Kamis, 20 September 2012

Gaptek (lagi)

Gaptek

Sekali lagi tentang gaptek. Tentang gagap (dengan) teknologi. Bagaimana tidak. Kemamuan otakku menyesuaikan diri dengan kemajuan teknologi menggunakan rumus deret hitung. Maju sekadarnya saja. Sementara kemajuan teknologi saat ini punya kecepatan dengan kurva deret ukur. Pesat sekali. Teknologi berpacu dengan sangat kencang, menghasilkan produk-produk canggih bahkan semakin canggih. Dari sehari ke sehari, seminggu ke seminggu, sebulan ke sebulan. 

Kita lihat lagi perangkat telepon genggam sebagai contoh. Aku menyadari kehadirannya kira-kira 20 tahun yang lalu. Ketika itu modelnya masih sangat sederhana. Tapi kita, aku terutama, terheran-heran melihatnya. Sebuah alat komunikasi yang bisa dibawa kemana saja dan digunakan di mana saja. Hanya orang-orang tertentu yang menggunakan HP ketika itu. Karena alat maupun pulsanya mahal.

Bertahun-tahun kemudian dihitung sejak kemunculannya, aku baru ikut-ikutan punya HP. Bagiku kegunaannya hanya untuk keadaan darurat saja, misalnya jika aku mendapat masalah di jalan lalu harus memberi tahu ke rumah. Dan untuk mengirim sms seperlunya pula. Anak-anak dan istriku sudah lebih dahulu dariku jadi pengguna telepon genggam.

Teknologi HP maju dengan cepat. Dalam perkembangannya itu, muncul variasi yang pakai kamera. Anak bungsuku yang mula-mula memakainya di keluarga kami. Katanya banyak manfaatnya. Tapi menurutku hal itu hanya pintarnya orang berdagang saja. Kalau ingin mengambil foto tetap yang diperlukan adalah sebuah kamera. Jadi aku tetap pengguna setia HP murahan, untuk  keperluan darurat dan mengirim sms ala kadarnya. Sampai suatu hari, tiga tahun yang lalu si Tengah memberi hadiah HP berkamera. Tentu tidak mungkin ditolak.

Awalnya aku menggunakan HP baru itu seperti biasa, seperlunya saja. Tapi akhirnya, meski gaptek, berhasil juga mengutak-atik sedikit. Bisa mengambil foto, membuka email, melihat Facebook dan sebagainya. Meski tetap sekedar saja. Kalau untuk keperluan yang lebih serius aku tetap memilih computer di rumah.

Sementara itu  istri dan anak-anakku sudah pindah jadi pengguna BB, sesuatu yang menurut pendapatku terlalu berlebih-lebihan, berbiaya mahal dan tidak perlu. Pintarnya para inovatornya, setiap edisi baru perangkat HP yang mana saja muncul dengan kelebihan ekstra yang semakin canggih dari yang sebelumnya. Semua produser berpacu-pacu atas mengatasi. Penggunaan HP berubah drastis pula menjadi seperti komputer tangan. Dapat digunakan mengambil data, mengolah data, mengirim data dan sebagainya. Aku menyaksikan semua itu. Tapi tetap belum terlalu tergugah. Tetap fanatik dengan HP sederhana sementara urusan komunikasi data yang biasanya menggunakan komputer (PC) diteruskan dengan menggunakan perangkat yang sama. Aku tidak pernah berada pada posisi harus mengirim email ketika berada dalam perjalanan. Jadi tidak merasa terganggu dengan kesederhanaanku.

Suatu ketika aku meyaksikan seorang kemenakan menggunakan smartphone (Iphone). Dia mendemonstrasikan penggunaan alat kecil itu untuk menyimak dan mebaca al Quran, disamping mengoleksi isi kitab-kitab hadits yang tebal (shahih Bukhari dan Muslim dan sebagainya). Aku mulai tertarik dengan pertunjukannya itu. Dari hasil diskusi dengannya, aku setuju membeli Ipad (atas sarannya). Dan aku beli dua bulan yang lalu. Bisa diisi al Quran dan lain-lainnya itu. Untuk menggunakannya secara lancar ternyata tetap tidak mudah. Tetap saja gaptek. Yang lebih lincah menggunakannya justru cucu-cucuku. Rafi dan Rasyid yang memang sudah lebih besar, sudah lebih enam tahun, jauh lebih menguasai penggunaannya untuk games. Adiknya Rayyan yang baru dua tahun tidak kalah gesit.  Jadi Ipad ini sementara lebih banyak digunakan cucu-cucu saja. Tulisan ini bagian awal aku ketik di Ipad. Sampai akhirnya mentok, dan tidak tahu bagaimana menggesernya. Terpaksa dikirim ke laptop dengan email lalu diteruskan disini.

Begitulah cerita gaptek......

******                                      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar