Selasa, 25 Oktober 2011

Kopi Luwak

Kopi Luwak 

Seorang teman bertanya, bagaimana hukumnya minum kopi luwak? Waduh, bagaimana aku menjawabnya? Yang dia maksud, sebagaimana diketahui umum, adalah mengkonsumsi atau meminum kopi yang sebelumnya sudah dimakan oleh musang alias luwak. Kopi berikut daging buahnya tentu saja, sedangkan bijinya tidak tercernakan oleh sang musang, karena keras. Nah, biji yang dikeluarkan sebagai ek-ek-nya luwak ini diproses menjadi bubuk kopi untuk diseduh menjadi kopi minuman yang konon enak luar biasa. 

Nah, pertanyaannya, bagaimana hukum mengkonsumsi sesuatu yang dikeluarkan sebagai kotoran atau najis binatang tersebut? Jawabannya, aku tidak tahu pasti. Konon para ulama berbagi pendapat pula. Ada yang mengharamkan ada yang membolehkan. Aku sendiri belum pernah mencoba meminum kopi luwak tersebut. Tidak tahu, apakah seandainya suatu hari disuguhi aku mau meminumnya atau tidak.

Untuk pembanding, meski jangan dikatakan aku pro, ada contoh lain. Ada orang yang mengatakan (aku juga belum pernah mencoba) bahwa durian yang di-ek-ek-kan gajah luar biasa enaknya. Bagaimana ceritanya? Kata hikayat ini, gajah kalau makan durian, ditelannya bulat-bulat dengan kulit-kulitnya. Tentu saja dipuntalnya dengan daun-daun dan rumput-rumputan. Maka durian utuh berkulit itu tidak berhasil dicernanya, lalu keluar kembali bersama kotoran sang gajah. Durian seperti ini yang dikatakan enak luar biasa. Aku sendiri karena belum pernah menemukannya, antara percaya dengan tidak tentang keberadaan durian ek-ek gajah ini. 

Contoh kedua adalah air di dalam perut unta. Cerita ini mungkin lebih bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya. Unta bisa minum sedemikian banyak, dan sebagian besar disimpan dalam kantong khusus dalam perutnya untuk digunakan seperlunya. Unta bisa bertahan di padang pasir tanpa minum selama berhari-hari, karena pada dasarnya dia mengkonsumsi air yang disimpan di kantong khusus tersebut sedikit demi sedikit. Cerita yang lebih dramatis, ada kalanya sebagian dari unta-unta itu disembelih dalam perjalanan karavan berhari-hari,  (bahkan sampai berbilang bulan), untuk dikonsumsi dagingnya, sementara air dalam kantong khusus di perut unta itu juga diminum dan rasanya tidak berubah alias tetap tawar sebagaimana rasa air. Begitu menurut cerita. Meskipun, air tersebut tidak yang dikeluarkan sebagai air seni unta.

Sedangkan air seni unta sendiri, menurut hikayat lagi, di jaman dulu digunakan sebagai shampoo untuk berkeramas.

Jadi, kesimpulannya? Ya, terpulang sajalah kepada kita masing-masing. Mau minum kopi luwak silahkan. Kalau merasa jijik, ya jangan ikut-ikutan minum. Hukumnya? Kan sudah kubilang di atas, aku tidak tahu.    

*****                       

Tidak ada komentar:

Posting Komentar