Jumat, 05 Oktober 2012

Berlibur Dan Menjejak Negeri-negeri (1)

Berlibur Dan Menjejak Negeri-negeri (1)

Aku bukannya haus benar akan liburan. Tapi memang terasa sedikit kerinduan untuk pulang ke kampung akhir-akhir ini. Dalam nuansa yang sedikit berbeda. Kali ini  hanya aku dan istri saja, tanpa disertai anak-anak dan cucu-cucu. Karena mereka punya kesibukan masing-masing. Bayangannya mula-mula mau bersantai-santai saja di Bukit Tinggi. Kalaupun pergi, ya di sekitar Bukit Tinggi itu saja. Katakanlah sejauh Paya Kumbuh. Sejauh Batu Sangkar. Sejauh Maninjau. Begitu rencana awal.

Ada satu acara yang memang agak diniatkan. Pergi memancing di sungai. Di sungai mana saja. Entah di Batang Agam di Padang Tarok. Atau di Batang Sinamar di dekat Suliki. Atau di aliran Batang Ombilin. Ini angan-angan lama. Dan bertambah menjadi-jadi setelah pada kesempatan ke Pakan Baru bulan Juni yang lalu salah seorang ipar berjanji akan menemani acara pergi memancing itu. Tapi apa boleh buat. Cita-cita ini tidak kesampaian. Alasan utamanya, karena sang ipar sedang melanglang buana ke negeri Jiran.

Hari Jumat siang tanggal 21 September kami berangkat menuju Padang. Hari elok, cuaca cerah. Lebih sedikit dari jam lima sore kami sampai di bandara Minangkabau di Padang. Perlu sekitar setengah jam sampai bagasi kami lengkap terkumpul. Kami segera keluar. Di sana sudah menunggu dunsanak Okki, pemilik mobil sewa yang sudah dihubungi sebelumnya. Mobil sewaan itu diserahterimakan secara kilat, karena kami sudah saling kenal. Aku sudah pernah menyewa mobilnya sebelum ini. Tidak ada surat menyurat. Benar-benar sebuah transaksi sewa menyewa berdasarkan saling percaya. 

Kami langsung menuju Bukit Tinggi.

Hari Sabtu pagi mampir ke tempat adik ipar di Garegeh. Yang ini bukan ipar yang berjanji menemani pergi memancing. Dia mengajak pergi meraun ke kampung istrinya di Painan. Dia sendiri akan berangkat ke sana hari Sabtu sore itu. Kami tertarik. Belum pernah aku mengunjungi negeri itu. Tapi tidak untuk berangkat sore itu juga, karena ada keperluan rapat di kampung. Akhirnya kami rencanakan berangkat keesokan harinya.

Kakak istriku yang tinggal di Sawahlunto ingin pula ikut dan minta dijemput. Hari Minggu pagi-pagi sekali kami berangkat dari Bukit Tinggi. Ditemani anak dari adik yang tinggal di Garegeh itu. Sekaligus dia akan jadi sopir cadangan, kalau-kalau aku tidak kuat lagi menyetir. Bukit Tinggi - Sawahlunto melalui Batu Sangkar. Jalan bagus meski agak sempit. Dan kendaraan hampir tidak ada. Kami dapat berjalan dengan mulus. Rencananya mau sarapan di sebarang lepau di mana saja. Sambil terus melaju kami amati kalau-kalau ada warung kopi yang baik sejak dari Baso. Sampai di Batu Sangkar, tidak ada yang terlihat. Akhirnya di Talawi, beberapa belas kilometer sebelum Sawahlunto kami menemukan lepau ketupat sayur. 

Setelah sarapan kami teruskan perjalanan ke Sawahlunto. Pasangan suami istri di sini sudah siap. Ada sedikit kekhawatiran sebenarnya. Sang suami baru saja menjalani operasi sepekan yang lalu. Aku menanyakan apakah dia benar-benar merasa sehat untuk pergi meraun? Tapi dia sangat yakin tidak akan apa-apa. 

Kami segera berangkat, dengan bismillah. Sawahlunto - Solok. Lalu Solok - Padang melalui Sitinjau Lauik. Di bagian pendakian Sitinjau Lauik itu, jalan sedang diperbaiki. Sedang di cor dengan semen tebal. Untuk itu separo jalan harus ditutup. Kendaraan yang melintas harus bergantian, yang naik dan yang turun. Baik rombongan naik maupun rombongan turun bisa berkilometer panjangnya. Alhamdulillah, ketika kami akan melintas, persis sedang giliran terbuka, sehingga tidak perlu stand by menunggu.

Setelah melalui jalan berkelok-kelok Sitinjau Lauik kami sampai di Indarung dan langsung berbelok ke arah selatan melalui Teluk Bayur. Anak-anak dari pasangan sawahlunto ini, dua pasang suami istri, sedang berada di Padang, akan bergabung. Kami sepakat untuk bertemu di rumah makan di Bungus. 

Rumah makan dengan gulai kepala ikan di Bungus ini sudah lama aku dengan ceritanya tapi belum pernah mencobanya. Tapi yang mana? Di sini berjejer banyak lepau atau rumah makan. Kami merapat ke sebuah yang ramai pengunjungnya. Mengambil tempat di palanta untuk duduk bersila. Hidangan pun segera datang, termasuk satu piring kepala ikan yang masih panas, baru diangkat dari kuali. Semua segera menyibukkan diri dengan makan.

Sayang rasa gulai kepala ikan itu biasa-biasa saja. Tapi karena sedang lapar-laparnya, lumayan jugalah. Sehabis makan kami berpindah ke mesjid untuk shalat zhuhur. Sekitar jam setengah dua siang perjalanan dilanjutkan menuju Painan.

***** 

               

Tidak ada komentar:

Posting Komentar