Sabtu, 29 Januari 2011

Sebuah Penyelesaian

Sebuah Penyelesaian Diluar Dugaan 

Yang berikut ini adalah kultum seorang jamaah di mesjid kami sesudah shalat subuh pagi ini ;

Sebuah keluarga muda, dengan tiga orang anak, (yang paling tua baru berumur sembilan tahun), akhir-akhir ini terlibat dalam percekcokan rumah tangga. Percekcokan yang dulu, ketika mereka masih mempunyai dua orang anak sangat jarang terjadi, entah kenapa sekarang dengan alasan-alasan sepele berubah menjadi pertengkaran hebat. Pertengkaran demi pertengkaran itu ibarat permainan yang digandrungi, semakin sering dan semakin meningkat saja kehebatannya. Terakhir sekali, masing-masing merasa bahwa mereka telah berlayar sampai ke pulau, berjalan sampai ke batas, sehingga tidak mungkin diteruskan lagi. Singkat cerita, mereka ingin berpisah, bercerai.

Mereka berdua menghadap ke pengadilan. Rencana perceraian disetujui. Hartapun dibagi seadil-adilnya, sesenang kedua belah pihak untuk mendapatkan bagian  masing-masing. Tidak ada masalah berarti, semuanya bisa diselesaikan dengan sangat baik.

Tinggal masalah paling akhir dan paling pelik yakni kepengurusan anak. Siapa yang berhak mengurus ketiga orang anak-anak mereka? Jalan tengah hampir pula bisa dicapai bahwa masing-masing akan mengurus (baca; memiliki) seorang anak. Akan tetapi, anak mereka tiga orang. Yang dua boleh dibagi satu seorang, tapi yang ketiga? Bagaimana membaginya? Mana mungkin anak nomor tiga itu dibelah, sementara mereka sepakat tidak ada lagi suatu apapun jua yang menjadi milik mereka bersama. Semua harus dibagi secara adil dan secara jelas.

Mereka telah berkonsultasi kemana-mana, tetap tidak ada pemecahan. Tidak mungkin anak ketiga itu dibagi sementara ketentuan dimiliki bersama sudah sama-sama dieliminir. Dalam keputus-asaan itu, keduanya sepakat untuk mencoba berkonsultasi dengan imam mesjid. Dan keduanya pergi menemui sang imam, menjelaskan masalah yang mereka hadapi, memohon saran jalan keluar.

Imam mesjid berpikir beberapa saat, sampai akhirnya dengan wajah ceria memandang keduanya.

'Bagaimana pak Imam, apakah bapak menemukan jalan keluarnya?' tanya yang laki-laki.

'Saya melihat jalan keluar yang paling mungkin,' jawab imam mesjid.

'Apa itu pak Imam? Tolonglah jelaskan!' yang wanita terlihat antusias.

'Begini. Saya anjurkan anda berdua menunda perceraian sampai tahun depan. Hendaklah anda rujuk kembali. Lalu berusahalah  anda berdua agar memperoleh anak ke empat. Tahun depan, sesudah mempunyai anak ke empat barulah kalian bercerai. Dan waktu itu nanti masing-masing mendapat dua orang.'

Keduanya berseri-seri. Mereka sepakat dengan usulan itu karena memang itulah jalan keluar yang paling mungkin. Dan merekapun rujuk kembali. Melanjutkan kehidupan berumah tangga dengan berhati-hati, agar mereka bisa memperoleh anak ke empat.

Dua tahun kemudian, mereka bertemu pula dengan pak imam mesjid. Imam mesjid masih ingat masalah yang mereka hadapi tahun-tahun sebelumnya. Sang imam bertanya, apakah mereka tidak mendapat tambahan anak? Mereka jawab, kami mendapatkannya. Pak imam bertanya pula, apakah kalian tidak jadi bercerai dan membagi rata pemeliharaan anak-anak kalian? Jawab mereka, Allah tidak mengizinkan kami bercerai. Kami mengharapkan anak ke empat, ternyata Allah memberikan sekaligus anak kelima. Anak terakhir itu kembar. Kami sudah bersepakat untuk tidak jadi bercerai.......

*****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar