Jumat, 28 Januari 2011

Berhukum Dengan Selain Hukum Allah

Berhukum Di Negeri (yang katanya negeri) Hukum

Aku menonton sebuah berita melalui layar kaca. Sekelompok saksi yang adalah kerabat dari korban pembunuhan berubah histeris segera setelah hakim menjatuhkan hukuman untuk terdakwa. Hukuman yang dijatuhkan hakim 17 tahun penjara, dirasa tidak memadai oleh kerabat korban. Orang awam mungkin akan menilai, pemandangan seperti itu berlebihan. Bukankah hukuman 17 tahun penjara sudah cukup berat? Apa lagi yang dimaui oleh keluarga korban itu?

Tapi pernahkah kita memikirkan, bahwa perbuatan membunuh, yang bahkan dengan cara sangat sadis, telah menimbulkan derita bagi ahli keluarganya? Jika yang terbunuh itu seorang ayah, seorang tulang punggung keluarga, seorang yang selama ini bertanggung jawab bagi kelangsungan hidup sekian orang anggota keluarga, lalu sekarang sesudah dia terbunuh? Apa artinya hukuman sekian tahun penjara untuk yang telah menjadi penyebab kesengsaraan itu? Cukupkah anggota keluarga itu menerima nasib (buruk) saja? 

Hukum mewajibkan agar keadilan tegak. Orang yang menegakkan hukum itu disebut hakim. Hukum tidak boleh berat sebelah. Maksudnya hakim yang menetapkan hukum tidak boleh berat sebelah dalam menetapkan putusan. Orang yang bersalah harus dikenai sangsi hukum agar keadilan tegak. Orang yang dirugikan karena kesalahan seseorang seyogianya mendapat penggantian atau kompensasi, demi tegaknya hukum. Demi tegaknya keadilan.

Sebenarnya apa perlunya tegaknya hukum? Secara sederhana adalah agar semua orang mendapat jaminan keadilan. Agar tidak ada orang yang diperlakukan secara tidak adil, baik diri pribadinya maupun harta dan haknya. Jika seseorang disakiti, orang yang menyakitinya harus dihukum. Jika seseorang mencuri milik orang lain, maka kepadanya harus dikenakan hukuman dan seboleh-bolehnya barang yang dicurinya itu dikembalikan kepada pemiliknya.

Allah mengajarkan manusia agar menegakkan hukum dengan adil. Di dalam Islam sangsi bagi pelanggar hukum itu  dijelaskan dengan sangat jelas. Seseorang yang membunuh, maka dia harus dihukum bunuh (qisas) kecuali keluarga yang terbunuh memaafkan. Jika keluarga si terbunuh memaafkan, maka hukumannya boleh diganti dengan ganti rugi (diyat). Begitu pula, seseorang yang mencuri sampai batasan tertentu, dan pencurian itu dilakukannya bukan karena dia, si pencuri itu kelaparan, maka hukumannya adalah potong tangan. 

Orang yang tidak setuju dengan hukum Allah akan sangat lantang mengatakan bahwa hukuman seperti itu tidak manusiawi. Melanggar HAM. Padahal si pelaku kejahatan telah terlebih dahulu berbuat tidak manusiawi dan melanggar HAM.

Maka hukuman di negeri (yang katanya negeri) hukum ini sangatlah mencengangkan. Pencuri kecil, dua buah mangga, atau semangka atau buah cokelat, maka hakim menghukumnya dengan hukuman sekian bulan penjara. Sebaliknya seseorang yang mencuri bermilyar-milyar, dihukum beberapa tahun penjara. Bahkan beberapa tahun itu, meski dinodainya dengan kesalahan yang..... alaaah mak, menyulap sel tahanannya menjadi kamar hotel berbintang, boleh dikurangi pula separuhnya. 

Akhirnya biarkan sajalah..... Di akhirat nanti Allah adalah yang sebaik-baik hakim. Dan hukuman merugikan manusia lain, sebelum manusia lain itu mengikhlaskannya atau memaafkannya, tidak akan diampuni Allah. Dan hukuman di sisi Allah adalah yang seberat-beratnya siksa, yang tidak mungkin dan tidak bisa disulap sesuka hati......

*****


Tidak ada komentar:

Posting Komentar