Minggu, 31 Januari 2016

Rayuan Jabatan

Rayuan Jabatan 

Sepasang calon gubernur / wakil gubernur yang kalah dalam pilkada tidak berpuas hati. Berbagai cara diusahakan untuk meninjau ulang hasil pemilihan yang sudah diumumkan. Kalau boleh agar dibatalkan saja karena calon lawan 'ternyata' banyak cacatnya. Yang agak aneh sebenarnya 'rumah selesai, tokok berbunyi'. Pilkada sudah berlalu, baru banyak hal yang tidak bisa diterima, meski yang benar-benar tidak bisa diterima itu adalah, awak kalah. Kejadian serupa seringkali terjadi. Calon yang kalah tidak berpuas hati lalu menuntut melalui jalur hukum. Hebatnya pula, jalur hukum ini di masa kemarin-kemarin bisa berputar arah. Bisa membatalkan kemenangan yang sudah diumumkan untuk disuruh ganti. Atau disuruh ulangi lagi pilkadanya. Begitu hebatnya.

Kalah dalam pemilihan pasti tidak enak. Pasti tidak nyaman. Karena sudah sangat banyak modal dikeluarkan. Banyak ini kadang-kadang sampai menjadikan mata orang awam mendelik-delik. Biaya pemilihan itu pastilah sangat mahal, walau seberapa mahal tepatnya kita tidak tahu. Tergantung dari banyaknya pemilih di sebuah negeri, biaya pemilihan bupati atau gubernur sangat bervariasi. Karena ada provinsi yang sangat padat penduduknya seperti Jawa Barat dan Jawa Timur. Ada yang kurang penduduknya seperti Bengkulu dan Bangka/Belitung. Semakin ramai penduduk, semakin banyak tempat pemilihan, semakin banyak pula petugas yang harus dilibatkan. Itu dari sisi biaya yang harus ditanggung pemerintah sebagai penanggung jawab pemilihan. Masing-masing calon tentu harus ikut pula mengeluarkan biaya seperlunya. Untuk biaya tim sukses, untuk biaya tetek bengek peralatan berkampanye. Sebagian dari biaya itu ditanggung oleh partai kalau si calon mendaftar melalui partai. Dan sebagian lagi dikeluarkan dari kantong sendiri.      

Jadi maju mencalonkan diri untuk jadi kepala pemerintahan itu memang bukan perkara kecil. Perlu dana besar. Yang seandainya kalah, semua dana yang sudah dikeluarkan itu benar-benar hilang lenyap begitu saja. Siapa pula yang akan rela saja menerima kekalahan kalau sudah begitu. Makanya, kalau masih mungkin diperkarakan ya dicoba untuk diperkarakan. Meski untuk memperkarakan ini artinya menambah lagi modal yang harus dikeluarkan. Seberapa besar pula? Entahlah. Sekali lagi jumlah dana yang akan membuat mata orang awam kembali mendelik-delik.  

Kenapa demikian? Karena sepertinya menjadi kepala pemerintahan itu memang sangat nyaman dan menyenangkan. Fasilitas resmi dari pemerintah berupa rumah dan kendaraan sudah akan membuat kita terkagum-kagum. Serba kelas mewah. Demikian kenyataannya. Rumah mewah. Kantor mewah. Kendaraan mewah bahkan termasuk kendaraan ekstra untuk istri dan anak-anak. Semua serba resmi. Semuanya dengan kualitas jauh di atas yang dimiliki golongan menengah di negeri ini. Padahal golongan menengah itu hanya beberapa gelintir. Bahagian paling besar dari masyarakat adalah golongan rendah, yang belum tentu mempunyai rumah tempat berteduh yang layak.

Melihat penampilan dan fasilitas untuk kepala daerah setingkat bupati saja, bisa membuat kita tercenung, seolah-olah negeri kita Indonesia ini sebuah negara yang sangat kaya. Seolah-olah pemerintah punya dana sangat besar untuk membiayai fasilitas bagi setiap kepala daerah yang puluhan banyaknya. Aku pernah berkunjung ke sebuah kantor bupati di daerah dan terkagum-kagum melihat betapa hebat dan mewahnya kantor itu. Begitu pula rumah dinasnya.

