Senin, 07 Februari 2011

Fried Chiken

Ayam Goreng Fried Chiken

Mungkin kita sering melihat pedagang bergerobak yang dicat warna warni, berjualan ayam goreng bersalut tepung ala fried chicken di mall-mall. Penampilan ayam yang sudah digoreng itu (dan konon rasanya) boleh bersaing dengan yang fried chicken di mall. Itulah sebabnya si pedagang tidak mau kalah dan menjuluki dagangannya dengan fried chiken, (dengan kesalahan tulis yang entah disengaja entah tidak). KFC, CFC atau merek FC-FC lainnya  tentu saja tidak perlu memandang pedagang gerobak ini. Tidak dengan seperempat mata sekalipun. 

Untuk ukuran kecil 'kita' biasanya memang latah meniru. Ketika orang menyajikan ayam pop di sebuah RM Padang, yang ternyata laris, RMP lain tidak akan sungkan-sungkan menjiplak sajian ayam pop yang memang pula tidak pernah dipatenkan. Begitu juga dengan gulai kapau atau gulai kepala kakap. Yang satu mengawali, lalu berhasil, yang lain menyusul meniru. 
 
Tapi yang membuat saya agak terheran-heran, kenapa tidak ada yang berani menjiplak Fried Chicken - Fried Chicken itu dengan tenaga besar. Bukan sekedar si pedagang bergerobak bermerek fried chiken? Padahal, mereka sama mereka saja sudah mempertunjukkan persaingan bebas. Kentucky, California, Texas. Semua fried chicken. Semua dengan penampilan ayam goreng yang hampir sama. 

Ada yang mengatakan bahwa pedagang-pedagang Kentucky, California dan Texas itu bermodal besar. Mereka main besar. Menyewa tempat ukuran besar, jumlah karyawan juga besar. Dan kalau rugi, maka ruginya juga cukup besar sehingga pemain lokal tidak ada yang sanggup. Saya tidak yakin itu sebagai kunci penyebab. Yang lebih mungkin, menurut pengamatan saya adalah kekonsistenan rasa dan keefisienan pelayanan. Kata istri saya, kita makan ayam goreng Kentucky itu di Jakarta, atau di Bukit Tinggi atau di Singapura atau di mana saja, rasanya sama. Cara pelayanannya sama, kecuali mungkin panjang antriannya. Sementara ayam goreng Ny. Suharti atau ayam goreng mBok Berek, seringkali (ini saya setuju dan juga menemukannya) rasanya tidak standar. Sekali waktu enak banget, kata cucu saya. Kali lain, lho kok rasanya kayak gini, agak hambar...... 
 
Padahal, waktu melihat orang berbondong-bondong antri memesan KFC, terbayang bahwa usaha itu sebenarnya (seharusnya) bisa ditiru........
  

*****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar