Sabtu, 13 Oktober 2012

Berlibur Dan Menjejak Negeri-negeri (3)

Berlibur Dan Menjejak Negeri-negeri (3)

Dalam perjalanan menuju Sawahlunto aku sempat berkomunikasi dengan sanak Azmen Chaniago Datuak Patiah nan Paruik, seorang anggota mailing list RantauNet yang banyak berkiprah untuk memajukan nagari-nagari di Ranah Minang. Dia membantu membangun website nagari-nagari dan mengadakan pelatihan pengoperasiannya. Itu yang aku ketahui tentang dia dari komunikasi di mailing list. Aku belum pernah bertemu muka dengannya. Waktu itu dia sedang memberikan pelatihan di nagari Sumpur Kudus. Di nagari ini, di samping pelatihan website dia juga melatih pemeliharaan sapi simmental yang dimodali beberapa orang anggota mailing list RantauNet.  Pengelolaan sapi itu dilakukan dengan sistim bagi hasil antara pemilik (anggota RantauNet) dan pemelihara yang adalah warga setempat.

Aku adalah salah seorang pemilik dari sembilan ekor sapi yang dipelihara pada tahap permulaan ini (rencananya akan dikembangkan terus, sepuluh-sepuluh untuk setiap kelompok yang akan di pencar di berbagai jorong di kanagarian Sumpur Kudus; kelompok kedua sudah siap untuk mulai). Aku ingin menyaksikan cara perawatan sapi-sapi tersebut, pengaturan kandang dan kebersihannya, makanannya. Dan berangan-angan akan menerapkannya pula nanti di Ma'had Syech Ahmad Khatib di Koto Tuo Balai Gurah.

Ketika berkomunikasi dengan sanak Armen aku sampaikan keinginanku untuk berkunjung ke Sumpur Kudus itu. Dia sendiri kebetulan sedang berada di Paya Kumbuh dan akan kembali ke sana besok sore. Karena aku ingin kesana dia merubah rencana keberangkatannya jadi hari Senin pagi. Kami berjanji akan bertemu di sebuah kampung dekat Sumani hari Senin siang. 

Dari informasi sementara ada dua kemungkinan bagiku mencapai kampung Sumani. Yang pertama melalui Muaro Kalaban, berbelok ke kiri mengarah ke Sijunjung lalu berbelok lagi ke kiri di Padang Sibusuk melalui Tanjung Ampalu. Kemungkinan kedua, melalui Talawi, berbalik ke arah Batu Sangkar dan menuju Sitangkai. Menurut keterangan sanak Armen, jalan melalui Talawi lebih baik. Tapi hal ini dibantah suami kakak ipar di Sawahlunto. Jalan melalui Muaro Kalaban via Tanjung Ampalu bahkan baru saja diperbaiki dan dipakai untuk Tour d'Singkarak.

Kami berangkat dari Sawahlunto sudah lewat jam sebelas. Melalui Muaro Kalaban dan Tanjung Ampalu. Jalan ini pernah aku tempuh dulu di tahun 1978, untuk pergi ke Sijunjung. Ada simpang tiga di kampung ini. Ke kanan ke Sijunjung dan ke kiri  menuju Sumani, jalan yang belum aku kenal. Setelah menempuh jalan itu beberapa kilometer dan tidak kunjung mencapai sasaran, kami jadi agak ragu-ragu. Tidak ada petunjuk bahwa kami mendekati kampung Sumani. Kami bertanya beberapa kali untuk memastikan bahwa kami tidak salah arah. Aku menelpon Armen yang ternyata masih dalam perjalanan antara Paya Kumbuh dan Sitangkai. Kami berjanji lagi untuk bertemu di Sitangkai. Kampung ini adalah simpang tiga ke  Paya Kumbuh, Batu Sangkar dan  Sijunjung.  Ternyata kami lebih dahulu sampai dari sanak Armen. Kami menunggu tepat di simpang tiga Sitangkai.

Terpaut sekitar lima menit, sanak Armen sampai pula. Rupanya dia naik ojek dari Lintau. Entah berapa jauh jaraknya dari situ. Kami bersalam-salaman. Armen menawarkan diri untuk menyetir menuju Sumpur Kudus, karena jalan ke sana kecil, mendaki dan menurun,  berliku-liku di pinggir jurang. Aku justru ingin menyetir sendiri melalui jalan seperti yang dia sebutkan. Jadi kemudi tetap di tanganku. 

Kami berputar menuju ke arah Tanjung Ampalu lagi. Kira-kira dua kilometer ada simpang ke kiri. Itulah gerbang menuju Sumpur Kudus. Jalan itu memang lebih kecil tapi diaspal licin. Sumani yang tadi kami cari-cari ternyata terletak lebih kurang tiga kilometer ke dalam di jalan yang kami tempuh saat ini. Sumani adalah kota kecamatan. Kami melanjutkan perjalanan. Betul sekali bahwa jalan itu sempit dan berliku-liku. Kendaraan mobil tidak banyak, tapi sepeda motor harus benar-benar diwaspadai. Pengendara motor cenderung untuk memacu motornya di jalan yang sepi itu. 

Jalan yang akan di tempuh sejak dari simpang jalan Sitangkai - Tanjung Ampalu tadi sekitar 30 kilometer. Lebih separuhnya merupakan pesawangan di dalam hutan rimba. Sumpur Kudus merupakan sebuah nagari yang terisolir dari kampung-kampung lain. Perjalanan ini merupakan pengalaman yang cukup menarik bagiku yang baru sekali ini menjejak negeri ini.

Setelah melalui pesawangan yang berliku dan naik turun, setelah sempat pula beristirahat sebentar di puncak pendakian mengamati pemandangan seribu gunung, akhirnya kami sampai di nagari Sumpur Kudus, nagari Rajo Ibadat Ranah Minangkabau. Kami shalat zuhur di mesjid besar di kampung itu. Di belakang mesjid ada pusara Rajo Ibadat.

Masih kami lanjutkan perjalanan ke Calau, sekitar tiga kilometer lagi dari Sumpur Kudus. Mengunjungi kandang bantiang, acara pokok kunjungan ini. Beramah tamah dengan sekretaris nagari yang juga ikut berpartisipasi dalam menyemangati masyarakat dalam usaha memelihara sapi ini. Sayang kami tidak berjumpa dengan nyiak wali nagari karena beliau sedang pergi rapat.

Untuk perjalanan pulang ke Bukit Tinggi, tadinya kami berencana akan melalui Lintau, melalui bukit Pato yang konon sangat indah pemandangannya. Acara itu terpaksa dibatalkan karena waktu kami sampai kembali di Sitangkai hari sudah menjelang maghrib. Kami bergegas menuju Batu Sangkar melalui Padang Gantiang.

Rupanya masih banyak tempat yang belum aku kunjungi di Ranah Minangkabau. Dan inilah kesempatan mengunjunginya sedikit-sedikit.

*****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar