papan tulis di sekolah, juga dengan tulisan ucapan duka cita. Pengirimnya kebanyakan adalah perusahaan-perusahaan tapi banyak juga yang perorangan.

Budaya mengirim karangan bunga ini sudah semakin populer di kalangan masyarakat kita, terutama di kalangan penjabat dan pengusaha berkelas. 

Di samping itu, yang juga menjadi budaya (baru) adalah memakai pakaian berwarna hitam ketika datang melayat. Nuansa ini sangat kentara di kalangan ibu-ibu, meski sebagian bapak-bapak juga ada yang berusaha menyesuaikan diri dengan budaya tersebut. 

Timbul pertanyaan di kepalaku. Atau mungkin di kepala sebagian orang awam. Dari mana asal usul budaya seperti ini? Ternyata ini adalah kebiasaan orang bukan muslim, entah yang beragama Kristen, entah di kalangan masyarakat Tionghoa yang bukan beragama Islam. Itulah yang 'kita' tiru. Peringatan Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam kepada kita, 'barang siapa yang meniru-niru kebiasan orang lain, termasuk ke dalam golongan orang (lain ) itu.'

Padahal kewajiban kita sebagai orang Islam, ketika ada di antara saudara kita meninggal dunia tidak lebih dari empat hal. Yang biasa disebut sebagai kewajiban fardhu kifayah. Yaitu, memandikan jenazah, mengafani, menyalatkan dan menguburkannya. Hanya itu. Tidak diperlukan tambahan ritual lain. Kalau kita pada malam hari datang bertakziah ke rumah duka, maksud bertakziah itu adalah untuk menghibur ahli musibah atau keluarga yang ditinggalkan. Sedangkan doa untuk si mayat sudah kita lakukan di dalam shalat jenazah, meski jika ingin menambah doa di luar itu boleh-boleh saja. 

Karangan bunga di satu sisi, jelas tidak ada manfaat apa-apa dan bahkan mubazir. Karangan bunga yang belum diambil tukang sampah, setelah satu hari akan terlihat sebagai sampah dan mengotori lingkungan. Namun, apa boleh buat, budaya baru ini sedang sangat disukai sementara orang dan belum ada ulama yang dengan gigih berusaha meluruskannya. Hebatnya pula, karangan bunga juga sangat biasa menghiasi pesta pernikahan, baik di gedung-gedung maupun di rumah-rumah (mewah). Ukurannya sama persis dengan karangan bunga di rumah duka. Hanya tulisannya saja yang berbeda.

Sebagai orang yang beriman, mudah-mudahan kita bisa memilah-milah budaya yang akan kita tiru.   

****                                                            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar