Senin, 03 Februari 2020

Salero Nan Tau Raso

Salero Nan Tau Raso 

Di atas pintu keluar sebuah rumah makan di Bukit Tinggi terpampang tulisan seperti judul ini. Salero nan tau raso... Selera yang tahu rasa, sebegitu sederhana terjemahan ke bahasa Indonesianya. Artinya lebih kurang, rumah makan itu menjamin terpuaskannya rasa enak yang diinginkan selera pengunjung.  

Ketika kita pergi makan ke rumah makan, untuk mengganti selera dari masakan sehari-hari, kita menginginkan sesuatu yang istimewa. Rasa yang berbeda, yang lebih enak dari yang biasa kita jumpai di rumah. Namun sayang sekali, pengalamanku di beberapa rumah makan akhir-akhir ini sering sangat mengecewakan.  Baik di rumah makan Padang ataupun rumah makan bukan Padang, rasa enak masakan itu sering hilang alias tidak ditemukan. 

Aku pencinta makan enak dan sangat sensitif dengan rasa makanan. Masuk ke rumah makan Padang di Jakarta - Bekasi (beberapa, yang punya nama besar seperti Sederhana, Pagi Sore), aku ambil gulai ayam misalnya. Seringkali aku menemukan rasanya tidak seperti gulai ayam yang aku kenal. Ayam pop tidak seperti ayam pop yang aku tahu benar rasanya. Begitu juga dengan lauk lainnya. Entah kenapa demikian.  Kami mampir (yang terakhir beberapa bulan yang lalu) di sate Mak Sy di Padang Panjang. Rasa sate dan kuahnya benar-benar sudah menyimpang sangat jauh. 

Bukan hanya masakan Padang. Dalam waktu belum terlalu lama kami pergi ke rumah makan Sunda di Bekasi dan di Bogor. Rumah makan besar dengan sawung-sawung di pinggir kolam ikan. Yang pertama di malam minggu. Kesan pertama, tempat makan itu tidak ramai pengunjungnya. Yang kedua di hari Minggu siang, agak banyak pengunjungnya yang sepertinya orang-orang seperti kami yang singgah di perjalanan. Dulu, aku kenal dengan masakan Sunda seperti Lembur Kuring. Makan di Lembur Kurang itu dulu cukup menyelera, dengan gurami goreng, gurami bakar, ayam goreng, sayur asam dan karedoknya.  Tapi dua pengalaman terakhir sungguh sangat mengecewakan. Ikan gurami gorengnya hambar. Tidak terasa garam dan asam sama sekali. Gurami bakar hanya terasa tambahan rasa kecap yang juga tawar. Bahkan sayur asamnya tidak jelas rasanya. 

Pengalaman lain adalah di rumah makan ayam goreng Nyonya S. Dulu enak dan gurih benar rasanya. Beberapa waktu yang lalu kami mampir di rumah makan ini di Jogya dan menemukan rasanya juga sudah jauh tergelincir. Tahun 90an ketika aku ada tugas kantor di Jogya, aku bahkan membawa ayam gorengnya pulang ke Balikpapan untuk anak-anak karena mereka juga sangat menyukainya.

Entah kenapa rasa di banyak rumah makan sekarang sudah tidak lagi menyelera padahal harganya relatif mahal.

***(                

Sabtu, 01 Februari 2020

Mati Gaya

Mati Gaya   

Aku ikut (dalam lebih banyak hal diikutkan) di grup WA. Grup WA apa saja, seperti grup orang sekampung, orang sekomplek, sesama jamaah mesjid, sesama organisasi sosial, sesama karyawan di perusahaan, alumni-alumni sejak dari SMP sampai ITB. Di hampir semua grup itu aku hanyalah peserta pasif. Kenapa? Karena aku mati gaya. 

Di umumnya grup itu yang disampaikan anggota adalah hal-hal yang aku tidak tertarik menanggapi atau ikut nimbrung. Ada grup yang anggotanya tak habis-habisnya bernostalgia tentang kehidupan dan pergaulan masa lalu yang sudah ditinggalkan puluhan tahun yang lalu. Ada yang begitu tekunnya menyampaikan ucapan selamat. Segala macam ucapan selamat, mulai dari selamat ulang tahun (yang sekali setahun), sampai selamat pagi atau bahkan selamat mengerjakan shalat tahajud setiap hari. Dan ada pula yang menyampaikan ucapan selamat  hari raya untuk setiap agama.

Aku biasanya ikut menyampaikan ikut berduka cita ketika ada anggota grup atau anggota keluarganya yang meninggal dunia. Ucapan dukacita ini, siapapun yang meninggal, apapun agamanya, biasanya disertai doa agar yang meninggal ditempatkan di tempat yang mulia di sisi Tuhan. Dan yang menyampaikan ucapan dukacita serta doa itu bisa siapa saja pula. 

Ada pula yang saling mengirim taushiyah atau kuliah tentang agama. Yang ini biasanya aku suka juga membacanya. Umumnya postingannya adalah dari tulisan kiyai atau ustadz tertentu. Hanya saja kadang-kadang ada juga yang mengirim hadits-hadits palsu yang bahkan salah waktu. Misalnya ada yang mengatakan sebagai berikut; terhitung jam dua belas malam nanti sudah masuk bulan Rajab. Rasulullah bersabda, barang siapa yang menyampaikan berita tentang masuknya bulan Rajab ini niscaya akan terbebas dari api neraka. Cerita seperti ini diposting mungkin saking inginnya ikut berpartisipasi di grup.

Yang paling tidak aku sukai adalah grup yang sering memuat cerita atau bahkan video porno. Di grup seperti ini aku pernah memberi peringatan untuk tidak berbagi hal-hal yang tidak pantas. Biasanya mereka berhenti sebentar tapi tidak berapa lama kemudian kumat lagi. Akhirnya aku keluar dari grup. 

Karena ikut jadi anggota berbagai grup ini  hp ku biasa menerima ratusan pesan WA setiap harinya. Dan sayangnya sebagian besar adalah tentang hal-hal yang aku tidak tertarik untuk ikut membalasnya.  

****