Minggu, 25 November 2012

Sighat Ta'lik

Sighat Ta'lik

Aku beberapa kali menyaksikan acara akad nikah  dalam dua bulan terakhir. Hal yang mengingatkanku pada saat aku menikahkan puteri-puteriku beberapa tahun yang lalu. Aku teringat nasihat seorang ustad tentang masalah sighat ta'lik. Ustad itu mengingatkan agar pembacaan sighat ta'lik tidak perlu dilaksanakan. Waktu itu aku bertanya, kenapa demikian? Jawab beliau, karena tidak ada dalilnya. Yang lebih tidak elok lagi, tambah beliau, baru saja mengucapkan kabul (jawaban terhadap ijab, atau pernyataan kesanggupan menikah), masakan sudah berbicara dan berikrar lagi tentang perceraian alias talak.

Sighat ta'lik adalah ikrar atau janji dari pengantin pria yang diucapkan segera sesudah ijab kabul. Isinya, bahwa jika dia (yang baru beberapa detik menikah ini) suatu saat nanti menyia-nyiakan istrinya seperti meninggalkan istrinya tanpa pesan selama dua tahun berturut-turut, atau tidak memberikan nafkah batin selama tiga bulan berturut-turut, atau menyakiti tubuh istrinya, sementara istrinya (yang baru dinikahinya beberapa detik yang lalu ini) tidak rela, lalu dia mengadu kepada pengadilan agama, dan pengaduannya itu diterima, maka jatuhlah talak sang pengantin pria satu kali. Begitu lebih kurang isi janji sighat ta'lik tersebut.

Tapi, bukankah dengan berikrar seperti itu, berarti bahwa si pengantin pria mengikat dirinya dengan janji bahwa dia tidak akan menyia-nyiakan istrinya? Janji itu seharusnya disimpannya dalam hatinya saja, untuk ditaatinya, dan bukan untuk dipersaksikan pula oleh orang banyak. 

Ada pula acara lain yang biasanya dilakukan oleh calon pengantin wanita, yakni permohonan kepada ayah kandungnya untuk menikahkannya dengan pria pujaan hati atau pilihannya, yang padahal sudah hadir untuk melaksanakan acara ijab kabul. Kalaulah memang perlu meminta pertolongan seperti itu, bukankah lebih baik dilakukannya dari hati ke hati saja dengan ayahnya, tanpa disaksikan orang banyak dan di majelis pernikahannya sendiri seperti itu? Repotnya, acara seperti ini dibimbing dan disutradarai langsung saat itu juga oleh petugas KUA. Entah apa perlunya. 

Mengetahui kemungkinan dia akan disuruh minta tolong seperti itu pula, seorang kemenakan perempuan minta tolong kepada ibunya agar mengingatkan pak penghulu untuk melewatkan saja acara minta tolong menikahkan itu. Dan aku dimintatolongi oleh ibunya untuk menyampaikan hal tersebut kepada pak penghulu. Jadi mau yang langsung saja, tanya petugas KUA itu dan aku jawab iya, dengan ringkas. Waktu menikahkan puteri-puteriku dulu, acara seperti ini juga tidak dilakukan.

Masih banyak sebenarnya acara pernak-pernik yang dilakukan orang dalam rangkaian acara akad nikah. Kadang-kadang acara-acara tambahan itu dipimpin langsung oleh pak penghulu. Misalnya  acara memasangkan cincin. Biasanya dibumbui dengan komentar-komentar yang agak-agak menjurus. Yang membuat para pendengarnya tersipu-sipu. Hal yang sepertinya mengurangi kesucian acara akad nikah tersebut. 

******

                  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar