Jumat, 03 Mei 2013

Tuan Tadan

Tuan Tadan

Cara memanggil orang selalu saja berubah di nagari-nagari di Minangkabau. Kalau dulu kita memanggil etek atau mak tuo, sekarang orang memanggil tante. Kalau dulu kita memanggil mamak, sekarang semua sudah jadi om. Dunsanak laki-laki ibu (mamak) atau yang dari ayah (pak) semua dipukul rata jadi om.

Ada seorang kemenakan ayahku yang aku panggil tuan Tadan. Nama panggilannya memang Tadan. Aku tidak tahu nama aslinya. Lalu ada kemenakan beliau yang lain, tuan Kuman, yang nama aslinya Lukman. 'Tuan' adalah panggilan kepada kemenakan laki-laki ayah yang lebih tua dariku. Di rumah bako itu, yang lebih muda dariku juga memanggilku tuan. Kalau kemenakan perempuan ayah yang lebih tua aku panggil 'kak'. 

Di kampung kami, panggilan 'tuan' kepada laki-laki yang lebih tua atau 'kak' kepada perempuan yang lebih tua dilakukan oleh generasi ibuku secara utuh. Ibu memanggil kakak-kakak kandung beliau dengan tuan. Tuan Amir, tuan Udin. Kak Malah, kak Zara, kak Juriyah untuk kakak-kakak perempuan. 

Generasi kami adalah generasi peralihan. Masih ada beberapa dari mereka yang lebih tua itu kami panggil tuan. Ada tuan Lim, tuan Johan, tuan Ma'ruf. Yang lebih banyak sudah beralih menjadi uda. Uda Man, uda Wan, uda Jun dan sebagainya. Uda ini belum dipakai di generasi ibuku. Yang perempuan kami panggil uni. Uni Wati, uni Ida, uni Jus. Tidak ada lagi yang kami panggil kak. Uni juga belum digunakan oleh generasi ibuku.

Di dalam kampung tidak ada satu orangpun yang aku panggil tante. Semua dipanggil etek (kalau lebih muda dari ibuku), mak tuo atau mak ngah kalau lebih tua dari ibu. Begitu aturannya. Hampir semua laki-laki dewasa di kampung aku panggil 'mamak'. Mak Sutan, mak Imam, mak Malin.... Pengecualian kepada suami dari etek atau mak tuo sepersukuan, yang juga dipanggil pak etek, pak tuo. Kebalikannya, di kampung bako setiap laki-laki dewasa aku panggil 'pak'. Ada pak tuo, pak tangah, pak etek..... 

Generasi sekarang tidak ada lagi menggunakan panggilan etek, mak tuo, pak etek dan sebagainya tadi. Semua mereka pukul rata dengan om dan tante. Panggilan kepada kakak laki-laki lebih banyak sekarang menggunakan abang. Uni masih cukup terpakai. Yang agak nyeleneh sedikit, penyiar radio amatir di kota-kota Sumatera Barat terbiasa menggunakan panggilan 'mas' dan 'mbak'. Mungkin satu generasi lagi ke depan, mas dan mbak ini akan lebih terpakai pula.

Gejala merubah panggilan ini terjadi juga di lingkungan generasi ibuku. Banyak dari mak-tuo atau etek, begitupun pak etek dan pak tuo itu, ikut-ikutan memoderenkan panggilan untuk diri mereka. Tidak mau dipanggil cucunya nenek atau inyiak, tapi maunya dipanggil 'oma' dan 'opa', seperti orang Belanda.

Begitulah adanya.

*****

                                 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar