Sabtu, 15 Juni 2013

Kunjungan Ke Malaysia (6)

Kunjungan Ke Malaysia (6) 

Cukup memuaskan kunjungan singkat ini. Mengunjungi Genting Highland, pusat Negeri Sembilan serta melihat-lihat  kota Kuala Lumpur selayang pandang. Harus diakui bahwa pemerintah Malaysia lebih berhasil membangun dan mengatur negerinya. Ini terbukti paling tidak, secara sederhana, dari mulusnya jalan-jalan raya baik di dalam kota maupun di luar kota. Stabilnya nilai mata uang mereka sejak dahulu, yang tidak perlu berhitung ribu-ribu seperti uang di negeri kita. Dan listrik yang bisa selalu menyala dengan stabil (kecuali sedikit kekacauan di saat penghitungan suara hasil pilihan raya yang baru lalu, listrik tiba-tiba padam dan ini sangat langka di sana).  

Ketika aku bertanya siapa pemilik kebun sawit yang sebegitu luasnya, baik Suresh maupun Kamal, pemandu (sopir) yang mengantar kami sama jawabannya. Pemilik tanahnya bisa saja perorangan tapi hasil kelapa sawitnya harus dijual kepada pemerintah dan pemerintah yang menetapkan harganya. Kita tentu akan mengatakan kalau begitu, pemerintah memonopoli dong. Mungkin saja, tapi tujuannya adalah untuk mengontrol harga hasil dari kelapa sawit itu terutamanya minyak goreng. Pemerintah (mereka menyebutnya kerajaan) menetapkan harga kebutuhan pokok masyarakat yang oleh kita biasa disebut sembako. Harga-harga bahan pokok itu dikendalikan oleh pemerintah untuk kepentingan masyarakat, meskipun sekali-sekali pihak penguasa itu terpaksa juga harus menaikkan harganya. Dan kalau ini terjadi biasanya akan menimbulkan keresahan di tengah masyarakat, jadi seboleh-bolehnya pemerintah berusaha menghindarinya. 

Ini jelas berbeda dengan di negeri kita dimana harga-harga pasar kebutuhan masyarakat tidak dikontrol pemerintah. Kita sangat terbiasa dengan gejolak harga kebutuhan pokok terutamanya di saat-saat menjelang hari raya. Ketika semua harga-harga naik melambung-lambung. Kita bahkan terbiasa dengan iklan barang-barang yang memberi peringatan bahwa sebentar lagi harganya akan dinaikkan. Termasuk tarif-tarif yang dimiliki oleh pemerintah seperti tarif listrik, tarif jalan tol. Dan kita biasa mendengar bahwa yang dilakukan adalah penyesuaian harga.

Aku terheran-heran ketika menyadari bahwa di tengah kota KL tidak ada rumah pribadi terpisah sendiri. Penduduk KL tinggal di apartemen, di bangunan-bangunan bertingkat. Aku menanyakan kepada Kamal yang memberi tahu bahwa memiliki rumah terpisah hampir tidak mungkin karena biayanya sangat mahal. Aku tidak tahu dimana letak mahalnya, karena menurut Kamal pula harga tanah juga dikontrol oleh kerajaan. Agak di luar atau di pinggir kota ada kompleks-kompleks perumahan yang kita kenal sebagai real estate. 

Ada kegiatan lain yang mengasyikkan selama lima hari empat malam berada di KL. Menonton acara musabaqah penghafal al Quran di tv1 setiap sore sebelum masuk waktu maghrib. Para penghafal-penghafal muda (laki-laki dan perempuan) bertanding mempertunjukkan kemampuan hafalan mereka baik yang kelas hafal 10 juz, 20 juz dan 30 juz. Umur peserta itu rata-rata masih belasan tahun. Ada banyak pengawas dan dewan juri  yang sudah berumur. Cara pengujiannya, seorang pengawas meminta peserta musabaqah membaca surah sekian, ayat sekian sampai sekian di halaman sekian dari al Quran. Pengawas atau penguji ini membacakan awal dari ayat yang dimintakan, lalu peserta disuruh mengulang dan meneruskannya. Jika peserta terlupa atau keliru ada seorang pengawas yang mengingatkan dengan memperbaiki bacaan yang keliru itu. 

Kita yang menonton juga dapat menyimak karena ayat yang sedang dibacakan itu dipertunjukkan pula di layar tv. Ternyata bacaan- bacaan para hafidz muda itu sangat elok baik dari segi tajwij maupun kesempurnaan bacaannya. Acara itu dilangsungkan di negeri Pulau Pinang yang mayoritas penduduknya adalah keturunan Cina.

Tidak adakah kekurangan? Sepertinya ada juga. Kalau kita menginap di kebanyakan hotel di Jakarta atau di Jogya atau di Bandung, kita masih dapat mendengar suara azan setiap masuk waktu shalat. Di hotel tempat kami menginap di Bukit Bintang, tidak sekali juga aku mendengar suara azan dari mesjid. Padahal surau atau mesjid tempat shalat Jumat sangat dekat dari hotel itu. Kenapa demikian? Kabarnya, di lingkungan-lingkungan tertentu yang masyarakatnya lebih dominan bukan Islam, suara azan dilarang dikumandangkan ke luar mesjid. Wallahu a'lam kebenarannya.  

Terakhir sekali, ada beberapa orang kenalan di RantauNet baik yang tinggal di KL maupun di luar KL yang tadinya diharapkan bisa bertemu selama kunjungan singkat itu. Tapi karena kesibukan mereka dan jadwal kami sendiri, tidak sempat berjumpa.

Demikianlah cerita singkat tentang kunjungan ke  Malaysia ini. Mudah-mudahan kalau diizinkan Allah kapan-kapan diulangi pula kembali.

*****                                

Tidak ada komentar:

Posting Komentar