Jumat, 30 Desember 2011

Jangan Ikuti Langkah-langkah Setan.....

Jangan Ikuti Langkah-langkah Setan..... 

Ini adalah inti khutbah khatib Jum'at kemarin. Mengingatkan jamaah agar berusaha maksimal untuk tidak mengikuti langkah-langkah setan. Karena dia (setan itu) adalah musuh yang nyata bagi kalian. 

Allah mengulang-ulang peringatan itu empat kali dalam konteks yang sedikit berbeda di dalam ayat-ayat al Quran. Seperti di dalam surah al Baqarah ayat 168, yang artinya:  'Wahai sekalian manusia! Makanlah yang halal dan baik dari apa yang terdapat di bumi. Dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah syaitan, karena sesungguhnya dia adalah musuh yang nyata bagimu.' Peringatan ini ditujukan kepada manusia. Agar mereka memakan apa-apa yang dihasilkan bumi ini, yang halal dan baik. Allah menetapkan apa-apa yang tidak halal alias haram untuk dikonsumsi seperti dijelaskan Allah di dalam surah al Maidah ayat 3. Selain dari yang ditetapkan Allah tersebut silahkan dikonsumsi namun diingatkan agar hanya memakan yang baik. Yang bersih. Yang sehat. Yang tidak akan menimbulkan penyakit. 

Sementara setan menyuruh manusia agar melanggar ketetapan Allah tersebut. Setan berbisik ke dalam hati manusia agar manusia ingkar kepada perintah Allah. Dan Allah ingatkan, jangan diikuti bujuk rayu setan tersebut. Jangan diikuti petunjuk, langkah, arahan dari setan tersebut. Dimulai dengan makanan yang dimakan. Ketika manusia sudah tidak lagi memperhatikan halal - haram makanan yang dimasukkannya ke dalam perutnya, maka bergembiralah setan. Maka semakin mudah bagi setan untuk menggiring manusia-manusia seperti ini ke arah yang semakin jauh dari yang diridhai Allah.

Lalu Allah berfirman di dalam surah al An'am ayat 142. 'Dan di antara binatang ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada yang untuk disembelih. Makanlah dari rezeki yang diberikan Allah kepadamu. Dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah syaitan, karena sesungguhnya dia adalah musuh yang nyata bagimu.' 

Dalam hal makanan, Allah telah menetapkan bahwa daging binatang ternak itu adalah rezeki dari Allah untuk dikonsumsi. Maka jangan pulalah kita terbalik, mengharamkan apa-apa yang telah dihalalkan Allah. Tanpa alasan, kita memproklamirkan diri kita sebagai seorang vegetarian yang mengharamkan daging binatang ternak. Tindakan seperti ini juga merupakan tipu daya setan yang sangat nyata.   

Pada ayat yang lain Allah memperingatkan orang-orang yang beriman agar masuk ke dalam Islam secara keseluruhan. Secara kaaffah. Sebagaimana firman Allah masih dalam surah al Baqarah ayat 208, yang artinya: 'Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah kalian ke dalam Islam secara keseluruhan. Dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah syaitan, karena sesungguhnya dia adalah musuh yang nyata bagimu.' 

Kalau kalian beriman kepada Allah, maka masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan. Patuhi ketentuan-ketentuan Islam. Apa-apa yang diperintahkan Allah untuk dikerjakan, maka kerjakanlah. Apa-apa yang dilarang Allah maka jauhilah. Jangan setengah-setengah. Jangan mencampur-adukkan keimanan dengan kekufuran. Karena yang seperti itu adalah yang dinginkan oleh setan. Patuhi sebagian tapi ingkari yang lain. Hindarkan sebagian dari larangan Allah tapi abaikan yang lain. Seperti itu yang dibisik-bisikkan setan ke dalam hati manusia yang beriman.   

Di surah An Nur ayat 21 Allah kembali mengulangi: 'Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kalian mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan mungkar.' 

Setan itu penipu. Kalian akan ditipunya agar kalian tersesat. Kalian akan digiringnya  untuk senantiasa berbuat dosa. Mengerjakan pekerjaan yang keji dan mungkar. Melanggar perintah Allah dan menjauhkan kalian dari petunjuk serta keridhaan Allah. Menghindarlah dari rayuan setan tersebut. Dengan berpegang teguh kepada ajaran Allah. Mematuhi perintah Allah yang dijelaskan-Nya di dalam al Quran serta yang diwasiatkan oleh rasul-Nya, Muhammad SAW.

*****                                          

Di Penghujung Tahun

Di Penghujung Tahun 

Kita sudah berada di penghujung tahun 2011 Masehi, sesudah beberapa pekan yang lalu melompati tahun 1432  masuk ke tahun 1433 Hijriyah. Dalam bilangan jam, dari sekarang ini, maka tahun 2011 akan kita tinggalkan. Dia akan menjadi masa lalu. Menjadi 'sesuatu' yang tertinggal dan seperti tahun-tahun sebelumnya akan semakin menjauh dari kita. Selalu saja begitu. Akan selalu saja begitu. Demi masa...... Demi waktu.... Yang selalu mengalir pasti ke hilir. Mengalir ke muara. Muara mana? Muara mana lagi kalau bukan muara kesudahan. Muara akhir. Ya, muara akhirat. Yang akhirat itu jauh lebih bermakna dari awal. Dari kehidupan fana di dunia ini. Seandainya kita mau memperhatikan.

Jatah waktu kita di dunia ini benar-benar sangat terbatas dan sedikit. Meski kita rajin menghitung-hitungnya dalam acara ulang tahun. Yang ke sekian, yang ke sekian,  lalu yang ke sekian plus. Dan ke sekian plus plus. Seberapa meriah pun tepuk tangan untuk setiap kurun yang ditandai itu, maknanya selalu sama. Waktu kita yang tersisa semakin sedikit. Sebuah keniscayaan yang tidak mungkin dipungkiri oleh siapa jua. Dan kita juga menyaksikan, si fulan yang dulu kita tepuktangani marka waktunya, sekarang sudah tiada lagi. Sudah berpulang. Entahlah kalau beliau itu berpulang ke rahmatullah. Karena ada juga anak manusia yang berpulang ke kemarahan Allah. Ke kemurkaan Allah.

Marka waktu, seperti di penghujungnya saat ini, seyogianya bisa kita jadikan untuk sedikit mengevaluasi diri. Menghitung-hitung, sudah sampai di mana persiapan kita menghadapi saat-saat akhir itu. Seandainya belum memadai, mudah-mudahan masih ada sisa waktu untuk menukuk-menambahnya. Untuk memperbaiki sedikit demi sedikit kekeliruan di hari-hari kemarin. Mudah-mudahan jangan sampai terjadi, kita ikut hanyut saja dalam aliran waktu, tahu-tahu pluit untuk kita dibunyikan. Lalu kita terperangkap dalam kekosongan bekal. Betapa akan ruginya kita.

Tahun 2011 sudah sampai di ujungnya. Tahun 2012 segera menjelang. Dia akan mengikuti irama pendahulunya. Mengalir dengan irama pasti dan teratur menuju ke ujungnya pula. Sementara kita? Tidak ada jaminan bahwa kita akan melaluinya sampai ke akhirnya. Tidak ada pengetahuan kita, apakah kita akan sama-sama ikut hanyut dalam rentangan tahun 2012 seutuhnya. Kita bisa saja dihentikan  setiap saat dalam kurunnya yang singkat. Allah saja yang tahu tentang kemungkinan itu. Mudah-mudahan belum terlambat bagi kita untuk berbuat. Berbuat untuk mendapatkan akhir yang lebih baik dari (kehidupan) sekarang. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahi kita dengan rahmat dan kurnia-Nya serta senantiasa membimbing kita  ke jalan yang diridhai-Nya. Aamiin..... 

*****                                        

Sabtu, 24 Desember 2011

Mujur Sepanjang Hari - Malang Sekejap Mata

Mujur Sepanjang Hari - Malang Sekejap Mata 

Begitu kata pepatah. Begitu petuah nenek dahulu di kampung. Dan aku mengalami sebuah kejadian seperti itu tadi malam.

Bermula dari rasa 'anyang-anyangan', rasa seperti mau buang air kecil tapi tidak lancar. Seolah-olah ada yang menyumbat di saluran air seni. Dan ada rasa yang tidak nyaman di bawah 'ari-ari'. Akibatnya aku tidak bisa tidur, padahal biasanya, begitu kepala diletakkan di bantal, dalam bilangan menit yang pendek sudah langsung terlena. Tapi tidak tadi malam. Rasa anyang-anyangan dan rasa nyeri itu benar-benar mengganggu dan aku tidak bisa tidur. Hampir tengah malam aku minta diambilkan air minum kepada istri. Berharap dengan minum, akan segera buang air kecil dan mudah-mudahan bisa mendorong sesuatu yang seperti menyumbat di saluran air seni itu.

Tapi yang terjadi, aku jadi mual dan berakhir dengan muntah-muntah. Semua makanan yang disantap tadi keluar lagi. Sesudah muntah, istriku membalur punggungku dengan balsem. Terasa agak enak di badan dan aku berusaha untuk tidur. Dan istriku juga segera tertidur.

Tidak lama kemudian, rasanya aku ingin muntah lagi. Lalu bangkit berdiri untuk berjalan ke kamar mandi. Yang aku ingat, aku sudah berdiri di sisi tempat tidur tapi setelah itu blank, aku tidak ingat apa-apa. Tahu-tahu aku sudah terkapar di lantai di unjuran tempat tidur dan istriku setengah berteriak menanyakan apa yang terjadi. Aku tersadar dan merasa seolah-olah aku terjatuh dari tempat tidur. Posisiku tertelungkup. Istriku membantuku bangun sambil tidak berhenti-henti bertanya apa yang terjadi. Aku meraba kepala yang ternyata basah oleh darah. Istriku menyalakan lampu dan memeriksa luka di kepalaku itu. Masya Allah, katanya. Luka ini sangat besar. Kita harus segera ke rumah sakit, katanya menambahkan. 

Kami hanya berdua saja di rumah. Tidak ada pembantu. Istriku bergerak cepat mengganti baju, memakaikan baju untukku sambil menyuruh agar aku memegang terus kapas yang diletakkannya di kepalaku. Ke garasi mengeluarkan mobil, menutup pintu garasi, sementara aku duduk menunggu. Akhirnya kami pergi ke klinik bersalin adikku yang tidak terlalu jauh dari rumah. Karena jika dibawa ke rumah sakit, kami khawatir tidak akan segera dapat pertolongan.

Adikku yang dibangunkan jam satu malam tentu sangat terkejut. Ringkas cerita, dia bersama perawat-perawat di kliniknya bekerja keras menjahit luka di kepala itu. Empat belas jahitan. Alhamdulillah, anyang-anyang pelan-pelan hilang. Tinggal sedikit rasa nyeri di bekas jahitan di kepala. Itulah yang terjadi tadi malam. Malang sekejap mata......

*****                                           

Jumat, 23 Desember 2011

Menjadi Orang Pertengahan

Menjadi Orang Pertengahan

Anak bungsuku sedang giat-giatnya membentuk jatidirinya sendiri. Dia mencoba berusaha sendiri, berbuat sesuatu, yang kalau boleh melibatkan dan membawa kebajikan kepada orang banyak. Dia sedang merintis sebuah usaha. Dan dia terlihat bersungguh-sungguh untuk itu. Sebuah pekerjaan yang mungkin tidak mudah, lebih-lebih di tengah-tengah kecenderungan kebanyakan orang untuk meraih untung besar yang kalau bisa dalam waktu singkat. 

Aku cukup mengawasi saja dari kejauhan. Jarang aku berkomentar, menasihati ataupun mengeritik. Aku cukup percaya bahwa dia tahu apa yang diinginkannya dan tahu bagaimana mencapainya. Dan berharap bahwa dia akan menjaga dirinya untuk tetap jadi 'orang pertengahan' saja.

Aku sendiri tidak mempunyai bakat untuk jadi pengusaha. Meski pun ide kadang-kadang ada, dan bahkan sering cukup autentik, tapi keberanian untuk merealisasikannya tidak pernah cukup. Akhirnya tidak pernah sekali juga ide-ide yang macam-macam itu bisa terlaksana.

Penyebabnya, di samping tidak ada keberanian berspekulasi, aku juga sering merasa cukup dengan yang sudah ada saja. Yang sudah ada itu adalah upah atau gaji yang aku terima sebagai pekerja. Sebagai karyawan. Rasanya, selama ini aku cukup jadi 'orang pertengahan' saja. Tidak kekurangan, alhamdulillah, dan tidak pula mempunyai harta yang berlindak-lindak. Yang terakhir ini artinya kaya sekali. 

Harta banyak, atau kekayaan itu ibarat fatamorgana yang menipu. Begitu pendapatku. Begitu menurut pengamatanku. Tidak ada kekayaan yang menjadikan seseorang abadi. Seberapa kaya pun seseorang, tidak akan sanggup dia menambah jatah hidupnya. Seringkali, harta banyak itu menjadikan kebanyakan orang lupa diri. Lupa beribadah dan mendekatkan diri kepada Sang Maha Pencipta.

Perjalanan hidupku ternyata juga menempatkanku di tengah-tengah saja dalam banyak hal. Pendidikan di pertengahan. Karir di tempat bekerja dulu di pertengahan. Kesanggupan berIbadah di pertengahan. Alhamdulillah, rasanya cukup-cukup saja berada 'di pertengahan' itu. Kadang-kadang memang pernah juga timbul bisikan dalam hati. Kenapa awak kalah dari orang? Kenapa orang bisa sampai 'di sana' awak di' sini-sini' saja. Kenapa orang bisa punya 'ini-itu' awak hanya punya 'ini ke ini' saja. Tapi untunglah, biasanya aku cepat sadar. Peruntungan setiap orang itu sudah ada ketetapannya dari Allah. Cukuplah aku bersyukur dengan peruntunganku. 

Mudah-mudahan Allah SWT meridhai dan membimbingku untuk senantiasa berada di pertengahan. Aaamiin.... 

*****                                        

Pangek

Pangek

Kata seorang kakak ipar yang dokter, ikan air tawar termasuk yang cukup aman untuk dikonsumsi penderita asam urat. Info ini tentu perlu sangat aku cermati, terutama ketika semakin banyak saja jenis makanan yang berakibat kambuhnya nyeri dan ngilu asam urat hampir secara instan, (pernah aku makan ikan laut digoreng kering, dari keadaan relatif normal - bisa berjalan biasa, menjadi terkapar tidak bisa berdiri lagi, hanya dalam jarak waktu empat jam). 

Saran tambahan dari kakak tersebut, ikannya jangan digulai atau digoreng. Karena santan dan bahkan minyak goreng juga punya andil meningkatkan kadar purin dalam tubuh. Lalu  ikan air tawar itu harus diapakan? Bisa saja dibuat sup ikan. Atau diungkap. Atau dibuat pangek. Aku terheran-heran. Apakah pangek yang biasanya dimasak dengan kemiri tanpa santan itu aman? Katanya, coba sajalah. Kemiri lebih aman dari santan.

Ini benar-benar sebuah kejutan yang menyenangkan. Istriku sangat piawai membuat pangek. Ada bermacam-macam ikan yang bisa dan biasa dipangek. Di kampung dulu, mak tuo membuat pangek ikan paweh (tawes). Serupa dengan yang dijual pedagang nasi Kapau, ikan paweh batalua. Ibuku biasa membuat pangek mujair. Pernah juga aku menyantap ikan gabus (ruting) dipangek. Sedangkan istriku biasanya membuat pangek ikan mas berukuran sedang, yang sebesar telapak tangan.

Pangek itu mirip gulai, tapi tanpa santan kelapa dan dimasak sampai kuahnya kering. Warnanya kuning karena banyak menggunakan kunyit. Baunya harum karena memakai daun kunyit dan serai. Di kampung dulu, dimasak perlahan dengan api kecil. Bahkan salah seorang nenek kami, konon memasak pangek selama dua hari, dengan api dari sabut kelapa kering. Keistimewaan pangek masak baunyai itu, tulang-tulangnya bisa dimakan karena sudah sangat empuk.

Ada lagi keistimewaan pangek, yang semakin mantap jika digoreng kembali. Karena memasaknya yang lama tadi, pangek itu bisa tahan dua tiga hari. Pada hari ketiga, ketika pangek sudah terlalu sering dipanaskan, meski rasanya biasanya tetap enak, namun jadi lebih enak lagi kalau digoreng. Pangek memang tiada habisnya. 

Aku tergugah saja ingin menulis cerita ini setelah melihat istriku sedang menyiapkan bumbu untuk membuat pangek pagi hari ini.  

*****                                   

Minggu, 11 Desember 2011

Hari-hari Galau

Hari-hari Galau

Inilah hari-hari perasaan hati agak galau. Agak 'terkucak' sedikit. Pasalnya? Satu cucu akan pindah ke Balikpapan. Izan akan dibawa ayah dan uminya pindah ke Balikpapan mulai besok. Ayah Izan bekerja di Total, di tempat dulu aku bekerja. Balikpapan adalah kota kelahiran uminya Izan. Aku pernah bermukim di kota itu selama lebih dua belas tahun antara tahun 1979 dan 1993. Balikpapan tidaklah jauh sangat.

Tapi itulah yang terjadi. Sedih hati mau berpisah-pisah.  Ketika sudah mulai tua ini, ingin rasanya kita selalu berdekatan dengan orang-orang yang kita kasihi. Dengan anak dan cucu. Selama ini, sejak Izan lahir, kami tinggal berdekatan. Izan bersama ayah dan uminya tinggal di Tangerang dan kami di Bekasi. Sekali seminggu sekurang-kurangnya pastilah bertemu. Membahagiakan sekali rasanya berada dekat cucu-cucu. 

Namun di balik itu aku juga jadi sadar. Tentu seperti itu pulalah dulu perasaan orang tua dan mertuaku. Ketika aku membawa istri dan anak-anakku kembali ke rantau sesudah mengunjungi beliau-beliau itu selama kami liburan cuti. Bergalau hati melihat anak dan cucu-cucu dibawa lagi pergi jauh dari mata. Memang seperti inilah kehidupan. Kita tidak mungkin mendapatkan segala yang menurut kita menyenangkan hati. Kehidupan ini diwarnai oleh pertemuan dan perpisahan. Baik perpisahan sementara maupun perpisahan abadi. 

Mudah-mudahan Allah SWT senantiasa melindungi kami semua. Mudah-mudahan Izan bahagia tinggal di Balikpapan. Mudah-mudahan kami diizinkan Allah untuk senantiasa menyaksikan Izan jadi besar. Aamiin.....    

*****                                          

Sabtu, 03 Desember 2011

Banyak Yang Tidak Tahu Batasan Halal - Haram Makanan

Banyak Yang Tidak Tahu Batasan Halal - Haram Makanan

Banyak orang bukan Muslim tahu bahwa orang Islam tidak makan babi. Babi itu haram hukumnya dimakan. Lalu mereka (golongan bukan Muslim) menyangka bahwa yang tidak boleh dimakan atau yang haram dimakan orang Islam itu hanya babi. Yang sangat disayangkan, banyak orang Islam sendiri yang tidak mengetahui bahwa yang diharamkan itu bukan hanya babi. Selama itu bukan babi seperti misalnya ayam atau kambing atau sapi 'pasti' halal. Padahal keterangan tentang haramnya daging babi itu ada dalam ayat yang juga menjelaskan tentang yang haram lainnya. Simaklah surah Al Baqarah ayat 173; 'Sesungguhnya Allah mengharamkan bagi kalian bangkai, darah, daging babi dan (binatang yang waktu menyembelihnya) disebut nama selain nama Allah.......'  Dan lebih tegas lagi keterangan Allah dalam surah al Maidah ayat 3 yang berbunyi; 'Diharamkan atas kalian bangkai, darah, daging babi, daging binatang yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah, daging binatang yang mati karena tercekik, daging binatang yang mati jatuh, daging binatang yang mati karena ditanduk binatang lain, daging binatang yang mati karena diterkam binatang buas, daging binatang untuk persembahan kepada berhala........' 

Jadi meski pun daging sapi, atau daging kambing, atau daging bebek, atau ayam yang tidak disembelih dengan benar, apakah dengan cara dipukul kepalanya, atau dipelintir lehernya, maka dagingnya tidak halal dimakan. Karena binatang yang dimatikan dengan cara demikian (dipukul, dicekik, dipelintir) adalah bangkai sehingga haram hukumnya untuk dimakan. Jadi jelas bukan hanya babi saja yang haram. 

Aku baru saja kembali dari Bali untuk keperluan pekerjaan dengan rombongan kantor dan menginap selama dua malam. Miriplah dengan perjalanan ke Cina. Mirip karena aku dihadapkan kepada kesulitan memilih makanan (dalam rombongan). Kemarin siang kami makan di kedai nasi Ayam Betutu. Kedai ini milik orang Bali asli, yang di meja kasirnya ada sesajen khas bali dalam anyaman daun kelapa. Menu istimewanya adalah daging ayam dan kebo (kerbau). Ada ayam gulai, ada ayam goreng, ada gulai daging kerbau, ada lawar ayam dan lawar kebo, masakan khas Bali. Tidak ada ikan. Yang hebatnya di dinding ada sebuah maklumat yang bertuliskan 100% halal. Aku yakin yang mereka atau pemilik warung maksud adalah bahwa kedai itu tidak menyediakan daging babi. 

Ketika ada yang ingin memesan lawar ayam, pelayannya masih cukup 'sopan' untuk memberitahu bahwa lawar itu dimasak dengan darah (ayam). Nah kan? Aku yang sejak mulai masuk kedai itu sudah merasa tidak terlalu 'sreg' akhirnya makan nasi dengan kerupuk dan sambel. Aku tidak mau menyantap ayam betutu atau gulai kebo karena sangat tidak yakin dengan kehalalannya. Sementara anggota rombongan lain cepak-cepong menyantapnya. 

Aku tidak mencegah mereka dan berharap mereka akan bertanya kenapa. Dan ternyata tidak ada yang bertanya. Mungkin mereka menganggap aku aneh. Mungkin mereka merasa lebih aneh lagi ketika tadi malam kami makan ikan bakar di pinggir laut, dan aku tanpa ragu-ragu mau memakannya.

***** 

                                                 

Rabu, 30 November 2011

Pergilah Rapat Ke Negeri Cina (6 - habis)

Pergilah Rapat Ke Negeri Cina (6 - habis)

Jam sembilan malam kami sampai di hotel, diantarkan oleh She dan beberapa orang lainnya. Sama dengan jam delapan malam waktu Jatibening. Setelah mengucapkan selamat malam kepada mereka aku bergegas menuju lift untuk segera masuk kamar. Ada kekhawatiranku bahwa mereka akan menyambung lagi acara minum khamar (yang ternyata kemudian tidak benar). Pimpinan lokal kantor di Hang Zhou (aku tidak ingat namanya), tuan rumah acara makan malam itu, juga ikut dengan kami. Rupanya dia menyuruh anak buahnya mencari dan mengantarkan teh untuk dihadiahkan kepada kami. Karena temanku memuji teh Cina yang kami minum waktu makan siang tadi. Hal ini aku ketahui keesokan hari, waktu kami mau berangkat. She yang menyerahkan teh hadiah itu.

Aku segera mandi dan berwudhu untuk shalat maghrib dan isya dijamak ta'khir. Shalat zuhur dan asar tadi aku lakukan di atas bis dalam perjalanan menuju danau barat. Sehabis shalat, waktu akan mengirim sms ke rumah, ternyata pulsa habis. Padahal praktis hanya dipakai untuk ber sms ria dengan istri dan ketiga anak-anak. Setelah itu sempat juga mengintip acara tv tapi tidak ada yang menarik. Aku langsung tidur.

Jam setengah lima aku terbangun. Sesudah shalat subuh, terasa perutku lapar. Tadi malam sama sekali tidak ada nasi. Di kamar hotel itu ada alat pembuat kopi, bukan ketel listrik untuk memasak air. Sejak pagi kemarin aku coba mengutak-utik untuk mengoperasikannya, tidak berhasil. Padahal ada brosur petunjuknya. Terpaksa minum air putih kemasan saja, menanti jam enam untuk sarapan. Pagi kemarin kami sarapan di lounge sambil berdiskusi terakhir sebelum rapat. Pagi ini aku akan pergi sarapan ke restoran di bawah.

Mungkin aku orang yang pertama yang masuk ke restoran tempat sarapan itu. Aku memesan kopi dan mengambil beberapa potong roti. Tanpa disengaja aku duduk di pojokan yang menyediakan berbagai macam mi. Kita bisa memesan apa saja yang akan dimintatolongkan memasaknya. Bumbu-bumbu untuk mi tersedia bermacam-macam seperti irisan bawang, irisan seledri, sambel (ini yang aku heran, kok ada juga), berbagai macam kecap dan bumbu-bumbu lain yang aku tidak tahu. Setelah yakin bahwa mi ini aman untuk dicoba, aku lalu memesannya. Mengambil mi biasa berwarna kuning dicampur dengan mi putih, dan daun selada. Semua itu dicemplungkan pelayannya ke dalam air mendidih, bukan kaldu. Aku pilih pula lima macam bumbu, bawang, seledri, sambal, kecap manis dan kecap asin. Insya Allah amanlah. Masih kuamati apakah mi yang sudah terhidang di mangkok itu ada minyak yang mengapung, khawatir kalau-kalau ikut pula minyak yang tidak boleh dimakan. Dan tidak ada. Bismillah, mi itu aku santap. Lumayan enak.

Tidakkah ada kekhawatiran bahwa di dalam ikan yang aku makan kemarin itu tercampur pula yang tidak halal? Ada kekhawatiran itu, dan aku beristighfar. Mudah-mudahan Allah mengampuniku.

Jam delapan kami meninggalkan hotel menuju ke bandara. Jadwal pesawat kami jam sebelas. Berjaga-jaga agar tidak terlambat karena macet. Karena kabarnya 10 km pertama dalam kota arah ke bandara berpotensi macet.

Pagi yang basah dan berkabut. Lalu lintas tidak seperti yang kami khawatirkan. Jam setengah sembilan lebih sedikit kami sampai di bandara, di kumpulan penerbangan menuju Hongkong, Makau, Taipeh dan entah kemana lagi. Bandara ini ternyata cukup besar. Counter untuk check in belum dibuka. Kami menunggu beberapa puluh menit sebelum check in. Setelah itu termangu-mangu sambil agak terkantuk-kantuk menunggu keberangkatan. Jam setengah sebelas kami naik ke pesawat. Lalu terbang ke Hongkong. Transit dua setengah jam lebih kali ini, lalu meneruskan penerbangan ke Jakarta. Misi rapat itu pun selesai. Dan cukup sukses.

*****
                                     

Senin, 28 November 2011

Pergilah Rapat Ke Negeri Cina (5)

Pergilah Rapat Ke Negeri Cina (5)

Sebenarnya banyak yang ingin aku tanyakan. Tapi khawatir pertanyaan itu nanti tidak pantas. Seperti bagaimana pandangan orang Cina RRC sekarang tentang 'sama rata, sama rasa'-nya komunis. Seperti bagaimana dengan ketentuan hanya boleh punya satu anak. Seperti bagaimana pandangan mereka, generasi sekarang tentang agama. Berkali-kali aku hampir bertanya tentang itu, selalu aku urungkan. Khawatir pertanyaan seperti itu tidak disenangi atau tidak pada tempatnya. 

Kenapa timbul pertanyaan seperti itu? Karena dari pertemuan sehari ini, tidak sedikit pun terlihat bahwa mereka 'sama rata, sama rasa' seperti beberapa puluh tahun yang lalu, di mana semua orang memakai pakaian dengan model yang sama. Ada batas yang sangat jelas antara atasan dan bawahan. Ada kesan mereka menikmati 'kemewahan'. Orang-orang yang lalu-lalang di jalan terlihat sumringah dan menikmati kehidupan. Bahkan pernah ada di antara peserta rapat secara gurau berkata tentang aturan agama.  Tanpa menjelaskan agama mana.

Aku merasa bahwa sepertinya mereka juga menjaga jarak seperti itu. Acara makan malam yang melibatkan semua peserta rapat tadi siang, rupanya akan dilalui dengan tata krama Cina, begitu temanku yang dari Jakarta memberi bayangan. Kami terlebih dahulu berkumpul di ruangan khusus yang sudah di-reserved, berdiri di belakang kursi-kursi. Ada aturan di mana kepala tuan rumah harus duduk. Dan aturan di mana tamu harus duduk. Semua duduk sesuai dengan tempat yang ditentukan. 

Pelayan mulai meletakkan hidangan satu persatu. Tidak ada babi, for sure. Aku diberi tahu tentang hal itu. Ada ikan dan bahkan beberapa jenis sea food (udang, kepiting). Dan ada sloki kecil untuk semua orang, kecuali aku dan teman satu lagi (orang Indonesia), anak buah She yang datang dari Singapura. Dia ini tidak ikut 'minum' karena alasan kesehatan. Tidak ada yang bertanya atau berlagak bertanya apakah aku kira-kira akan ikut 'minum'. Mereka sudah tahu dan tidak menanyakannya lagi. Aku dan teman dari Singapura yang duduk di sebelahku sama-sama menghadapi gelas biasa berisi air. 

Acara makan malam itu berlangsung dengan 'meriah'. Di sela-sela mencicipi makanan yang dihidangkan di meja bundar berputar, sloki kecil itu tidak berhenti-henti diisi dengan arak putih. Arak yang menurut salah satu dari mereka yang menjawab ketika aku bertanya, mengandung 53% alkohol. Mereka saling 'toast' untuk segala macam urusan. Untuk mengenang teman. Untuk mengenang keberhasilan. Untuk mengenang entah apa lagi. Setiap orang datang kepada yang lain. Bahkan juga kepadaku. Semua, ganti berganti. Bahkan ada yang berulang-ulang. Saling mengucapkan dan mengharapkan kebaikan di masa datang, lalu sama-sama menenggak arak. Bertubi-tubi. Dan ketika mereka datang kepadaku, aku mengangkat pula gelas air putih, sambil mengucapkan 'the same to you'.

Aku beristighfar dalam hati. Seharusnya aku tidak boleh sama duduk dengan orang-orang yang sedang minum khamar ini. Dan aku berada pada posisi yang selemah-lemahnya iman malam itu.

Dalam hal makanan, tetaplah ikan yang aku santap. Teman duduk di sebelah kiriku, berkali-kali menawarkan chicken atau lamb dan selalu aku tolak. She yang duduk terpisah beberapa kursi menjelaskan bahwa aku hanya memilih ikan saja. Sampai suatu saat aku melihat potongan-potongan sebesar jari kelingking berwarna coklat dan entah kenapa aku bertanya kepada teman di sebelah kiriku itu. Dia menjawab bahwa itu adalah 'bambu'. Ooo rebung, kataku dalam hati. Aku ambil sepotong dan aku cicipi. Benar sekali itu adalah rebung muda yang sangat halus tak berserat. Aku punya pilihan lain akhirnya.

Acara makan malam itu berakhir sekitar jam setengah sembilan malam. Yang dimulai sejak jam enam. Waktu dua setengah jam yang sangat mencekam bagiku. Syukurlah akhirnya selesai juga. Kami diantar kembali ke hotel. Di bawah hujan rintik-rintik yang rupanya tidak berhenti sejak kami masuk ke restoran tadi itu......

*****                                                 

Minggu, 27 November 2011

Pergilah Rapat Ke Negeri Cina (4)

Pergilah Rapat Ke Negeri Cina (4)

Mereka menyebutnya dalam Bahasa Inggeris West Lake. Jadi artinya danau (di) barat. Menurut Fang, seorang ahli geologi yang ikut menemani kami, danau itu berupa oxbow lake. Artinya bagian sungai yang ditinggalkan oleh arah arus utama. Hal itu terjadi pada sungai-sungai yang berbelok-belok tajam (meandering) dan pada puncak pembelokan itu arusnya kembali mengambil jalan 'lurus' dan meninggalkan bagian yang melengkung atau belokan.

Kami sampai di dermaga sampan-sampan. Rupanya program berikutnya adalah bersampan-sampan di danau itu. Sampan yang berukuran sedang. Ada tiga deretan tempat duduk penumpang. Dua berhadap-hadapan, dengan sebuah meja yang di atasnya ada sebuah asbak dan satu bangku lagi di belakangnya. Setiap bangku cukup untuk tiga orang. Kami berenam menempati dua bangku yang berhadap-hadapan. Si pendayung sampan punya tempat duduk sendiri di bagian paling belakang. Dia bekerja santai mendayung. Dan ternyata dia kuat sekali. Perahu itu dikayuhnya berkeliling-keliling danau. 

She, (dibaca Sche), yang menemani kami sejak dari Hongkong, jadi tuan rumah yang baik bersama Fang. Dia bercerita tentang danau barat, tentang dongeng dan legendanya, (diantaranya dongeng pengantin ular putih, jelmaan ular yang kawin dengan pangeran, biasalah, namanya juga dongeng), tentang rumah peristirahatan ketua Mao di tepi danau itu yang kami lihat dari jauh, dan konon masih jadi tempat favorit petinggi Cina untuk berkunjung dan menginap, tentang kuil dan sesuatu seperti tonggak dalam danau yang terlihat seperti tempat menambatkan tali kapal dan katanya dibangun seribu tahun yang lalu, dan tiga tonggak dengan latar belakang kuil di atas bukit itu diabadikan di uang kertas 1 yuan. She menghadiahi masing-masing kami selembar uang kertas tersebut sekalian menunjukkan bagian yang digambarkan dalam uang kertas itu.

Sebenarnya, danau itu tidak istimewa-istimewa sangat. Tidak indah-indah sangat. Airnya tidak terlalu jernih. Ada ikan kecil-kecil kadang-kadang terlihat melintas di sisi sampan. Kadang-kadang kami melintas di bawah jembatan. Dua kali kami melihat pasangan pengantin atau calon pengantin sedang berfoto-foto di jalan di atas danau. Katanya mereka sedang membuat foto untuk dekorasi di pesta pernikahan mereka nanti. Mungkin juga ini pengaruh dongeng pengantin ular putih. Entahlah. 

Di tengah danau yang ada pula jalan lain, kami berhenti sejenak untuk berjalan-jalan pula di atas. Melalui taman yang tidak terlalu terawat. Melalui bangunan-bangunan kayu yang tiangnya diukir dengan kaligrafi kuno, yang She sendiri kesulitan membacanya. Tapi dia tetap saja bercerita. Yang jadi perhatianku adalah bahwa tidak ada vandalisme di sana. Tidak ada corat-coret. Tidak ada buang sampah sembarangan. Ini memang perlu diacungi jempol. Padahal pengunjungnya sampai saat senja raya itu masih banyak.

Lalu kami naik sampan lagi. Total kami bersampan-sampan selama hampir dua jam. Makanya aku terkagum-kagum dengan kekuatan si tukang dayungnya yang tidak banyak bicara itu. Sudah menjelang maghrib kami berhenti di dermaga yang lain. Dan disuruh oleh petugas keamanan untuk segera meninggalkan tempat itu (rupanya yang kami jalani itu benar-benar kawasan wisata), karena tempat itu akan segera ditutup. Kami berjalan kaki lagi beberapa saat, menuju restoran di ujung jalan, untuk jamuan makan malam. Saat itu hujan turun rintik-rintik. Restoran itu penuh oleh pengunjung. Orang Cina rupanya sangat senang makan bersama di restoran. Kami naik ke tingkat atas yang sudah di-reserved. Di sana sudah menanti kami semua peserta rapat tadi pagi..........                                                                    

Sabtu, 26 November 2011

Pergilah Rapat Ke Negeri Cina (3)

Pergilah Rapat Ke Negeri Cina (3)

Karena pilihanku hanya ikan, untukku dipesankan dua porsi ikan yang dimasak stim. Aku berbasa basi mengatakan tidak usah sampai dua porsi. Si tuan rumah mengatakan bahwa porsinya terlalu kecil. Ternyata benar. Sepotong ikan yang besarnya hanya sekitar tiga jari tangan. Bagus juga karena diungkap (stim) tadi itu. Rasanya, lumayanlah. Padahal banyak juga jenis ikan yang sebenarnya pantang bagi asam uratku.

Teman se kantor yang satu lagi (yang kebetulan bukan Muslim), juga ikut-ikutan heran kenapa aku menolak chicken, padahal beberapa kali aku katakan bahwa yang paling aman bagiku untuk melawan asam urat hanya ayam. Aku tersenyum saja, tidak menjawab. Dihadapanku ada sebuah kartu menu (iklan) masakan ayam yang disajikan di atas piring, kepala berikut paruh dan jenggernya masih lengkap, sementara badannya sudah diolah. Gambar ayam utuh itu menghadap ke arahku dengan leher utuh, tidak ada bekas sembelihan. Aku teringat cerita si Bungsu yang dia dapat dari temannya di Hongkong, bahwa masakan bebek panggang yang tersohor itu, bebeknya tidak disembelih tapi dipelintir kepalanya ketika mematikannya. Masya Allah.

Makan malam itu boleh dikatakan sukses. Kami beramah tamah sampai jam setengah sembilan malam sebelum akhirnya kembali ke kamar masing-masing. Aku segera berusaha tidur. Satu hal yang di luar dugaanku adalah bahwa cuaca tidaklah sedingin yang aku khawatirkan. Tadi di bandara diumumkan temperatur 18 derajad. Malam ini, dengan AC dihidupkan, temperatur di kamar hanya 23 derajad. Jadi AC berfungsi sebagai pemanas meski tidak pula meniupkan udara panas.

Jam delapan pagi, sesudah sarapan, kami berangkat menuju ke kantor pusat riset mereka. Melalui jalan-jalan dalam kota yang ramai. Dan tertib. Ada jalur khusus kendaraan roda dua (motor dan sepeda, yang terakhir ini cukup banyak), jalur khusus bus (busway) yang hanya dibatasi garis putih lurus. Terlihat tempat parkir khusus sepeda dengan belasan sepeda berwarna-warni, tersusun rapi. Dan aku sekali lagi menemukan di sepanjang jalan bahwa memang tidak ada rumah terpisah. Yang ada hanyalah rumah susun. Mungkin begitu aturannya dalam kota.

Kami sampai di kantor pusat riset itu. Beramah tamah dengan pimpinan dan stafnya, dibawa berkeliling-keliling sebentar melihat bangunan kantor dan laboratorium mereka, sebelum memulai rapat jam sembilan. Di ruang rapat ada spanduk bertuliskan 'Workshop'. Di agenda rapat tertulis bahwa akan ada presentasi dari fihak mereka tentang daerah kerja kami lalu kami juga akan mempresentasikan rencana kerja kami ke depan, yang akan kami mintakan persetujuan mereka sebagai partner. 

Rapat itupun berjalan sangat lancar, sangat memuaskan dan selesai sekitar jam dua belas. Hanya tiga jam. Kami kembali diajak mengunjungi laboratorium mereka, yang diperlengkapi dengan peralatan-peralatan yang baru mereka beli dari Jerman dan Amerika Serikat. Setelah itu kami dibawa ke sebuah restoran di bagian lain dari kota. Katanya dekat sebuah danau. Baik teman yang dari Jakarta maupun yang menemani dari Hongkong berulang kali menyemangatiku bahwa ada beberapa menu ikan yang sudah dipesan untukku. Wow! Yang dari Jakarta juga mengingatkan bahwa tidak akan ada yang mengandung babi. Nah, itu dia. Karena anggapan mereka hanya babi yang haram. 

Kami makan mengelilingi meja bundar yang bagian tengahnya bisa diputar. Benar sekali bahwa ada ikan besar (katanya ikan air tawar) yang juga distim. Yang dari Singapura merasa perlu benar mengatakan bahwa itu khusus untukku. Tapi, ya mana mungkin, karena bagian tengah meja itu diputar-putar. Aku memang tidak menoleh kepada yang lain selain dari ikan itu. Rasanya lumayan enak.

Setelah itu kami diajak mengunjungi danau di bagian barat kota. Turun dari bis lalu berjalan di sebuah jalur di tengah danau yang entah menuju ke mana. Banyak sekali pengunjung di sepanjang jalan itu. Para turis lokal. Bermacam-macam tingkah polah mereka. Ada satu orang anak muda yang berdandan dan menari meniru Michael Jackson mengikuti irama musik yang dibunyikan cukup keras. Lucu sekali. Rupanya tempat itu memang biasa ramai dikunjungi di musim rontok seperti sekarang. Ada pengendara minibus yang berteriak-teriak. Aku tanyakan apa maksud mereka? Rupanya mereka menawarkan jasa untuk wisata keliling danau dengan minibus. Ada banyak sampan berjejer-jejer dalam danau. Dan orang-orang (pengemudinya) yang juga menawarkan jasa. Rupanya program kami siang itu memang akan berjalan kaki dan diteruskan dengan naik sampan antik itu......

*****                                              

Undangan Walimahan

Undangan Walimahan 

Siang ini kami menghadiri pesta pernikahan anak seorang teman. Undangan, yang apa boleh buat, dikirim melalui sms, tapi dengan kalimat yang sangat santun. Dan aku merasa sangat perlu menghadirinya. Bukan pesta ecek-ecek. Tempatnya di Pullman hotel di Podomoro City di Jakarta Barat. Kalau tempat pestanya saja sangat berkelas (memang begitu adanya) kenapa dong, kok undangannya melalui sms? Jangan-jangan memang sekedar basa-basi karena teringat di saat-saat terakhir saja oleh yang punya hajat? Aku yakin tidak.

Ku awali cerita ini agak jauh ke belakang. Ke tahun 1986 - 1987 an. Ketika itu, perusahaan tempat aku bekerja melalui masa di mana harga minyak mentah turun, dari 30 dolar ke sekitar 10 dolar per barrel. Akibatnya, kegiatan pengeboran sumur minyak yang tadinya menggebu-gebu, dengan menggunakan sepuluh buah menara pengeboran, direm mendadak, dan jumlahnya sedang dikurangi. Setiap menara pengeboran itu diawasi oleh satu orang ahli geologi operasional. Ada sebelas orang ahli geologi nasional dan dua orang asing yang bekerja bersama-sama. Ahli nasional nomor sebelas baru saja diangkat dan sedang dalam masa percobaan tiga bulan ketika krisis harga minyak itu terjadi. Suatu hari aku menerima surat keputusan perusahaan untuk disampaikan kepada si nomor sebelas. Isinya, yang bersangkutan dinyatakan tidak lulus masa percobaan. Aku terheran-heran karena aku tidak pernah memberi penilaian negatif terhadap pekerjaannya. Rupanya yang memberikan penilaian negatif adalah wakilku, orang asing, dan itu dilakukannya ketika aku sedang cuti. Aku datangi manejer distrik untuk menjelaskan bahwa penilaian terhadap kawan ini tidak fair. Dia seorang yang sangat potensial, lulus cum laude dari PT nya. Si manejer mengatakan, bahwa sebenarnya bukan itu masalahnya. Dengan situasi harga minyak mentah waktu itu, kita perlu merasionalisasi jumlah tenaga, begitu alasannya. Bagaimana pun aku berusaha meyakinkan si manejer distrik itu, dia tetap tidak mau merobah keputusan yang sudah ditandatanganinya. 

Kawan paling muda itu, apa boleh buat terpaksa pamit mundur. Dengan sedih. Karena kami, khususnya yang nasional, pada waktu itu sangat kompak dan guyub dalam pergaulan dan pekerjaan.

Sekitar tahun 1989, ketika aku kembali dari Perancis dan kembali menduduki posisi yang sama di kantor, dan aku lihat waktu itu kami memerlukan tenaga tambahan lagi, aku teringat kepada kawan muda dahulu itu. Aku jelaskan niatku untuk mencoba menghubunginya lagi kepada perusahaan. Mulanya perusahaan seperti setuju. Dan kawan itu aku hubungi. Dia mengatakan masih berminat untuk bergabung jika memang mungkin. Tapi sayang, ternyata tidak berhasil. Perusahaan memutuskan agar mencari kandidat lain saja. 

Beberapa tahun yang lalu, aku dengar bahwa teman tersebut bekerja di salah satu Bank BUMN dan karirnya sangat bagus di sana. Kenapa tidak, pikirku. Memang banyak saja teman-teman berpendidikan geologi yang sukses di bidang lain. Setahun yang lalu, secara kebetulan aku bertemu dengannya di pesta pernikahan anak teman lain (salah satu dari sepuluh ahli geologi operasional yang lain). Sudah lebih dua puluh tahun sejak kami berpisah. Dia memberiku kartu namanya. Vice President. Bukan main, kataku. Dia tersenyum ramah dan meminta nomor teleponku. Kebetulan, hapeku tertinggal, dan aku berjanji akan menghubunginya. 

Aku betul-betul menghubunginya. Setelah itu kami pernah saling berkirim ucapan selamat hari raya.

Dua hari yang lalu aku menerima sms darinya. Itulah sms undangan yang aku datangi hari ini. Teringat saja pantun dendang tukang Kim di negeriku dulu. Batu sangkar berlantai batu - Tanah jual, lebuh bersilang. Nasib kita siapa tahu - Sekarang susah, nanti 'kan senang. 

*****         

Kamis, 24 November 2011

Pergilah Rapat Ke Negeri Cina (2)

Pergilah Rapat Ke Negeri Cina (2) 

Jam setengah empat lebih kami sudah kembali berada di dalam pesawat. Pesawat yang lebih kecil dari yang menerbangkan kami dari Jakarta ke Hongkong pagi tadi. Dan kelihatannya pesawat ini juga sudah cukup tua. Tapi itu tidak jadi masalah. Pesawat ini akan membawa kami ke Hang Zhou dalam waktu dua jam lebih. Kali ini dalam suasana Cina yang jelas lebih kental karena mungkin hanya kami saja yang Melayu di atas pesawat ini.

Setelah beberapa lama mengudara pramugari mulai sibuk membagi-bagikan hidangan. Mulai sekarang, tidak ada lagi yang benar-benar halal bagiku kecuali ikan. Tapi tidak ada ikan. Pilihan yang paling aman di antara yang tidak aman adalah beef dengan kentang pure dan sayuran. Dan aku memesannya. Untuk menikmati hanya kentang pure dan sayurannya saja. Kebetulan aku duduk dengan rekan Melayu. Teman yang satunya duduk dengan tuan rumah di bangku di belakang kami. Teman dudukku hanya melirik saja tapi tidak bertanya kenapa aku tidak memakan potongan-potongan beef yang dimasak seperti kalio daging itu. 

Cuaca cukup cerah sore itu. Matahari bersinar dari arah belakang di rusuk kiri. Tidak lama lagi matahari itu akan terbenam, selagi kami masih di udara. Waktu itu pun datang. Cahaya siang pelan-pelan mulai redup, pertanda sudah masuk waktu maghrib. Aku bertayamum dan bersiap-siap untuk shalat. Aku tanyakan apakah teman dudukku akan sama-sama shalat, karena setahuku dia seorang yang mengerjakan shalat. Dia bilang biarlah nanti saja di tempat tujuan. Aku shalat sendirian. Shalat yang dijamak dan diqasar. Dengan bacaan dijahar (dikeraskan) secukupnya.

Kira-kira jam enam waktu setempat kami mendarat di kota tujuan. Bandaranya moderen dan bersih. Yang pertama sekali mencolok mataku adalah seragam petugas imigrasi yang serupa benar dengan seragam tentara kita, dengan tanda pangkat bintang emas. Ada yang dua, ada yang tiga bintang emas. Jadi kami diterima petugas imigrasi yang ibarat jenderal di negeri kita. Di luar pagar penjemputan ada seorang memegang kertas dengan nama-nama kami bertiga. Kebetulan namaku agak salah eja. Padahal kami ditemani oleh orang Petro China yang dari Singapura dan bersama-sama dari Hongkong. 

Kami segera menuju kendaraan yang sudah disiapkan.  Sebuah minibus. Kami berempat ditambah si penjemput dan sopir minibus. Melaju di jalan raya menuju pusat kota yang katanya sekitar 40 km jaraknya. Miriplah dengan jarak Bekasi ke Cengkareng. Jalan raya dipenuhi kendaraan roda empat meski tidak sampai macet. Aku melirik bangunan-bangunan bertingkat berjejer-jejer di kiri dan kanan jalan. Rupanya itu adalah rumah susun. Tidak terlihat, mungkin karena malam hari, rumah sendiri-sendiri. Yang ada hanya apartemen atau rumah susun itu saja. 

Kami sampai di hotel. Check in, lalu meletakkan koper kecil ke kamar dan segera kembali ke loby hotel. Malam itu kami diajak makan malam di restoran hotel tempat kami menginap oleh yang menemani dari Hong Kong tadi. Aku mengumumkan terus terang bahwa aku hanya bisa makan ikan. Si tuan rumah bertanya agak terheran-heran. Aku jawab saja karena alasan kesehatan. Kami pun makan. Bismillah....

*****                              

Jumat, 18 November 2011

Pergilah Rapat Ke Negeri Cina (1)

Pergilah Rapat Ke Negeri Cina (1)

Perjalanan paling jauh ke arah utara yang pernah kutempuh barulah sampai ke Bangkok. Itu dulu di tahun 1983. Sesudah itu sekedar singgah di bandaranya pernah pula dua kali lagi, di tahun 1988, dan tahun 1990. Lebih ke utara dari itu belum pernah.

Hari Jumat pekan lepas, orang yang aku bantu dalam bekerja (aku kan seorang konsultan) mengatakan, kita akan ke Cina hari Senin malam. Ajakan pergi ke Cina ini memang sudah pernah diberitahunya jauh hari sebelumnya, tapi belum ada jadwal yang pasti. Tapi bahwa akan pergi secara mendadak seperti itu tidak pernah terpikirkan olehku. Jadwal itu akhirnya berubah menjadi Selasa pagi. Tetap saja, masih sangat meragukan karena kami belum punya visa Cina. Dan pasportku tinggal di rumah. Beberapa orang yang perlu sibuk, terpaksa sibuk, memesan tiket dan mempersiapkan (entah bagaimana caranya) pengurusan visa, yang baru akan dilakukan hari Senin pagi-pagi sekali. Seseorang datang mengambil pasportku ke rumah hari Minggu siang. Ah, kita lihat sajalah. Seberapa canggih mereka ini berurusan.

Ternyata semua beres. Visa diperoleh hari Senin sore sedangkan tiket sudah diberikan ke tanganku hari Senin pagi. Jadwal keberangkatan itu, adalah jam 8.40 hari Selasa tanggal 15 November. Sejujurnya, aku tidak terlalu bersemangat untuk melakukan perjalanan ini. Terbayang segala tantangan dan kesulitan yang akan kuhadapi. Terutama dalam urusan makan. Bukan saja karena masalah pantangan untuk penyakit asam urat, yang lebih memusingkan adalah kehalalan makanan yang akan dimasukkan ke dalam perut.

Tapi apa boleh buat. Karena pekerjaan aku mesti berangkat. Kota yang akan kami tuju bernama Hang Zhou, yang sampai tiga hari yang lalu aku tidak tahu di mana lokasi tepatnya. Kami akan terbang melalui Hongkong dan dari sana disambung dengan dua jam lebih lagi penerbangan lain, lebih ke utara lagi. Perjalanan ke Hongkong aman-aman saja. Di menu makan pagi yang disuguhkan terbaca bahwa semua makanan di penerbangan ini dipersiapkan dengan metoda halal. Tidak terlalu jelas maksudnya. Ditambah lagi, pengertian halal bagi orang bukan Muslim adalah tidak diikutsertakannya babi. Itu saja. 

Jam dua siang kami sampai di Hongkong (waktu Hongkong satu jam lebih cepat dari WIB). Waktu transit hanya satu jam. Kami terbirit-birit pindah gate yang jaraknya sangat jauh. Di samping berusaha mencari tuan rumah yang berjanji akan bertemu di bandara ini dan akan bersama-sama terbang ke Hang Zhou. Orang tersebut akhirnya bertemu di ruang tunggu mau masuk pesawat. Kami segera disuruh naik ke pesawat.....

                                                 

Jumat, 11 November 2011

Cemas, Gamang dan Doa

Cemas, Gamang dan Doa

Setiap kita tentu pernah merasa cemas. Ada kalanya merasuk saja ke dalam hati perasaan seperti itu. Kadang-kadang kita gamang. Siapa pula yang akan tidak pernah cemas. Cemas dan gamang kadang-kadang, sekali-sekali, tentu singgah dalam kehidupan. Cemas tentang apa saja. Cemas seakan-akan yang diharapkan tidak akan tercapai. Cemas seakan-akan  yang dinanti tidak akan tiba. Cemas seakan-akan yang diperlukan tidak akan terbeli karena uang tidak cukup. Cemas kalau-kalau orang tidak menepati janji. Dan sebagainya. Lalu timbul gamang. Gamang artinya khawatir kalau-kalau. Khawatir kalau-kalau dia tidak datang dan akibatnya kita akan kecewa. Atau akibatnya kita akan mendapat kesulitan. Atau akibatnya kita akan rugi. Dan sebagainya pula.

Sebagian orang yang mendekati usia pensiun, tiba-tiba timbul cemas. Dengan segala kekhawatiran dalam kecemasannya. Lalu setelah masa pensiun itu benar-benar datang, timbul gamang. Bagaikan berdiri di tepi tebing terjal. Rasa-rasa akan jatuh saja. Atau seseorang yang akan melepas orang dikasihinya pergi jauh. Timbul cemas. Kalau-kalau nanti terjadi apa-apa atas orang yang dikasihi tersebut. Bahkan sebaliknya, kalau-kalau sepeninggalnya terjadi apa-apa dengan kita yang ditinggalkan. Menari-nari di angan-angan segala sesuatu yang mungkin terjadi. 

Sesuatu itu memang bisa saja terjadi. Seringkali kita mendengar berita tentang musibah. Tentang kesulitan. Tentang kegagalan. Karena semua itu memang mengikuti pula ketetapan Allah. Kalau Allah berkehendak sesuatu itu akan terjadi, maka terjadilah dia.

Di sini perlunya doa. Permohonan kepada Allah Yang Maha Kuasa. Permohonan agar kita terhindar dari yang kita cemaskan. Ketika kita masuk ke suatu negeri, kita khawatir tentang keamanan di negeri itu, atau kita cemas tentang kemungkinan ancaman yang bisa menimpa kita, di sana kita berdoa. Memohon pertolongan Allah, agar kiranya kita terhindar dari segala keburukan yang mencemaskan. Kepada Allah kita kembalikan segala urusan. Segala kemungkinan yang mencemaskan itu dan kepada Allah kita meminta pertolongan. Bisa saja terjadi, suatu musibah sedang menghampiri kita. Tapi dengan berdoa kepada Allah, lalu Allah menjauhkannya dari kita.

Cemas dan gamang adalah permainan kehidupan. Doa kepada Allah, insya Allah bisa menjadi obat penenang di kala kita sedang cemas.

*****

                                         

Minggu, 06 November 2011

Hari Sibuk

Hari Sibuk

Alhamdulillah, bolehlah barangkali aku senang dengan lingkunganku ini. Lingkungan yang dimampatkan menjadi sebuah RW dengan lebih kurang 200an rumah. Dengan warga yang majemuk. Ada Jawa, Sunda, Aceh, Tapanuli dan Batak, Palembang, Minang, Bengkulu, Madura, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Manado, Bali..... Pokoknya Indonesia Raya. Dan kami guyub. Terlebih lagi, akrab di lingkungan mesjid komplek. Jamaah mesjid yang aku saksikan berawal dari sedikit dan lama-lama jadi semakin banyak. Dan alhamdulillah sekali lagi, kami cukup istiqamah dalam berjamaah. Dalam shalat berjamaah.

Dan hari ini kami semua sibuk. Sibuk memotong dan mencacah hewan kurban. Cerita yang sudah pernah kutulis sebelumnya. Biarlah kali ini kuulangi lagi. Ada empat belas ekor sapi yang kami potong hari Ini. Sebuah rekor baru karena sebelum ini yang terbanyak, dua tahun yang lalu, tiga belas ekor. Dan enam belas ekor kambing. Kami bergotong royong. Jamaah mesjid komplek ini, jamaah yang ikut berkurban, bertungkuslumus, berdarah-darah memotong, mencacah, mencincang, memasukkan ke plastik, membagi-bagikan. 

Dalam urusan membagi ini kami sudah sangat berpengalaman untuk menghindari ketidak tertiban. Kami bergotong royong pula membagi-bagikan kupon ke RW tetangga, yang penghuninya dari kelas bawah. Ada tukang / buruh harian, ada tukang ojek, supir angkot, penjual bakso keliling, tukang sol sepatu. Itulah yang menerima pembagian. Ada seribu limaratus kupon yang kami bagikan. Lalu kantong daging kami siapkan sebanyak jumlah kupon ditambah ekstra beberapa puluh. Tadi sesudah asar, para pemegang kupon itu sudah antri di luar pagar mesjid. Menunggu sambil menonton kami mempersiapkan bungkusan daging dalam kantong plastik.

Pekerjaan memotong-motong itu (dibantu oleh jagal sapi yang profesional) selesai jam setengah lima. Selesai dalam arti kata semua sudah masuk kantong plastik siap dibagi-bagikan. Lalu pintu yang dijaga petugas satpam dibuka dengan mengijinkan pemegang kupon masuk sepuluh demi sepuluh orang. Semua berlangsung dengan tertib. Meski di luar, mereka berdesak-desak (inilah kebiasaan tidak sabar masyarakat kita). Padahal semua kebagian. Bahkan yang tidak punya kupon, beberapa puluh orang, masih dapat kami layani. Jam setengah enam selesailah pekerjaan besar itu. Selesai dengan selamat tanpa ada masalah sedikitpun. Petugas mesjid bekerja keras membersihkan beranda mesjid dari serpihan daging, darah dan kotoran lainnya. Petugas yang memang sudah disiapkan untuk itu.

Lalu tinggallah capek. Tapi hati senang. Karena pekerjaan ibadah itu terlaksana dengan baik. Mudah-mudahan Allah menerima yang kami kerjakan sebagai amalan yang shalih. 

****                                 

Rabu, 02 November 2011

Rukun Iman Ke Enam - Beriman Dengan Takdir

Rukun Iman Ke Enam - Beriman Dengan Takdir 

Dalam perjalanan hidup, kadang-kadang kita tercenung. Kadang-kadang kita menyesal. Kita sadar dengan kekeliruan namun sudah terlambat. Nasi sudah jadi bubur, begitu biasanya kita katakan. Ada orang yang berlarut-larut 'memikirkan' sesuatu yang telah berlalu itu. Bahkan kadang-kadang dengan kesedihan yang dalam. 'Coba dulu aku tempuh jalan yang satu lagi.' Atau, 'Coba dulu aku ikuti kata-katanya.' Atau, 'Seandainya dulu aku bersabar sedikit.' Dan sebagainya. Semua itu adalah ungkapan penyesalan. Ungkapan penasaran karena sesuatu ternyata berjalan tidak ke arah yang diinginkan. Atau sesuatu berjalan ke arah yang tidak menyenangkan.

Bolehkah kita larut ke dalam penyesalan karena kekecewaan seperti itu? Mengeluh karena yang kita dapatkan sekarang tidak seperti yang kita harapkan? 

Islam mengajar kita untuk beriman dengan ketetapan Allah yang sudah berlaku. Itulah yang kita sebut sebagai 'takdir'.  Sesuatu yang terjadi, baik yang kita terlibat dalam kejadiannya atau pun Allah menetapkannya tanpa kita kehendaki. Beriman dengan takdir berarti menerimanya apa adanya. Menerimanya sebagai suatu ketetapan Allah. Dan kita tidak perlu menyesalinya, apalagi dengan kata-kata 'coba kalau'. Karena 'coba kalau' itu sudah terlambat dan tidak mungkin waktu dimundurkan kembali untuk mengubah yang sudah terjadi. Yang boleh kita lakukan adalah mengambil pelajaran dari 'takdir' yang berlaku itu. Seandainya hal itu sesuatu yang tidak menyenangkan, sesuatu yang buruk, mudah-mudahan kita mampu menghindari hal yang sama terjadi lagi.

Beriman dengan takdir Allah, artinya mempercayai bahwa sesuatu itu telah terjadi dengan izin Allah. Dia terjadi sebagai ketetapan Allah, yang baik maupun yang buruk. Dan kita tidak dapat menukar apa-apa yang sudah ditetapkan Allah dengan sesuatu yang kita angan-angankan. Kalau suatu takdir itu merupakan keburukan, yang boleh kita lakukan adalah memohon kepada Allah agar Allah menggantinya dengan yang baik. Kalau takdir itu berupa suatu yang menyedihkan atau menyakitkan, kita memohon kepada Allah agar diberi-Nya kesabaran dan kekuatan. Tidak akan ada gunanya kita menyesal-nyesali sesuatu yang sudah terjadi. Penyesalan seperti itu justru menunjukkan kelemahan iman.  

*****                               

Sabtu, 29 Oktober 2011

Makhluk Halus

Makhluk Halus

Seorang teman bertanya tentang sesuatu yang ganjil. Sesuatu yang sama sekali tidak terpikirkan olehku. Pertanyaannya begini; 'Bagaimana hukumnya mengusir atau memindahkan makhluk halus?' Nah! Bagaimana ini menjawabnya? Aku ajak yang bertanya itu berdiskusi. Apa yang dimaksud sebagai makhluk halus itu. Tapi dia sendiri juga ragu. Dia hanya menjawab, pokoknya makhluk halus. Seperti yang kadang-kadang ditayangkan televisi itu, lho. Seperti makhluk yang kadang-kadang menampakkan diri dan kehadirannya biasa disebut penampakan. Begitu katanya.

Dalam Islam  makhluk yang tidak bisa dilihat dengan indera biasa itu dikenal sebagai malaikat dan jin. Malaikat punya keterikatan langsung dengan manusia. Ada malaikat yang ditugaskan Allah untuk mengawasi dan mencatat setiap perbuatan manusia, baik atau buruk. Itulah malaikat Raqib dan 'Atid. Tapi jarang atau mungkin hampir tidak ada manusia yang merasakan keterikatannya dengan kedua malaikat tersebut. Sedangkan jin adalah makhluk yang diciptakan Allah untuk melalui ujian dari Allah, untuk menghambakan diri mereka kepada Allah, lalu dinilai seberapa patuh 'dia' dalam menghambakan diri tersebut. Firman Allah dalam al Quran, 'Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia itu kecuali untuk menyembah kepada-Ku.'

Lalu ada di antara jin itu yang namanya iblis (lihat surah Al Kahfi (18) ayat 50). Itulah si pembangkang Allah, yang berjanji akan menyesatkan anak cucu Adam agar tidak mengikuti jalan Allah. Kalau iblis dendam dan berjanji akan menjerumuskan umat manusia ke jalan yang sesat, jin secara keseluruhan, punya dunianya sendiri. Mereka tidak 'terlalu' berkepentingan dengan manusia, kecuali dengan manusia-manusia yang ingin berurusan dengan mereka (baca surah Jin (72) ayat 6).

Bagi manusia yang merasa berkepentingan dengan jin, mereka (jin) adakalanya mau 'terang-terangan' menipu manusia. Ini yang dikenal secara umum sebagai hantu, sebagai gendruwo, sebagai tuyul atau apa saja namanya. Tapi bagi manusia yang tidak mau berurusan dengan mereka, jin juga tidak berkepentingan untuk berurusan dengannya. Dimensi jin berbeda dengan manusia. Alamnya juga berbeda. Mereka ada yang beriman dan ada yang kafir. Seperti kita baca di surah Jin ayat-ayat pertama, ada di antara mereka yang beriman dengan al Quran dan memeluk Islam. 

Karena dimensi dan alamnya yang berbeda itu, tidak ada perlunya kita mengkhawatirkan mereka. Mungkin saja dia tinggal dalam dimensinya, dalam alamnya di pekarangan kita. Mungkin saja dia ikut berjamaah bersama kita ketika shalat di mesjid. Tapi mereka tidak mengganggu dan tidak merugikan kita. Kenapa mesti pusing harus mengusir dan memindahkan mereka. Lagi pula, dengan cara apa mereka akan dipindahkan? Kemana mereka akan dipindahkan? Bagaimana kita dapat menjamin bahwa mereka akan menerima saja seandainya kita mampu pun memindahkan mereka?

Ada orang yang seolah-olah mendemonstrasikan bahwa  mereka berhasil memasukkan jin ke dalam botol. Seolah-olah jin itu  bisa dikurung sampai tidak bisa keluar dari dalam botol. Agaknya cerita seperti itu hanya untuk difahami sebagai sesuatu yang di luar logika saja dan sulit dibuktikan. Dan tidak ada pula gunanya untuk dibuktikan. 

*****                      

Jumat, 28 Oktober 2011

Janggut

Janggut 

Rasulullah SAW menyuruh para sahabat untuk memelihara janggut dan memendekkan kumis. Imam Muslim meriwayatkan hadits Rasulullah SAW dimana beliau bersabda:                    
'Berbedalah kalian dengan orang-orang musyrik, pendekkanlah kumis, dan panjangkanlah janggut.' Makna dari sabda Rasulullah SAW tersebut sangat gamblang, agar, pertama, pengikut beliau menyalahi kebiasaan orang musyrik (yang pada ketika itu biasa memelihara kumis dan mencukur janggut) dan yang kedua, cara menyalahi kebiasaan orang musyrik tersebut dengan memelihara janggut dan memendekkan kumis.

Para ulama menyifatkan memelihara janggut dan memendekkan kumis itu sebagai sunnah, tapi tidak sampai 'mewajibkannya' dan meninggalkannya dianggap makruh, tidak sampai 'mengharamkannya'. Tidak ada nash, perkataan Rasulullah SAW yang sampai mengatakan memelihara janggut itu wajib sementara tidak memeliharanya hukumnya haram. Sedangkan anjuran beliau sendiri juga dialasi dengan penyebab, yaitu untuk menyalahi kebiasaan orang musyrik ketika itu. Tanpa bermaksud ngeyel, sekarang ini para rabbi Yahudi justeru memelihara janggut mereka pula. Kalau kita patuhi bahagian awal dari himbauan Rasulullah SAW, apakah sekarang tidak sebaiknya kita memangkas janggut?

Tapi ada juga sebahagian orang yang berpendapat bahwa memelihara janggut itu wajib dan memotongnya bahkan dianggap haram. Kita tidak tahu apa dasar keyakinan seperti itu, karena sekali lagi tidak ada nash atau bukti, pernyataan Rasulullah SAW yang sampai mengatakan demikian. Yang sampai mewajibkan berjanggut dan mengharamkan memotongnya. Yang terakhir ini, mengharamkan memotongnya justeru sebuah interpretasi yang lebih 'berlebih-lebihan' lagi. Bayangkan kalau memotong janggut itu haram, lalu seseorang yang memang ditakdirkan Allah untuk berjanggut lebat, tidak pernah memotongnya seumur hidupnya, karena haram, mungkin janggut itu sudah akan panjang sekali menyapu lantai. Ini pastilah sebuah pemikiran keliru. 

Kita lebih mudah memahami dan sependapat dengan ulama yang mengatakan; 'Hukum mencukur, memotong, dan membakar jenggot adalah makruh. Sedangkan memangkas kelebihan, dan merapikannya adalah perbuatan yang baik. Dan membiarkannya panjang selama satu bulan adalah makruh, seperti makruhnya memotong dan mengguntingnya.' (Imam An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, juz 3, hal. 151).

Tidaklah pada tempatnya kita menyalahi yang diingatkan Rasulullah SAW, termasuk dalam memelihara janggut. Hanya masalahnya, tidak semua orang mempunyai janggut. Aku sendiri hanya mempunyai beberapa puluh helai, yang pernah aku coba memeliharanya dan terlihat tidak rapi. Dan akhirnya kupotong. Dengan keyakinan bahwa memotongnya mudah-mudahan tidak termasuk perbuatan haram atau terlarang.

*****

Selasa, 25 Oktober 2011

Kopi Luwak

Kopi Luwak 

Seorang teman bertanya, bagaimana hukumnya minum kopi luwak? Waduh, bagaimana aku menjawabnya? Yang dia maksud, sebagaimana diketahui umum, adalah mengkonsumsi atau meminum kopi yang sebelumnya sudah dimakan oleh musang alias luwak. Kopi berikut daging buahnya tentu saja, sedangkan bijinya tidak tercernakan oleh sang musang, karena keras. Nah, biji yang dikeluarkan sebagai ek-ek-nya luwak ini diproses menjadi bubuk kopi untuk diseduh menjadi kopi minuman yang konon enak luar biasa. 

Nah, pertanyaannya, bagaimana hukum mengkonsumsi sesuatu yang dikeluarkan sebagai kotoran atau najis binatang tersebut? Jawabannya, aku tidak tahu pasti. Konon para ulama berbagi pendapat pula. Ada yang mengharamkan ada yang membolehkan. Aku sendiri belum pernah mencoba meminum kopi luwak tersebut. Tidak tahu, apakah seandainya suatu hari disuguhi aku mau meminumnya atau tidak.

Untuk pembanding, meski jangan dikatakan aku pro, ada contoh lain. Ada orang yang mengatakan (aku juga belum pernah mencoba) bahwa durian yang di-ek-ek-kan gajah luar biasa enaknya. Bagaimana ceritanya? Kata hikayat ini, gajah kalau makan durian, ditelannya bulat-bulat dengan kulit-kulitnya. Tentu saja dipuntalnya dengan daun-daun dan rumput-rumputan. Maka durian utuh berkulit itu tidak berhasil dicernanya, lalu keluar kembali bersama kotoran sang gajah. Durian seperti ini yang dikatakan enak luar biasa. Aku sendiri karena belum pernah menemukannya, antara percaya dengan tidak tentang keberadaan durian ek-ek gajah ini. 

Contoh kedua adalah air di dalam perut unta. Cerita ini mungkin lebih bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya. Unta bisa minum sedemikian banyak, dan sebagian besar disimpan dalam kantong khusus dalam perutnya untuk digunakan seperlunya. Unta bisa bertahan di padang pasir tanpa minum selama berhari-hari, karena pada dasarnya dia mengkonsumsi air yang disimpan di kantong khusus tersebut sedikit demi sedikit. Cerita yang lebih dramatis, ada kalanya sebagian dari unta-unta itu disembelih dalam perjalanan karavan berhari-hari,  (bahkan sampai berbilang bulan), untuk dikonsumsi dagingnya, sementara air dalam kantong khusus di perut unta itu juga diminum dan rasanya tidak berubah alias tetap tawar sebagaimana rasa air. Begitu menurut cerita. Meskipun, air tersebut tidak yang dikeluarkan sebagai air seni unta.

Sedangkan air seni unta sendiri, menurut hikayat lagi, di jaman dulu digunakan sebagai shampoo untuk berkeramas.

Jadi, kesimpulannya? Ya, terpulang sajalah kepada kita masing-masing. Mau minum kopi luwak silahkan. Kalau merasa jijik, ya jangan ikut-ikutan minum. Hukumnya? Kan sudah kubilang di atas, aku tidak tahu.    

*****                       

Minggu, 23 Oktober 2011

Berzikir

Berzikir 

Tadi siang, aku pergi memenuhi sebuah undangan resepsi pernikahan di salah satu gedung di TMII. Undangan yang berlaku seperti yang tertulis di dalamnya sejak jam 12.00 sampai jam 15.00, sebuah pemilihan waktu yang agak berbeda dari biasanya (11.00 - 14.00) tapi sebenarnya jauh lebih realistis. Berangkat jam 11 dari rumah, persis ketika melewati Cililitan terdengar azan shalat zuhur. Karena waktu cukup lega, aku sengaja berhenti dulu di Mesjid At Tiin untuk shalat zuhur, dan mobil aku belokkan dulu ke sana. Iqamat sudah dikumandangkan ketika aku baru melangkah dari mobil menuju mesjid tersebut.

Aku mendapatkan rakaat kedua (masbuk). Komando imam dengan suara baritonnya yang khas dan berwibawa disertai pengaruh pengeras suara yang prima mengingatkanku pada shalat  di mesjid Masjidil Haram. Syahdu dan khusyuk sekali rasanya.

Akhirnya imam mengucapkan salam dan aku segera berdiri sesudah itu untuk melengkapi satu rakaat yang tertinggal. Di sini bermula cerita. Belum sampai aku berdiri sempurna pada rakaatku yang terakhir itu, suara bariton imam yang tadi terdengar sangat enak itu bergemuruh kembali dalam zikir Astaghfirullaahil 'azhiim - Allahumma antassalaam..... dan seterusnya. Suara yang diperkeras dengan kekuatan entah berapa puluh ribu volt itu jelas membuat konsentrasiku buyar. Sungguh. Sungguh-sungguh buyar. Bahkan terbingung-bingung antara akan mengucapkan sami'alllahu li man hamidah atau apakah Allahu Akbar, sebegitu dahsyatnya alunan zikir berpuluh ribu volt itu.

Aku tahu bahwa hal seperti ini biasanya disebut sebagai masalah khilafiyah, berzikir keras-keras sesudah selesai shalat. Meski dikemukakan firman Allah dalam surah Al A'raaf (surah 7) ayat 205 yang berbunyi; 'Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.' Ada saja argumentasi, untuk (seolah-olah) mementahkan makna dari ayat ini dengan mengatakan; 'Bagaimana dengan azan, kan zikir juga. Bagaimana dengan takbir di hari raya, kan zikir juga. Bagaimana dengan talbiyah di saat ihram dan berhaji, kan zikir juga.'

Di mesjid komplek kami aku hanya mengingatkan para jamaah agar tidak mengganggu orang yang sedang shalat, apakah shalat sunnah ataupun menyempurnakan shalat karena datang terlambat. Aku berusaha tidak membesar-besarkan masalah khilafiyah ini karena khawatir tidak akan menyelesaikan masalah, bahkan mungkin hanya akan menambah masalah.

Tapi pengalamanku tadi siang itu, menambah keyakinanku bahwa zikir dengan suara keras, apalagi dengan suara diperkeras (dengan pengeras suara berkekuatan Subhanallah), sungguh sangat  mengganggu dan membuyarkan kekhusyukan.  

*****                                                              

Sabtu, 22 Oktober 2011

Berkurban

Berkurban 

Innaa a'thainaa kal kautsar - fashalli li rabbika wanhar - innasyaa niaka Huwal abtar. Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak - Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah - Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus. (Al Kautsar (Surah 108) ayat 1 - 3). 

Sebentar lagi kita akan memotong kurban. Sapi (satu untuk bertujuh) atau kambing, yang akan kita potong pada hari-hari tasyrik, tanggal 10 (boleh sampai tanggal 13) Zulhijjah. Sebagai suatu ibadah kepada Allah, dalam rangka mendekatkan diri kepada-Nya. Kurban, Qurban - qaraba - yaqrabu, artinya mendekatkan diri. Mendekatkan diri kepada Allah. Allah menguji kita sebagai orang yang beriman, seberapa siap kita untuk berkurban, untuk pasrah menyerahkan apa saja yang diminta Allah seandainya Allah memintanya. Contoh yang diabadikan Allah dalam al Quran adalah pengorbanan nabi Ibrahim yang diminta Allah mengorbankan anak semata wayang beliau, nabi Ismail. Simaklah surah Ash Shaaffaat (surah 37) ayat 102; 'Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata; 'Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpiku bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!' Ia menjawab; 'Hai bapakku! Kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insya Allah kamu akan mendapatkanku termasuk orang-orang yang sabar.' 

Berkurban dengan niat ikhlas semata-mata karena Allah. Karena mencari dan mengharapkan keridhaan Allah tidak ada yang lain daripada itu. Berkurban memang merupakan cara beribadah yang paling tua. Kita teringat ketika dua putera nabi Adam, Kabil dan Habil diperintahkan untuk berkurban. Kabil melakukannya dengan setengah hati, sementara Habil mengerjakannya dengan ikhlas karena Allah. Maka kurbannya Habil yang diterima Allah.

Begitu tuanya ibadah berkurban, sehingga ada agama-agama selain Islam, baik agama samawi maupun agama lain, yang juga mendapatkan 'cipratan' prosesi berkurban. Termasuklah di dalamnya prosesi mereka-mereka yang mengantar 'sesajen' entah ke bawah pohon besar, entah ke kepundan gunung berapi, entah ke tengah laut besar. Sesuatu yang mula-mula meniru amalan yang diperintahkan Allah melalui para nabi, tapi kemudian dibelokkan setan ke arah yang tidak diridhai Allah. Mengantar sesajen atau 'berkurban' untuk tuhan selain Allah, sebagai amalan orang-orang yang mempersekutukan Allah.

Berkurban yang dituntunkan kepada kita, seperti yang kita simak dari ayat-ayat surah Al kautsar di atas, adalah dalam rangka beribadah kepada Allah, sesudah kita diperintahkan menyembah Allah, menegakkan shalat untuk Allah semata.

Menarik pula untuk kita simak peringatan Allah dalam surah Al Hajj (surah 22) ayat 37; 'Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya...........'  Oleh karena itu, marilah kita sucikan niat dalam berkurban, mengerjakannya semata-mata dalam rangka beribadah kepada Allah, mengharapkan keridhaan Allah, dan mengharapkan balasan semata-mata dari Allah.

*****