Entah karena menyadari bahwa fasilitas itu hanya sementara, biasanya kebanyakan penjabat itu membangun pula rumah pribadi yang tidak kalah mewahnya. Lalu dari mana mereka mendapatkan uang untuk itu? Apakah gaji mereka juga sangat besar? Kita tidak tahu persis. Yang kita tahu banyak di antara bupati / walikota / gubernur itu berurusan dengan KPK dan berakhir menjadi penghuni penjara. Itu artinya mereka telah dibuktikan oleh pengadilan melakukan korupsi. Tidak semua kepala daerah ditangkap KPK. Mungkin banyak juga yang jujur dan bersih. 

Jabatan sebagai kepala daerah itu memang sangat menggiurkan. Maka bagi yang berminat, mereka rela berhabis-habis. Tidak kayu jenjang dikeping. Tidak emas bungkal diasah. Hanya sayang dan kasihan ketika ternyata awak kalah. Kekalahan yang harus ditanggungkan sendiri.

****
                    

Jumat, 29 Januari 2016

Kesempatan Yang Hilang

Kesempatan Yang Hilang    

Setiap kita mungkin pernah mengalami kehilangan kesempatan. Kesempatan untuk meraih sesuatu atau mendapatkan sesuatu disebabkan karena ada yang tidak beres. Contoh yang paling sederhana, ketika kita terlambat sampai di stasiun, dan ternyata kereta api yang akan kita tumpangi telah berangkat. Contoh seperti ini adalah kehilangan kesempatan yang nyata. Atau ketika kita menerima surat panggilan untuk mulai bekerja sehubungan dengan lamaran kita ke sebuah perusahaan, namun sayangnya baru kita terima beberapa minggu kemudian.  Ketinggalan kereta mungkin masih dapat kita susul dengan mengambil kereta api berikutnya. Tapi terlambat datang ketika dipanggil untuk bekerja boleh jadi tempat yang tersedia sudah diambil orang lain.

Ada lagi contoh lain tentang kesempatan yang hilang. Yakni ketika kita melewatkan sesuatu karena merasa tidak tertarik. Tapi beberapa waktu kemudian terbukti bahwa kita keliru. Kesempatan dulu itu ternyata sebuah peluang untuk meraih keberuntungan.  Contohnya, ada seseorang menawarkan untuk menjual suatu barang. Misalkan sebidang tanah. Kita punya uang untuk membelinya, cuma masalahnya tidak tertarik. Tanah itu dibeli orang lain. Beberapa tahun kemudian harga tanah itu naik berkali lipat karena di dekatnya dibangun sebuah pusat perbelanjaan.  

Ada orang yang jeli dan sangat berbakat memanfaatkan kesempatan. Kebalikannya ada orang yang tidak pandai memperhitungkan peluang. Memang adakalanya faktor keberuntungan ikut berbicara. Ada dua orang pensiunan, menginvestasikan uang pensiunnya di usaha yang berbeda. Yang satu membeli toko kecil di komplek pertokoan besar. Dicobanya berdagang. Dia berusaha sehati-hati mungkin. Tapi apa hendak dikata, usahanya itu tersendat-sendat dan akhirnya berhenti. Ada yang mengatakan, jatuh bangun di awal usaha itu adalah hal yang biasa dan harusnya tidak boleh kapok. Cuma masalahnya modalnya keburu habis dan dia tidak berani berhutang untuk mencoba lagi. Orang kedua menanamkan uangnya dengan membeli sebuah apartemen di pusat kota. Waktu dia menyetor pembayaran, pembangunan apartemen itu baru akan dimulai. Dua tahun kemudian barulah bangunan itu selesai dan diserahterimakan. Apartemen itu disewakannya kepada orang asing dengan pembayaran dalam dollar. Sejak itu dia memetik hasil sewa secara teratur 

Di awal reformasi, seorang aktivis politik ditawari untuk menyertai bahkan memimpin sebuah partai. Dia menolaknya karena merasa berkiprah di partai tersebut tidak akan menguntungkan baginya. Dia lalu membuat partai baru. Ternyata partai barunya tidak mendapat respons yang memadai dari para pemilih. Waktu diadakan pemilihan presiden (yang waktu itu dipilih oleh anggota MPR) dia tidak mungkin dicalonkan mengingat perolehan suara partai besutannya yang kecil tadi itu. Seandainya dia terima tawaran untuk menjadi pimpinan partai sebelumnya, dia sangat layak untuk mencalonkan diri dan berkemungkinan besar dia akan terpilih.  

Sebuah kesempatan yang hilang adakalanya memang menyakitkan karena kesempatan yang serupa tidak pernah datang lagi.

****                                 

Senin, 25 Januari 2016

Memelihara Diri Dari Perbuatan Sia-sia

Memelihara Diri Dari Perbuatan Sia-sia    

Hendaklah kita memelihara diri dari membuang-buang waktu. Dari melakukan perbuatan sia-sia. Perbuatan sia-sia artinya perbuatan yang tidak membawa manfaat. Tidak bermanfaat dilihat dari sisi untuk mencari keridhaan Allah. Bukan saja tidak mendapat keridhaan Allah bahkan sebaliknya mungkin dimurkai Allah. Contoh dari perbuatan sia-sia adalah perbuatan yang menjadikan seseorang lalai dari mengingat Allah. Entah itu berupa permainan, perbincangan senda gurau yang tidak jelas ujung pangkalnya, hadir di acara yang melalaikan karena penuh dengan hura-hura. 

Baru-baru ini mufti kerajaan Arab Saudi memfatwakan bahwa permainan catur haram hukumnya. Tentu saja muncul reaksi setuju dan tidak setuju terhadap fatwa ini. Yang tidak setuju menganggap bahwa hal itu mengada-ada. Tapi coba kita telaah dengan jujur dan hati-hati. Coba perhatikan dua orang yang sedang asyik bermain catur. Sama-sama memeras otak untuk mengalahkan lawan. Ketika mereka sedang berpikir serius seperti itu terdengar azan, kedua pemain itu tidak mengindahkannya. Mereka larut dalam permainan dan lalai dalam mematuhi panggilan shalat. 

Banyak contoh lain. Ada orang-orang sibuk bermain domino, menghempaskan batu domino. Diselingi dengan senda gurau dan kadang-kadang tertawa terbahak-bahak saking serunya permainan itu. Lalu terdengar suara azan. Berhentikah mereka? Tidak. Seolah-olah mereka tidak mendengar azan. Kalau ditanyakan, jawabnya, waktu shalat itukan panjang.  

Ada orang yang melewatkan waktu dengan bergurau semalaman. Mungkin mendengarkan saluang jo rabab, atau menonton randai. Kalau di Jawa menonton wayang semalam suntuk. Atau orang yang bangun tengah malam untuk menyaksikan pertandingan sepakbola di televisi. Mereka tidak setuju kalau dikatakan bahwa mereka membuang-buang waktu,  karena mereka merasa menikmati sesuatu. Meskipun kemudian setelah itu shalat subuh terpaksa mengalah. 

Permainan, tontonan seringkali bisa sangat menggoda. Apalagi kalau dilakukan berjamaah. Apalagi ketika sudah dipengaruhi oleh publisitas yang menggebu-gebu. Bahwa tontonan itu sesuatu banget, kata anak-anak muda sekarang. Lalu mereka yang terpengaruh benar-benar seperti kena hipnotis untuk datang menyaksikannya.

Ada pertandingan bola antara kesebelasan Anu dan kesebelasan Antah. Salah satunya adalah favorit. Para suporter yang fanatik dari masing-masing kesebelasan datang melalui berbagai perjuangan dan rintangan. Pertandingan itu akan berlangsung menjelang waktu isya, sekitar jam tujuh malam. Orang rela hadir sejak sesudah asar. Syukur-syukur kalau sempat shalat asar dulu. Maghrib pasti terlewat. Ah, biar nanti dijamak saja dengan isya. Hampir tidak ada yang berpikir, bagaimana seandainya sesudah menonton pertandingan itu terjadi huru hara dan kita terkorban? Karena hal seperti itu pernah terjadi.  

'Sungguh beruntunglah orang-orang yang beriman. Orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya. Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari perbuatan sia-sia.' (Surah Al Mukminun ayat 1, 2 dan3),

****                                        

Sabtu, 23 Januari 2016

Hamba Berkehendak, Allah Yang Menentukan

Hamba Berkehendak, Allah Yang Menentukan

Manusia boleh merancang, bercita-cita, berusaha untuk meraih sesuatu. Manusia boleh mengatur strategi untuk mencapainya dengan penuh perhitungan. Tapi keputusan akhir tetap di bawah kekuasaan Allah. Kalau Allah mengijinkan untuk terjadi maka terjadilah dia, tapi kalau Allah tidak mengijinkan tidak ada kekuatan apapun yang akan dapat membuatnya terjadi. Maka Allah ingatkan orang-orang yang beriman ketika dia sudah bertekad untuk meraih sesuatu agar bertawakkal kepada Allah dengan firmannya di dalam al Quran surah Ali Imran ayat 159; faidza 'azamta, fatawakkal 'alallah - innallaha yuhibbul mutawakkiliin (Manakala sudah bulad tekadmu, bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah mengasihi orang-orang yang bertawakkal).

Seringkali kebanyakan manusia terpeleset dalam menggapai apa yang diazamkannya. Dia lupa bertawakkal kepada Allah. Biasanya karena menurut perhitungannya yang matang, segala sesuatu akan berhasil seperti yang diinginkannya. Karena dia sudah merencanakannya, memperhitungkan segala kemungkinannya. Dan menurut analisanya tidak ada kemungkinan bahwa yang sedang direncanakan itu akan gagal.  

Seorang pengacara terkenal, ingin mewariskan usahanya kepada anaknya. Dia sekolahkan anaknya sampai si anak juga menguasai ilmu yang bahkan lebih hebat dari ilmunya sendiri. Diperbesarnya kantornya untuk diserahkan kepada si anak agar sang pewaris dapat berkiprah dengan nyaman. Segala sesuatu tampak sudah beres dan sepertinya suksesi akan berjalan dengan mulus. Tapi tanpa disangka-sangka Allah berkehendak lain. Anak yang begitu diharapkan mengalami kecelakaan dan meninggal. Dengan tiba-tiba. Karena seperti itu kekuasaan Allah dan tidak siapapun dapat menghalanginya.

Yang berikut ini dialami adikku, seorang bidan. Sudah berpuluh tahun dia menjalankan sebuah klinik bersalin. Banyak pasiennya. Di antara pasien itu ada yang dulu dia bantu saat kelahirannya dan sekarang jadi pasiennya ketika melahirkan. Adikku itu lulusan sekolah bidan di tahun 1970an, ketika sekolah perawat bidan adalah setingkat sekolah menengah atas. Sejak beberapa tahun yang lalu muncul peraturan bahwa seseorang yang berpraktek sebagai bidan haruslah seorang sarjana. Kalau tidak maka tidak akan mendapat surat izin praktek. Karena dia sangat menyukai profesi sebagai bidan, apa boleh buat, diapun mendaftar jadi mahasiswa di usia yang sudah tidak muda lagi. Alhamdulillah, dia berhasil menyelesaikan kuliah tersebut dan meraih titel sarjana. Diapun semakin bersemangat untuk melanjutkan kiprahnya di klinik bersalinnya itu. Atas kehendak Allah suatu hari dia jatuh sakit. Pada awalnya seperti sesuatu yang tidak terlalu serius. Ternyata penyakitnya mengharuskannya dirawat inap di rumah sakit. Selama perawatan itu dokter menjelaskan bahwa penyakitnya cukup serius. Dia dirawat sekitar dua minggu di rumah sakit. Pada akhir masa perawatan itu dia menyadari bahwa dia tidak mungkin lagi meneruskan pekerjaannya sebagai bidan. Anak-anaknyapun menganjurkan agar dia beristirahat total dari mengurus klinik. 

Banyak kejadian-kejadian yang serupa. Kita bekeinginan atas sesuatu, berusaha menggapai yang kita inginkan, ternyata tidak dapat dicapai. Ketika kita tidak berhasil mendapatkan yang kita inginkan, hendaknya kita segera sadar bahwa segala sesuatu hanya akan terjadi kalau Allah mengijinkannya.

****   
  

Minggu, 17 Januari 2016

Perjalanan Waktu (2)

Perjalanan Waktu  (2)

Firman Allah dalam surah Al Ashr, yang artinya; 'Demi masa. Sesungguhnya manusia itu dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shalih. Yang saling berwasiat tentang yang haq (yang benar). Yang saling berwasiat tentang bersabar.' Demikian Allah mengingatkan kita, tentang pentingnya waktu. Yang kalau kita tidak pandai memanfaatkan maka niscaya kita akan rugi. Allah memberikan penggalan waktu yang sama setiap harinya untuk semua makhluk. Satu hari yang kita hitung terdiri dari dua puluh empat jam, lamanya sama untuk semua orang. Namun setiap orang menggunakan waktu itu dengan caranya masing-masing. Sebahagian besar menyibukkan dirinya dengan urusan dunia dan sebahagian yang lain memanfaatkan waktunya untuk mempersiapkan kehidupan akhiratnya.

Penggalan-penggalan waktu terus berlalu dan tidak pernah kembali. Apa-apa yang berhasil kita lakukan dalam waktu tertentu akan tercatat dalam sejarah hidup kita. Akan tercatat dalam kitab amalan yang ditulis oleh kedua malaikat Raqib dan 'Atid. Begitu pula sebaliknya setiap kegagalan atau kerugian yang kita alami juga akan menjadi catatan. Yang semua nanti akan diperhitungkan dan dimintakan pertanggungjawabannya.

Mari kita perhatikan bagian dari penggalan-penggalan waktu tadi untuk memahami firman Allah di atas. Dimulai dengan sebelum masuk waktu subuh. Ada orang yang bersegera bangun untuk beribadah kepada Allah, karena keimanannya. Dia berbuat amalan shalih, melakukan shalat malam. Lalu dia berangkat ke mesjid untuk melaksanakan shalat subuh berjamaah, suatu amalan shalih. Dan dilanjutkannya mengisi waktunya dengan amalan-amalan yang lain. Dengan membaca al Quran. Dengan mendengarkan pengajian dan sebagainya. Semua itu akan dicatat oleh malaikat sebagai perbuatan baik. Pada waktu yang sama, ada orang yang masih tidur. Karena sebelumnya dia disibukkan oleh acara tv sampai larut malam. Masing-masing memiliki rentang waktu yang sama banyaknya. Tapi digunakan dengan cara yang berbeda. Padahal kesempatan di sebuah subuh itu tidak akan pernah kembali. Subuh besok adalah subuh yang lain.

Banyak sekali orang yang menyia-nyiakan waktu. Membiarkan waktunya terpakai untuk hal-hal yang tidak bermanfaat. Bahkan untuk berbuat dosa. Untuk mencari nikmat dunia, sementara yang mereka sebut nikmat itu sangat semu. Ada orang yang sanggup bergadang sampai lewat tengah malam untuk menonton pertandingan bola di Eropah. Dipersiapkannya segala sesuatu untuk itu, mulai dari minuman dan cemilan agar dia terhindar dari rasa kantuk. Entah siapa yang bertanding, tapi katanya salah satunya adalah team favoritnya. Susah kita memahami kenikmatan apa yang sebenarnya dia peroleh ketika kesebelasan favoritnya menang. Apalagi kalau kesebelasan tersebut kalah. 

Memperhitungkan untung atau rugi dalam menggunakan waktu adalah untuk hasil yang akan kita peroleh nanti di akhirat. Dan kita juga diperintahkan untuk menghitung-hitung apa yang sudah kita persiapkan untuk itu. 'Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah. Hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (hari akhirat).....' (Surah Al Hasyr ayat 18). 

Hidup kita di dunia ini sangat singkat. Hanya dalam bilangan beberapa tahun atau puluh tahun saja. Yang nilainya bahkan jauh lebih singkat dibandingkan dengan waktunya akhirat. Sebagaimana dijelaskan Allah dalam firman-Nya bahwa satu hari di akhirat setara dengan seribu tahun kehidupan dunia. (Surah As Sajdah ayat 5). Mudah-mudahan kita bisa lebih cermat dalam menggunakan waktu selama kita hidup. 

****                       

Jumat, 15 Januari 2016

Pencapaian

Pencapaian  

Sering orang menghubungkan antara tingginya pendidikan berpengaruh kepada keberhasilan dalam hidup. Para orang tua menyemangati putra-putrinya untuk bersekolah setinggi mungkin agar nanti bisa hidup layak dan berhasil. Yang dimaksud dengan keberhasilan adalah pencapaiannya dalam mencari rezeki. Padahal kenyataannya tidak selamanya demikian. Ada orang yang tidak tinggi sekolahnya tapi berhasil memperoleh kekayaan yang luar biasa. Sebaliknya ada pula orang sampai meraih titel doktor atau biasa kita sebut S3, tapi kehidupannya biasa-biasa saja. Yang sekedar bertitel sarjana (S1) banyak yang menganggur karena tidak berhasil mendapat kesempatan kerja sesuai dengan ilmu yang diperolehnya.

Beberapa puluh tahun yang lalu, aku bertugas memilih calon karyawan baru ahli geologi di kantor. Ada tiga atau empat posisi yang tersedia. Pelamar ada sekitar empat puluh orang. Sebagian besar dari perguruan tinggi ternama. Bermacam-macam latar belakang kehidupan mereka, ada yang dari keluarga mampu, ada yang dari keluarga sederhana. Penyeleksian itu dilakukan oleh beberapa orang anggota team. Hasilnya tentu saja memilih empat orang yang terbaik di antara semua calon. 90% dari mereka ditolak.

Ada seorang mantan tetangga kami (sekarang dia sudah pindah) adalah seorang pedagang yang cukup sukses. Dia bukan sarjana, tapi tamatan sekolah menengah. Selama beberapa tahun dia tinggal di komplek perumahan kami, dia telah berhasil menambah toko dari dua buah menjadi lima buah. Dan semua toko-toko tersebut memberikan keuntungan besar dalam perdagangannya. Orangnya ramah, santai, pemurah dan tidak pelit. 

Ada pula dua orang temanku tamat dari sekolah rakyat (SD), tidak melanjutkan sekolahnya lagi. Yang satu langsung terjun ke dunia dagang, mulai dari pedagang rokok asongan di Bukit Tinggi, kemudian pergi merantau. Bertahun-tahun kami tidak bertemu. Di tahun delapan puluhan dia sudah punya toko di Bandar Lampung. Sekarang dia termasuk seorang saudagar besar di kota itu. Yang seorang lagi, pergi merantau ke Medan. Di sana dia belajar menjahit baju dan celana. Kemudian dia pindah ke Jakarta, mula-mula jadi anak buah sebuah usaha penjahit (tailor). Beberapa tahun kemudian dia punya usaha konveksi sendiri. Sekarang dia punya beberapa pintu toko di pasar Tanah Abang. 

Hasil yang dicapai setiap orang dalam memperoleh rezeki adalah kewenangan Allah. Dia memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Setiap kita diperintah untuk giat berusaha namun setelah itu hendaklah bertawakkal kepada Allah. Bersyukur dengan setiap rezeki yang diberikan Allah, baik sedikit ataupun banyak. Dan yang lebih penting adalah berusaha mendapatkan rezeki melalui jalan yang diridhai-Nya. 

****                           

Senin, 11 Januari 2016

Menyiapkan Masa Depan

Menyiapkan Masa depan     

Banyak di antara kita yang diajar bercita-cita diwaktu kecil. Biasanya ditanyai, kalau nanti besar ingin jadi apa. Jawabannya bisa segala macam yang terlintas di pikiran kanak-kanak. Salah satu cucuku bercita-cita ingin menjadi dokter gigi dan jadi muazin. Terdengar aneh, tetapi begitu yang ada dalam pikirannya. Banyak orang tua yang menyemangati anak-anaknya dalam mempersiapkan diri untuk mencapai cita-cita.

Seorang ayah menasihati anaknya yang bersekolah di SD dengan ucapan; 'Rajin-rajinlah kau belajar nak, demi masa depanmu.'   Ketika anak itu melanjutkan sekolah ke SMP, kembali sang ayah menyemangatinya dengan kata-kata yang sama. Begitu pula ketika dia memasuki SMA dan seterusnya ketika masuk perguruan tinggi. Rajin-rajinlah. demi masa depanmu. Suatu saat, si anak yang sudah jadi sarjana itu mulai bekerja. Ayahnya masih saja menasihati meski kali ini redaksinya agak sedikit berubah. 'Rajin-rajinlah kau bekerja, demi masa depanmu.' Seterusnya anak itu berkeluarga, lalu mempunyai anak. Nasihat ayahnya  berubah lagi. 'Rajin-rajinlah kau bekerja, demi masa depan anak-anakmu'. Jadi rupanya masa depannya sendiri sudah selesai di saat dia mempunyai anak dan kerajinannya sekarang adalah demi masa depan anak-anaknya.  

Si anak melanjutkan kehidupannya dengan rajin bekerja. Membesarkan anak-anaknya sampai mereka menamatkan pendidikan dan akhirnya mendirikan rumah tangga masing-masing pula. Dan dia, akhirnya pensiun. Di saat itu dia merasa sudah menyelesaikan tugas yang dulu dibebankan ayahnya, agar rajin belajar, kemudian rajin bekerja, demi masa depan. Dan sepertinya inilah masa depan itu. Hari tuanya dengan pencapaiannya yang boleh dikatakan berhasil. Dia berhasil menyelesaikan sekolah, berhasil bekerja, berhasil membina rumah tangga dan terakhir berhasil menyeberangkan anak-anaknya untuk meniti kehidupan seperti yang sudah dilaluinya. 

Betapa banyak orang tua yang pola pikirnya seperti contoh orang tua tadi. Yang mewanti-wanti anak-anaknya agar bersungguh-sungguh dalam berusaha mempersiapkan masa depan. Masa depan yang dimaksud adalah masa depan kehidupan dunia. Aku teringat seorang teman orang Perancis beberapa puluh tahun yang lalu mengomentari betapa beruntungnya anak-anak yang sejak dini sudah dilatih mahir berbahasa Inggeris (dan bahasa Perancis). Hal ini akan memudahkannya nanti dalam perjuangan hidup di masa depan. Begitu kata teman tersebut. Sekali lagi, tentu yang dimaksud adalah untuk mencari kerja di waktunya nanti, akan lebih mudah bagi-anak-anak yang mampu berbahasa Inggeris.

Sangat jarang kita mendengar orang tua yang menasihati anak-anaknya untuk mempersiapkan masa depannya yang lebih jauh. Masa depan di akhirat sana. Seolah-olah, hal itu diserahkan saja langsung kepada yang bersangkutan. Atau diserahkan saja kepada para ustad. Padahal, apalah artinya kehidupan di dunia yang sangat terbatas ini. Seseorang boleh berjaya di dunia, tapi kalau dia tidak punya persiapan untuk akhirat, dia pasti akan rugi dan menderita nanti di sana. 

****                                      

Senin, 04 Januari 2016

Perayaan

Perayaan
 
Sejak dahulu kala manusia senang dengan perayaan dan keramaian. Senang dengan pesta pora. Keramaian itu bisa diadakan untuk memperingati sesuatu yang mereka anggap bertuah (misalnya memperingati hari lahir orang yang dimuliakan), atau untuk menyaksikan sesuatu yang luar biasa (kejadian langka yang mengagumkan atau pertandingan yang melibatkan para juara), atau untuk menghormati sesuatu yang dianggap sakral (hari-hari besar keagamaan). Keramaian dan pesta pora itu biasanya dilakukan pada hari-hari atau momen-momen tertentu dan menjadi sesuatu yang ditradisikan, untuk diulangi setiap tahun. Mereka menyebutnya berhari raya. Pada saat itu diadakan hal-hal yang semarak, yang penuh hura-hura. Bisa dengan membuat atraksi dan pertunjukkan, bisa dengan membuat ritual atau upacara tertentu. Sudah begitu sejak jaman purba dan bahkan berlanjut sampai sekarang.
 
Salah satu acara hura-hura yang heboh itu diadakan pada saat pergantian tahun baru Masehi, seperti yang baru saja kita saksikan. Beberapa tahun terakhir acara malam tahun baru ini semakin mendunia, merambah masuk ke lingkungan yang tidak terbayangkan sebelumnya. Kita terheran-heran menyaksikan bagaimana hebohnya acara tersebut di Dubai, di sebuah negara Arab yang seyogianya lebih kental keislamannya. Ada acara kembang api raksasa dipertunjukkan melalui bangunan tertinggi di dunia yang terdapat di kota itu. Kata mereka yang mengagumi, kembang api itu sangat menakjubkan.
 
Benarkah? Apanya yang menakjubkan? Apa makna detik pergantian tahun yang dihiasi dengan pesta kembang api? Jadi berubahkah detik-detik itu? Jadi lebih bertuahkah orang yang ikut hadir menyaksikannya? Nikmat apa yang diperoleh mereka yang hadir di pesta raya tersebut? Dan banyak pertanyaan-pertanyaan lain yang menggelitik bagi kita yang awam. Karena kita terheran-heran menyaksikan orang sanggup membiayai dengan mahal untuk hadir di sebuah pesta pergantian tahun. Di malam old and new. 
 
Di kampung-kampung tidak kalah hebohnya bunyi petasan dan kembang api. Bergelegar-gelegar, terutama di saat-saat jam menunjukkan angka 12 tengah malam. Ditambah pula dengan budaya meniup trompet. Entah budaya apa ini. Tidak banyak yang perduli, tapi banyak yang ikut-ikutan latah. 
 
Yang juga terdengar setiap tahun, adalah maraknya kemaksiatan di malam pergantian tahun tersebut. Kita baca berita bahwa di daerah Puncak sesudah malam tahun baru petugas kebersihan disibukkan dengan membersihkan arena tempat orang-orang melewatkan pesta. Dan petugas kebersihan menemukan kondom bekas dan celana dalam wanita berceceran. Naudzubillaah.... 
 
Jadi semakin faham kita bahwa acara seperti ini memang lebih banyak mudaratnya. Pesta pora dan hura-hura diteruskan dengan berbuat maksiat. Bolehkah kita, sebagai umat Islam ikut-ikutan dalam acara seperti ini? Kita salinkan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hari raya sebagai berikut;
 
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang ke Madinah, penduduk Madinah memiliki dua hari raya untuk bersenang-senang dan bermain-main di masa jahiliyah. Maka beliau berkata, “Aku datang kepada kalian dan kalian mempunyai dua hari raya di masa Jahiliyah yang kalian isi dengan bermain-main. Allah telah mengganti keduanya dengan yang lebih baik bagi kalian, yaitu hari raya Idul Fithri dan Idul Adha (hari Nahr)” (HR. An Nasai dan Ahmad ).
 
Perayaan di luar dua perayaan di atas adalah perayaan jahiliyah karena yang dimaksud ajaran jahiliyah adalah setiap ajaran yang menyelisihi ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Seyogianya setiap muslim mencukupkan dengan ajaran Islam yang ada, tidak perlu membuat perayaan baru selain itu. 
 
Wallahu a’lam
 
****