Sabtu, 06 Maret 2010

Maut Sungguh Sangat Dekat

Maut Sungguh Sangat Dekat

Ketika kami memotong hewan kurban di hari raya Aidil Adha, seorang teman berkomentar begini; ‘Alangkah bodohnya kambing-kambing ini. Sudah dilihatnya kawan-kawannya mati disembelih, dia tidak gentar sedikitpun, malahan masih asyik saja makan dan bahkan bercumbu dengan kambing jantan lainnya.’ Yang dikatakan teman itu, dilihat dari mata awam memang sangat benar. Kambing-kambing yang sedang menunggu giliran untuk dipotong itu tidak sedikitpun menghiraukan kematian yang beberapa saat lagi akan ditemuinya.

Kalau dilihat dengan mata yang sedikit sensitif, sebenarnya kita tidak ada bedanya dengan kambing hewan kurban itu. Maut itu sungguh sangat dekat dengan kita.

Seminggu yang lalu, hari Ahad subuh, ketika sedang menyimak taklim mingguan, saya dikejutkan oleh berita yang diterima ibu-ibu jamaah melalui sms bahwa bapak Pr saat itu sedang dalam keadaan koma dan sudah di rumah sakit. Bapak Pr masih berjamaah bersama kami shalat maghrib dan isya. Beliau tinggal di masjid sesudah shalat maghrib, menunggu masuk waktu isya. Sesudah shalat isya, sempat mampir dulu untuk berbincang-bincang dengan dua tetangga yang juga jamaah masjid. Tengah malam beliau mendapat serangan, kata dokter stroke, dan langsung dilarikan ke rumah sakit. Sampai hari ini beliau masih koma. Tiga hari yang lalu istri beliau menelpon saya sebelum berangkat ke masjid di waktu subuh, memohon agar jamaah mendoakan pak Pr. Ada sedikit perobahan pada kondisinya, beliau sudah bisa membuka mata untuk beberapa saat. Subuh tadi, sebelum ustad menyampaikan taklim, kami sekali lagi berdoa untuk pak Pr.

Sedang kami mendengarkan ceramah, seorang anak muda jamaah masjid datang menghampiri saya. Dia baru saja dari arah luar. ‘Ada berita duka, pak. Bapak Ri meninggal dunia jam 4.30 subuh ini,’ katanya. Inna lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun.

Bapak Ri segar bugar sampai kemarin siang. Ada seorang jamaah lain menyaksikan beliau menyetir mobil kemarin siang. Rupanya beliau sakit perut. Tengah malam dibawa ke rumah sakit dengan taksi. Hanya beberapa jam di rumah sakit, datanglah malaikat maut. Pak Ri sudah tidak ada.

Betapa dekatnya maut. Betapa tidak bisa ditebaknya kedatangan malaikat maut. Yang pasti, semua kita sudah memegang karcis masing-masing, siap berangkat. Giliran kita mungkin nanti, mungkin besok, mungkin lusa. Giliran itu sudah sangat pasti akan datang. Tapi seperti kambing yang ketika menunggu giliran akan dipotong masih sibuk dengan kesenangan perut dan nafsu, agak-agaknya seperti itu pulalah kebanyakan manusia. Lupa bahwa dia sudah ditunggu malaikat maut.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar