Rabu, 02 Oktober 2019

Berhutang (2)

Berhutang (2) 

Aku sangat tidak suka berhutang. Apalagi berhutang dengan harus membayar bunga. Meskipun berhutang sendiri kadang-kadang tidak bisa dihindari. Misalnya saja ketika perusahaan tempat aku dulu bekerja memberi pinjaman untuk membeli rumah. Peminjaman seperti ini merupakan kebijaksanaan perusahaan dalam membantu karyawannya untuk memiliki rumah. Para karyawan dihutangi sejumlah uang untuk membangun rumah yang pembayarannya dicicil dengan pemotongan gaji. Berhutang seperti ini tanpa bunga dan masa pembayarannya cukup lama, bisa sampai lebih dari enam puluh bulan atau lima tahun. 

Pernah juga aku berhutang waktu membeli mobil. Di sekitar tahun 2000, aku ingin membeli mobil bekas karena uangku hanya cukup untuk itu. Rencana membeli mobil itu tertunda cukup lama. Suatu ketika aku dan istri berjalan-jalan di mall Bekasi. Waktu itu di lantai dasar mall itu ada pameran mobil-mobil baru. Tidak ada niat untuk singgah melihat-lihat karena aku sadar, aku tidak punya cukup uang untuk membeli mobil baru yang dipajang. Tapi tiba-tiba terlihat sebuah stiker pemberitahuan pembelian mobil dengan cara mencicil selama sekian tahun tanpa bunga. Mula-mula aku menganggap itu hanya bahasa iklan untuk menarik pembeli saja. Tapi tanpa disengaja aku mendengar keterangan seorang salesman menjelaskan arti nol persen bunga itu kepada pengunjung lain. 

Aku ikut minta penjelasan tentang membayar secara angsuran tanpa dikenai bunga tersebut. Setelah itu berpikir agak lama, karena bagaimanapun aku akan terlibat dalam hutang untuk jangka waktu cukup lama. Di satu sisi, akan memiliki mobil baru menjadi sebuah godaan, namun di sisi lain kenyataan akan berhutang selama waktu yang cukup panjang pasti tidak akan mengenakkan. Akhirnya godaan itu yang menang. Aku membeli mobil tersebut dengan pembayaran awal lebih dari separuh harganya dan sisanya (akan) dicicil selama tiga tahun. 

Alhamdulillaah, masa-masa dililit hutang itu berakhir juga. Dan alhamdulillaah bahwa aku berhasil mencicilnya secara teratur setiap bulan. Hal ini mendapat apresiasi dari si pemberi hutang, di akhir masa pembayaran. Tentu saja dengan penawaran seandainya aku mau berhutang lagi. Tapi setelah itu aku tidak berminat lagi untuk berhutang jangka panjang seperti itu.

Untuk kemudahan saja, aku sudah menggunakan kartu kredit  sejak awal tahun delapan puluhan. Kemudahan tidak usah membawa uang kontan setiap kali aku pergi ke luar kota, terutamanya untuk keperluan kantor. Penggunaan kartu kredit benar-benar sangat membantu. Tapi sejak pertama kali menggunakan kartu kredit aku tidak pernah mau membayar dengan mencicil, karena pasti akan dikenai bunga. Setiap tagihannya pasti langsung aku lunasi, hal yang tidak terlalu disukai si pemberi kartu kredit. Aku masih tetap menggunakan kartu kredit sampai sekarang, terutamanya untuk pembelian tiket pesawat kalau aku bepergian. Aku tidak perlu menunggu tagihannya datang untuk langsung membayarnya.  

****   

Selasa, 24 September 2019

BPKB Itu Kembali Lengkap

BPKB Itu Kembali Lengkap  

Sore berikutnya si mas orang Timor itu datang kembali. Kali ini berdua dengan temannya, si penemu BPKB. Mereka membawa BPKB sepeda motor yang kemarin dijanjikan. Jadi ketiga BPKB itu lengkap sekarang.

Temannya yang pekerja bengkel itu bercerita. Bahwa dia mempunyai hobi membeli benda-benda bekas, biasanya berupa hiasan atau barang mainan,  di pasar loak di Jatinegara. Barang-barang bekas itu nanti akan diperbaikinya untuk dijual kembali. Di Jatinegara ada pasar barang-barang seperti itu yang dibuka di akhir malam menjelang pagi. Pasar itu remang-remang di bawah sinar lampu jalan yang seadanya dan dia menggunakan senter dari hape untuk mengamati jika ada barang yang menarik. Pagi itu dia menemukan kapal-kapalan dari kayu dan membelinya. Ukurannya agak besar. Dan dia meminta kantong untuk membungkusnya sebelum membawa pulang dengan sepeda motor. Si penjual memberikan sebuah kantong plastik besar. Kapal-kapalan itu dimasukkan ke dalam kantong plastik tersebut.

Siangnya kapal-kapalan itu dikeluarkannya dari bungkus kantong plastik. Dia kaget karena dalam kantong plastik itu ada tiga buah BPKB. Dia memeriksa BPKB tersebut dan menemukan bahwa ketiga BPKB itu masih aktif. Dia lalu menghubungi temannya si mas orang Timor, menceritakan tentang penemuannya itu. Si mas orang Timor datang ke bengkelnya di Tambun. Tidak lama mereka berunding, si mas ini mengatakan dia bersedia mengantar BPKB itu ke alamat pemiliknya di Jatibening, karena dia sering lewat di jalan Kalimalang dekat Jatibening itu. Hal itu yang mereka setujui berdua dan itu yang dilakukan. 

Begitu ceritanya.

Aku melongo mendengar cerita yang benar-benar mengagumkan itu. Kedua orang ini benar-benar orang baik. Seandainya mereka mau, rasa-rasanya BPKB itu mungkin bisa mereka jual. Hal itu tidak mereka lakukan bahkan sebaliknya mereka berpayah-payah mengantarkannya.  

Jadi kemungkinan yang terjadi adalah, si maling membelah paksa safety box, mengambil barang berharga di dalamnya, meninggalkan ketiga BPKB dan membuang atau menjual rongsokan safety box itu di tukang loak di Jatinegara.  

Aku telah menyiapkan sejumlah uang untuk kuserahkan sebagai hadiah kepada mereka. Si mas orang Timor menolaknya dan seperti yang dikatakannya kemarin dia minta agar uang itu disedekahkan saja ke mesjid. Aku  dengan bersungguh-sungguh meminta agar dia menerimanya dan seandainya dia mau silahkan dia menyedekahkannya. Alhamdulillah akhirnya dia mau menerima hadiah tersebut. Aku sangat berterimakasih kepada mereka berdua.

****          

Kembalinya Surat-surat Kendaraan

Kembalinya Surat-surat Kendaraan   

Termasuk yang lenyap digondol maling adalah 3 buah BPKB yang disimpan di dalam safety box. Safety box itu terletak dalam lemari yang terkunci di kamar yang terkunci. Dan semua kunci-kunci itu dirusak maling dengan brutal. Ada sebuah laci dalam lemari itu yang isinya dihamburkan di tempat tidur. Safety box yang ukurannya tidak terlalu besar dibawa si maling.

Segera setelah mengetahui kejadian kemalingan itu anak sulung kami menghubungi adikku yang tinggal tidak terlalu jauh dari komplek kami. Dan tentu saja segera memberitahu petugas satpam dan ketua RW. Ketua RW menghubungi polisi di polsek Pondok Gede. Cukup ramai yang datang ke rumah kami di sore hari kejadian itu. Aku sempat berbicara dengan beberapa dari mereka di telepon. Aku hanya berpesan agar pintu masuk rumah diperbaiki sebisanya. Dan kusuruh agar si mang yang menjaga rumah agar tidur di dalam rumah utama saja malam itu, bukan di kamarnya di bagian belakang rumah. Dia menolak dan bahkan mengatakan akan berjaga di teras rumah sepanjang malam nanti. Dan benar-benar dia lakukan.

Setelah kami kembali sampai di rumah adikku mengingatkan untuk pergi membuat laporan polisi (yang harus dilakukan olehku atau istriku). Akhirnya istriku dan si Bungsu yang pergi ke kantor polisi untuk membuat laporan tersebut, ditemani adikku.

Surat laporan kehilangan (kemalingan) itu diperlukan untuk mengurus pengganti BPKB yang hilang. Adikku bercerita tentang pembuatan BPKB yang harus dilakukan secermat mungkin karena berbagai pertimbangan. Dan aku sudah bersiap-siap untuk mengurusnya dengan bantuan adikku itu.

Di suatu sore dua hari kemudian aku yang sedang berada di kamar tidur kami mendengar istriku sedang berbicara (ngobrol) dengan seorang laki-laki di depan rumah. Aku keluar mendatangi mereka. Istriku menjelaskan bahwa si mas ini (orang itu) datang mengantarkan dua buah BPKB mobil kami. Aku sangat terkejut mendengarnya. Aku mengajak orang itu masuk ke rumah untuk berbincang-bincang. Dia menjelaskan bahwa dia adalah seorang petugas keamanan di sebuah pabrik di Cikarang dan mendapatkan dua BPKB itu dari temannya yang bekerja di bengkel, menceritakan bahwa temannya ini mendapatkan BPKB tersebut di tempat dia membeli barang bekas di Jatinegara. Dia memeriksa BPKB tersebut dan menemukan alamat pemiliknya lalu mengatakan kepada temannya yang menemukan itu bahwa dia biasa melewati daerah Jatibening dan karenanya akan mengembalikannya ke pemiliknya. 

Aku sungguh terheran-heran mendengar ceritanya. Masih ada tanda tanya di hatiku apakah ada modus tertentu di balik semua ini. Si mas yang mengaku berasal dari Timor, berkali-kali mengucapkan alhamdulillah, insya Allah dalam obrolan kami, mengundangku untuk bertanya apakah dia seorang Muslim. Dan dia jawab iya, dia Muslim. Dan ditambahkannya bahwa apa yang dilakukan benar-benar lillahi ta'ala. Aku mulai kagum kepadanya. 

Aku jelaskan bahwa kami baru saja kemalingan dan BPKB itu disimpan di safety box yang digondol maling. Sebenarnya ada 3 BPKB. Dia bilang benar, yang satunya BPKB sepeda motor masih dipegang oleh temannya yang menemukannya itu. Dia berjanji akan mengambil BPKB motor itu dan mengantarkannya dan juga akan mengajak temannya itu datang. 

Aku tambah terkesima. Aku katakan, insya Allah kalau dia datang lagi membawakan BPKB motor aku akan memberinya hadiah sebagai ungkapan terima kasih. Dia bilang, nggak usah. Kalau bapak mau serahkan saja ke mesjid, begitu katanya. Aku semakin kagum. Dia segera pamit mohon diri dan mengulangi janjinya akan mengantar BPKB yang satu lagi.

****
                    

Minggu, 22 September 2019

Fenomena Kemalingan

Fenomena Kemalingan    

Aku sudah tinggal di komplek ini lebih dari 25 tahun. Dan aku sangat menyenangi lingkungannya yang relatif aman dan penghuninya yang guyub, baik sebagai sesama jamaah mesjid atau sesama warga. Waktu mula-mula bergabung di akhir tahun 1993 dulu memang ada terdengar cerita tentang kenakalan beberapa anak-anak warga komplek yang terlibat dalam kejahatan-kejahatan kecil. Tapi setelah beberapa tahun aku jadi warga aku tidak menemukannya lagi. Hal ini mungkin ada hubungannya dengan semakin baiknya pemahaman beragama warga yang terlihat dari bertambah banyaknya jamaah shalat lima waktu di mesjid komplek.

Tapi tiba-tiba sejak dua tahun terakhir terjadi fenomena kemalingan berulang-ulang. Kejadiannya hampir selalu di siang hari dan malingnya masuk dari pintu depan rumah. Umumnya yang jadi korban adalah rumah yang penghuninya sedang tidak ada di rumah. Pernah juga terjadi maling telah berhasil membuka paksa pintu depan sebuah rumah, yang ternyata ada seorang anggota keluarga penghuni rumah itu sedang mandi. Mendengar suara aneh di luar penghuni yang sedang mandi ini keluar dengan lilitan handuk dan terpergok dengan si maling. Si maling lari dengan cepat keluar menaiki motor temannya yang segera menghambur kabur. Penghuni yang berlilit handuk itu berusaha mengejarnya keluar sambil berteriak-teriak. Sang maling berhasil melarikan diri karena meskipun siang hari suasana di dalam komplek ini sepi sekali.   

Dua minggu sebelum rumah kami kemalingan, rumah tetangga yang berjarak sekitar 30 meter dari rumah kami juga disatroni maling. Di rumah itu maling berhasil menggasak perhiasan nyonya rumah, surat-surat kendaraan dan sebuah motor.  Kejadiannya juga di siang hari. Ada tetangga lain yang melihat seseorang duduk di atas motor seperti menunggu di depan rumah korban. Sebenarnya dia ingin mendatangi orang tersebut untuk menanyainya. Tapi  demikian pula ketetapan Allah, saat itu hapenya berbunyi memberitakan kabar duka ada saudaranya meninggal sehingga dia kembali masuk ke rumahnya. 

Rangkaian kejadian demi kejadian itu membuat warga resah dan kesal. Belum tampak ada jalan keluar yang jitu untuk pencegahannya. Ada sebagian warga yang memasang cctv. Mudah-mudahan saja ada faedahnya. Petugas keamanan hanya dua orang di siang hari, dan mereka umumnya menjaga di pos penjagaan di pintu masuk komplek. Seorang petugas itu secara berkala berkeliling memantau keadaan. 

Jalan masuk ke komplek kami yang dapat dilalui mobil hanya satu tapi jalan masuk untuk motor ada tiga buah di tempat yang terpencar. Maling-maling itu sepertinya masuk dengan sepeda motor. Jalan masuk dan sistim penjagaan sudah seperti itu sejak lama dan selama ini relatif aman-aman saja. Ada yang berkomentar bahwa sangat mungkin kesulitan ekonomi akhir-akhir ini yang membuat maling-maling itu begitu nekad. Wallahu a'lam.

****

Jumat, 20 September 2019

Kemalingan

Kemalingan   

Aku pernah beberapa kali (yang tidak terlalu sering), kemalingan. Kemalingan artinya harta atau milik kita diambil orang lain secara tidak sah. Contohnya pengalamanku ketika pada suatu hari kehilangan sepatu. Ya, sepatu. Terjadinya di mushala di tempat parkir menara Kuningan, tempat aku bekerja. Waktu itu ada acara bazar bakti sosial ibu-ibu istri karyawan. Acara itu berlangsung sampai sore di dekat pelataran parkir. Istriku ikut berpartisipasi. Karena ada kesibukan di luar kantor di hari yang sama, aku tidak sempat shalat asar di awal waktu. Kembali ke kantor sudah menjelang jam bubaran kantor. Karena akan langsung pulang bersama istriku, aku shalatlah  di mushala di lapangan parkir itu. Masih ramai di sekitar itu pada waktu itu. Sesudah selesai shalat, ternyata sepatuku sudah tidak ada. Hilang lenyap. Artinya sudah diambil orang......

Kejadian kedua juga di lapangan parkir bangunan yang sama. Satu ketika, waktu aku mau pulang kantor, mobilku yang baru bergerak sedikit akan meninggalkan tempat parkir mengeluarkan bunyi aneh di bagian belakang. Aku berhenti dan turun untuk memeriksa. Ternyata bunyi aneh itu berasal dari besi penyangga ban serap yang jatuh ke tanah. Ban serapnya sudah hilang. Mobil Mitsubishi Kuda itu ternyata tidak mempunyai pengaman tambahan untuk ban serap.

Itu cerita kemalingan di luar rumah. Rumah dimasuki maling juga pernah kami alami.

Yang pertama terjadi di awal tahun delapan puluhan di Balikpapan. Rumah yang disediakan oleh perusahaan (disewakan perusahaan di tengah kota) baru saja kami minta dimodifikasi sedikit untuk membuat pintu tembus ke kamar anak-anak. Ketika itu istriku sedang hamil anak kami kedua. Rencananya, anak pertama kami akan disuruh tidur terpisah sebelum adiknya lahir. Sesudah pekerjaan perombakan kecil itu dilakukan, rumah itu dibobol maling persis di kamar anak-anak. Untungnya pintu ke kamar kami di kunci dari kamar kami. Tidak ada yang mendengar ketika maling itu membobol tralis jendela kamar anak-anak. Kami baru sadar ketika pembantu membuka pintu kamar itu di pagi hari dan mendapatkan keadaan centang perenang di dalamnya. Tidak banyak yang diambil maling karena kamar itu hanya berisi pakaian yang baru diseterika dan koper kosong di lemarinya. 

Yang lebih parah adalah yang terjadi di rumah kami di Jatibening beberapa bulan yang lalu. Komplek kami ini memang terasa kurang aman sejak beberapa tahun terakhir. Sudah beberapa buah rumah yang digasak maling. Hebatnya, maling itu bekerja di siang hari bolong. Padahal komplek ini dijaga oleh beberapa orang petugas keamanan. Selama ini rumah kami aman-aman saja. Bahkan pernah aku tinggal selama hampir dua bulan, ketika aku mengunjungi anakku nomor dua di Perancis, dan rumah ini dijaga oleh anak bungsu kami (yang siang hari bekerja di kantor). Alhamdulillah tidak terjadi apa-apa. 

Sesudah hari raya Aidil Fitri rumah ini juga kami tinggal selama dua minggu. Aman saja. 

Di awal bulan Juli yang lalu kami ke kampung. Seperti biasa penjagaan rumah kami titipkan ke seorang karyawan anakku di kantornya yang sudah beberapa kali kami percayakan menunggui rumah. 

Kemalingan terjadi dua hari sebelum kami kembali dari kampung. Pada saat kami masih santai-santai berwisata di kampung (ada dua orang cucu yang ikut dengan kami) anak sulung kami yang tinggal di sebelah rumah di Jatibening menelepon memberi tahu kabar buruk. Rumah kami baru saja dibobol maling. Kejadiannya siang hari sebelum waktu zuhur. Menurut tetangga kami ada orang yang mengucapkan salam assalamu'alaikum berulang-ulang di depan rumah kami siang hari itu. Rupa-rupanya salam itu sebagai penguji ada tidaknya orang di rumah. 

Si mang yang menjaga rumah kami yang mula-mula tahu ketika dia melihat pintu masuk rumah terbuka. Waktu itu dia akan ke mesjid untuk shalat zuhur.

Pintu masuk itu dicongkel. Maling masuk ke kamar kami dengan merusak pintu kamar. Si mang yang sedang di kamarnya di belakang rumah tidak mendengar apa-apa. 

Maling itu sukses besar. Dia menggondol kotak pengaman (safety box) berisi perhiasan emas istriku, dua buah laptop dan Ipad.  Di dalam safety box juga disimpan BPKB kendaraan kami dan beberapa lembar uang dollar. Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun...    

Meski kisah ini cukup getir, alhamdulillaah beberapa hari kemudian, ada orang datang mengantarkan BPKB mobil. Kisah ini akan kutulis terpisah....

****  

Rabu, 18 September 2019

Musibah

Musibah.....

Begini sebuah musibah yang terjadi lebih kurang enam bulan yang lalu.

Berawal dengan lutut keseleo karena salah gerak di suatu siang, waktu mengeluarkan mobil dari garasi, lalu akan keluar dari mobil tersebut. Sebuah gerakan salah sedemikian rupa yang menjadikan lutut kanan terasa nyeri. Tidak terlalu serius mulanya, tapi Allah menetapkan, semakin serius sejak waktu maghrib. Dicoba menggosok dan mengurutnya dengan balsem, subhanallah... malahan semakin bertambah nyeri. Waktu subuh berikutnya bahkan tidak mampu turun dari tempat tidur. Seharian itu tergeletak di tempat tidur. Begitu ketetapan Allah.

Atas saran seorang teman dari istri dibawa berobat ke seorang tabib di Bekasi. Oleh tabib itu diurut dan dibekali obat berupa kapsul untuk dimakan dan minyak urut. Menurut sang tabib penyakit itu ada hubungannya dengan kadar asam urat yang sedang tinggi. Dengan izin Allah pengobatannya lumayan manjur. Sore itu kaki sudah bisa dibawa berjalan meski masih tertatih-tatih. Obat kapsul yang diberikannya itupun diminum sesuai petunjuknya. 

Di hari ketiga sekembali dari tabib itu ada gangguan tidak bisa tidur. Semalam suntuk mata tidak bisa terlelap. Tapi kondisi badan di waktu subuh biasa-biasa saja. Masih sanggup berjalan ke mesjid. Kondisi tidak bisa tidur ini berlanjut dan disyak-i penyebabnya adalah kapsul dari sang tabib. Jadi dihentikan mengkonsumsinya dan alhamdulillah jadi bisa tidur malam harinya. Karena penasaran, di hari ketujuh sejak kunjungan pertama didatangi lagi tabib itu. Dia mengatakan ternyata obat yang diberikannya terlalu keras jadi digantinya, katanya dengan yang lebih ringan. Katanya pula isi kapsul itu adalah serbuk kunyit putih dan herbal lain, obat untuk asam urat. 

Diminum pulalah obat pengganti itu. Ternyata reaksinya sama, tidak bisa tidur malam. Segera pula dihentikan meminumnya. Meski sudah dihentikan malam berikutnya tetap tidak bisa tidur. Dan di ujung malam itu terjadi musibah.

Dalam kondisi tidak bisa tidur itu jam dua belas pergi ke kamar kecil. Tidak ada masalah. Jam dua pergi lagi ke kamar kecil, juga tidak ada masalah. Dalam keadaan tidak bisa tidur itu biasanya otak saya bawa untuk mengaji, berzikir, atau kadang-kadang menerawang ke masa lalu. Jam setengah empat kurang, sebelum alarem Hape berbunyi, kaki kiri saya keram. Biasanya kalau keram saya bangun dan berdiri, menekan  dengan kaki yang keram itu. Apa yang terjadi, kaki kiri terasa sangat lemah dan tidak berdaya. Saya bangunkan istri. Dia membantu memapah ke kamar mandi. Saya baru sadar bahwa tangan kiri saya terasa lemah, meski baik kaki kiri maupun tangan kiri itu masih bisa digerakkan. 

Kami bangunkan si Bungsu untuk shalat subuh.  Si Bungsu mengamati muka saya dan menyuruh tersenyum. Saya mengerti maksudnya. Alhamdulillah mulut saya normal-normal saja. Saya berharap kondisi lemah itu hanya untuk sementara.

Sesudah shalat subuh (saya shalat di tempat tidur) kami berdiskusi untuk pergi ke dokter. Ada beberapa pendapat tapi saya memilih untuk dibawa ke rumah sakit PON di Cawang.

Alhamdulillah, pelayanan di rumah sakit itu sangat baik. Tensi saya diukur, subhanallah, 200 per 100. Saya dicitiscan dan disimpulkan kena stroke ringan dengan pendarahan kecil di otak. Saya dirawat selama delapan hari di rumah sakit itu. Selama di rumah sakit kaki kiri saya tetap lemah tidak berdaya. Di hari ke sembilan saya dibolehkan pulang. Anak saya membelikan tongkat berkaki empat dan kursi roda.  Saya berlatih berjalan menggunakan tongkat. Setelah dua minggu kaki sudah lebih kuat dan saya berjalan dibantu dengan tongkat satu. Saya coba berjalan ke mesjid yang memang tidak terlalu jauh. Shalat saya lakukan dengan duduk di kursi. Keadaan seperti itu berlangsung cukup lama. Sejak sekitar sebulan yang lalu saya coba shalat biasa tapi duduk di antara dua sujud tidak bisa sempurna. 

Berjalan bisa, tapi terasa berat di kedua lutut. Bahkan sampai sekarang. Dokter yang merawat di rumah sakit PON dulu mengatakan, mudah-mudahan saya bisa sembuh hanya akan memerlukan waktu agak lama. Mudah-mudahan Allah memberikan kesembuhan itu. aamiin.

Kamis, 04 Juli 2019

Menghindari Perbuatan Sia-sia

Menghindari Perbuatan Sia-sia       

Contoh perbuatan sia-sia seperti orang yang duduk (nongkrong) di pinggir jalan, tanpa berbuat apa-apa, hanya sekedar melihat orang yang lalu-lalang. Dia tidak  mengganggu tapi juga tidak memberi kebaikan apapun. Dan orang yang berbuat sia-sia seperti ini tentu saja tidak termasuk orang yang beruntung di sisi Allah. Allah mengingatkan ciri-ciri orang beriman yang beruntung di antaranya adalah mereka yang menghindari melakukan perbuatan yang sia-sia (di dalam surat Al Mukminuun  ayat 3).  

Lebih jauh, ada orang yang dikategorikan Allah sebagai orang-orang yang merugi. Yaitu orang-orang yang senantiasa berbuat kemungkaran dalam hidupnya. Allah mengingatkan bahwa kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shalih, umumnya manusia adalah dalam keadaan merugi di sisi Nya. Yaitu mereka yang menghabiskan masa kehidupannya tanpa perhitungan dan cenderung berbuat jahat dan jahil.

Tanpa disadari, betapa mudahnya seseorang berbuat jahat dan jahil di jaman kecanggihan gajet seperti sekarang ini. Betapa lincahnya jari-jari mereka untuk menyebar aneka gambar / video maksiat. Yang memang sangat mudah dilakukan, cukup menekan beberapa tombol di gajet canggih itu. Tidak jelas apa tujuannya. Apakah maksudnya mencari popularitas? Atau ingin berbagi menikmati kemaksiatan? Orang seperti ini merasa aman-aman saja, yang padahal dia sudah mengajak orang lain berdosa, yang tentu dia juga akan ikut memikul dosa orang yang diajaknya itu tadi. Tepatnya, kalau dia mengantar sebuah rekaman porno melalui hapenya (yang jelas merupakan sebuah kemaksiatan) yang disebarnya ke puluhan orang lain di dalam grup lalu puluhan orang itu jadi ikut berdosa karenanya, maka untuk dirinya ditambahkan dosa dari masing-masing orang yang 'dipaksanya' berdosa itu. 

Seandainya saja kita mau mengajak diri kita berpikir untuk menghindar dari merugikan diri sendiri di hadapan Allah. Menghindar dari berbuat jahil. Mudah-mudahan kita tidak termasuk golongan orang-orang yang rugi.

***        

Kamis, 21 Februari 2019

Di Balik Sulitnya Menasehati Pendukung Fanatik Petahana

(Sebuah tulisan yang sangat menarik)

DI BALIK SULITNYA MENASEHATI SEBAGIAN PENDUKUNG FANATIK PETAHANA
By: Ichsanudin Noorsy
Tulisan ini berdasarkan pengalaman pribadi saya berinteraksi (sekedar ngobrol dan berdebat) dengan kelompok “pemuja” petahana. Saya beri istilah “pemuja”, karena mereka ini sudah menganggap petahana satu-satunya sosok yang akan menyelamatkan Indonesia. “Ratu Adil”-lah istilahnya.
Petahana tidak ada cacat sedikitpun bagi mereka. Ketika ditunjukkan kebodohan, kebohongan dan kegagalan petahana mereka tetap tak bergeming. Pernah saya tunjukkan beberapa video petahana yang gagap dan gugup di depan kamera saat menjawab pertanyaan wartawan.
Pernah juga saya tunjukkan betapa petahana mengaku tidak membaca apa yang ditandatangani nya, mengaku IPK nya tidak lebih dari 2, sampai ketidakmampuan beliau berbahasa asing.
Berbagai macam data yang seharusnya menggiring pemahaman bahwa petahana tidak kompeten atau tidak smart, tidak diindahkan oleh mereka. Awalnya saya tidak ambil pusing, karena itu biasa.
Saya pikir, ini adalah fenomena defens mechanism saja. Namun, saya melihat argumentasi menarik dari mulut mereka, yang menggiring saya pada kesimpulan bahwa defense mereka bukan defens biasa.
Saya ingat salah satu teori tentang perilaku relijius orang-orang pagan (penyembah berhala). Mereka menyembah benda-benda, atau makhluk-makhuk seperti hewan dan tumbuhan, bukan karena akal tapi mereka yakin bahwa yang disembah itu mampu memberikan kebaikan.
JIka dipikir dengan akal, maka mereka tahu bahwa benda dan makhluk yang disembah itu tidak logis dapat memberikan kebaikan kepada mereka. Namun mengapa terus disembah? Pakar psikologi agama mengatakan, justru karena tidak logis itulah maka berhala-berhala itu disembah. Para penyembah berhala itu disebut sebagai orang-orang yang “mabuk keajaiban”.
Mereka adalah orang-orang yang menyukai keajaiban secara berlebihan. Sebagai contoh, untuk menjelaskan kejaiban yang dimaksud: para penyembah berhala itu tahu, kalau ingin kaya, mereka harus bekerja dengan rajin. Jadilah pedagang atau jadilah pegawai. Namun itu rasional, bukan keajaiban.
Ajaib itu menjadi kaya dengan menyembah batu! Tidak masuk akal, namun justru itulah yang namanya keajaiban. Kalau masuk akal, itu bukan keajaiban tapi logis/rasional.
Saya perhatikan, dinamika psikologis inilah yang berkerja dalam otak kelompok pemuja petahana tersebut. Semakin ditunjukkan bahwa petahana memiliki kekurangan-kekurangan dan tidak logis kalau beliau dapat memperbaiki Indonesia, semakin mereka bersemangat mendukung petahana.
Beberapa diantara mereka mendebat dengan nasehat adiluhung orang Jawa, “wong pinter ora mesthi bener, wong bener ora mesthi pinter”.
Mereka mau mengatakan, “ya, petahana memang bodoh, tapi dia orang yang benar”. Padahal nasehat Jawa itu maksudnya, “wong (sing ketok) pinter ora mesthi bener, wong sing bener (ora kudu ketok) pinter”, karena tidak mungkin orang dapat mencapai kebenaran tanpa ilmu, dan orang yang pintar adalah orang yang berilmu.
Para pendukung jenis ini, akan semakin khusyuk membela petahana justru ketika ada bukti kekurangan petahana. Bagi mereka, dunia ini berjalan tak logis dan semuanya bertentangan. Dengan kondisi hutang melambung tinggi, BUMN merugi, nilai tukar rupiah yang cenderung melemah, harga-harga naik, dan kepercayaan terhadap pemerintah menurun, masih ada pemuja-pemuja yang percaya bahwa petahana mampu membalikkan keadaan.
Padahal kualitas pribadi beliau secara intelektual lemah, literasinya kurang, gagap dan gugup jika tampil tanpa teks, pergaulan dunianya kurang berwibawa, dan boneka partai. Namun justru kualitas-kualitas itulah yang membuat mereka semakin berharap keajaiban, “bisa saja orang ini yang justru yang menyelamatkan Indonesia”. Itulah sebabnya Ruhut mengatakan, “Joko wi adalah rahmat Tuhan untuk Indonesia”.
Perilaku seperti ini bukan barang baru di Indonesia. Ingatlah Ponari, dukun cilik yang dikabarkan mampu menyembuhkan segala macam penyakit dengan sebuah batu.
Masuk akal? Tidak! 

Tapi justru itulah yang mendorong orang-orang datang untuk merasakan keajaiban. Kalau Ponari itu seorang dokter spesialis dengan gelar akademik doktor (S3), pasti yang datang tidak sebanyak itu. Kenapa? 
Kalau dokter bisa menyembuhkan penyakit, itu bukan keajaiban. Itu logis! Biasa!

Saya sering tersenyum, namun berterima kasih atas perhatian kawan dan murid-murid saya yang menasehati, “Pak, jangan sering ngatain orang dungu. Tidak baik”. Namun, bagi saya, tidak ada kata yang pas untuk perilaku seperti ini selain “dungu”, karena mereka menolak ajakan berpikir logis, dan malah memaksa akalnya berpikir terbalik.
Mengapa bisa begitu? Jiwa mereka mabuk keajaiban. Orang yang mabuk, selalu ingin merasakan sesuatu yang memabukkan itu. Kalau sesuatu yang memabukkan itu berupa khamr, maka khamr lah yang diinginkan. Dalam kasus ini, sesuatu yang memabukkan itu adalah “keajaiban”, maka keajaiban akan menjadi klangenan buat mereka.
Terakhir, saya ingin mengingatkan, buat kawan-kawan muslim yang masih mabuk keajaiban. Sadarlah! Ingat, Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallama mukjizat terbesarnya ialah Al-Qur’an. Beliau, shalallaahu ‘alaihi wa sallama, tidak memfungsikan Al-Qur’an sebagai alat pertunjukkan (show) keajaiban kepada orang beriman.
Beliau tidak pernah terbang walaupun kalau beliau minta kepada Allah, pastilah dikabulkan. Beliau tidak membelah lautan seperti Nabi Musa a.s., tidak pula tahan dibakar api seperti Nabi Ibrahim a.s. Mengapa? Karena keajaiban-keajaiban itu ditujukan untuk orang-orang yang sulit memahami kebenaran dengan akalnya.
Sedangkan Rasulullah shalallaahu ’alaihi wa sallama menunjukkan mukjizat Al-Qur’an kepada orang-orang beriman dengan penjelasan rasional, sehingga keyakinan itu menancap kuat dalam sanubari orang beriman.
Jangan biasakan akalmu mabuk keajaiban, karena itu sama dengan menutup pintu hidayah. Bagaimana Al-Qur’an yang logis dan rasional itu dapat diterangkan kepada otak yang sudah dibiasakan mabuk keajaiban, kawan? Please...

Suka
Komentari
Komentar


Tulis komentar...

Senin, 18 Februari 2019

Sadar Bahwa Sudah Tua

Sadar Bahwa Sudah Tua

Seorang teman mengeluh bahwa ternyata sudah banyak yang hilang atau berkurang pada dirinya. Tenaga sudah tidak seperti dulu lagi, kesehatan sudah semakin rapuh, dan... penampilan tubuhnya sudah semakin tua... Pada saat yang sama dia teringat tentang keperkasaannya dulu. Dulu dia seorang olahragawan bertubuh atletis. Sampai suatu saat dia diperingatkan dokter bahwa dia mengidap penyakit gula, ketika usianya masih sekitar empat puluhan akhir. Dia berusaha untuk mengendalikan selera makannya sejak saat itu yang alhamdulillah sangat membantu untuk menjaga kesehatannya.

Apa yang dirasakannya sebenarnya adalah sesuatu yang biasa-biasa saja, yang sangat umum dialami oleh kebanyakan orang. Di usia menjelang tujuhpuluh tahun, lalu terasa banyak yang sudah hilang dari kesanggupan tubuh kita adalah sesuatu yang wajar. Karena memang seperti itu yang sudah ditetapkan Allah sebagaimana firmannya dalam surat Ar Ruum ayat 54; 'Allah yang telah menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian menjadi kuat, kemudian menjadi lemah dan beruban,,,,'

Kita terlahir dalam keadaan lemah tak berdaya. Lalu dijadikan Allah kuat dan bertenaga sampai usia tertentu, dan setelah itu dijadikan Allah kembali lemah sebelum akhirnya kita dikembalikan kepada Nya. Seperti itu siklus kehidupan rata-rata manusia. 

Justru pada saat menyadari bahwa kita sudah mulai dijadikan lemah oleh Allah seharusnya kita sadar bahwa kita sudah makin mendekati garis finish. Maka seyogianya semakin ditingkatkan persiapan untuk menghadap Allah. Diperbanyak amal shalih. Tidak usah dikenang dan dikhayalkan juga keperkasaan di masa lalu, yang sekarang sudah jauh tertinggal dalam kehidupan kita. 

****

Jumat, 15 Februari 2019

Setali Pembeli Kemenyan

Setali Pembeli Kemenyan

Ini adalah sebuah pantun lama, 

Setali pembeli kemenyan
Sekupang pembeli ketaya
Sekali lancung ke ujian
Seumur hidup orang tak percaya

Sebuah pantun nasihat, agar seseorang itu senantiasa memelihara kepercayaan. Senantiasa amanah. Jangan suka berbohong dan menipu. Karena sekali saja seseorang dikenal sebagai orang yang tidak amanah maka setelah itu akan sulit bagi orang lain untuk mempercayainya. Sekali diketahui lancung, diketahui bohong, setelah itu orang akan menilai dan mencapnya sebagai orang yang tidak bisa dipercaya.

Pantun di atas adalah  pantun lama. Sekarang orang tidak kenal lagi dengan uang sekupang atau setali. Dan pesan yang disampaikan oleh pantun itupun kelihatannya sudah tidak cocok lagi.

Pantun yang lebih cocok adalah;

Tersauh tali di ujung dahan
Burung terbang di atasnya
Berpuluh kali lancung ke ujian
Namun gerundang percaya juga

Kalaulah sekali dua kali seseorang itu berbohong kita mungkin akan masih menyangka bahwa dia hanya terkhilaf saja. Tapi kalau sudah berpuluh kali kata-katanya tidak bisa dipercaya......

Dan yang mengherankan, masih ada juga yang sangat percaya kepadanya.

****

Rabu, 13 Februari 2019

Rumah Tempat Tinggal

Rumah Tempat Tinggal

Keluargaku tinggal di rumah di Jatibening ini sejak akhir tahun 1993, sejak kami pindah dari Balikpapan. Bagiku, rumah inilah tempat kediaman yang paling lama aku tempati dalam kehidupanku. Sebagai perbandingan, ketika menetap di Balikpapan dalam kurun waktu 14 tahun kami pindah tempat tinggal tidak kurang dari lima kali.

Rumah ini dibangun tahun 1991 dalam komplek perumahan sederhana atau yang dikenal sebagai perumnas. Kami membeli tanah persis di luar komplek yang ada dan bergabung dengan penghuni komplek. Sejak awal aku sangat betah tinggal di lingkungan ini. Aku mendapat jatah rumah yang dibiayai dengan pinjaman kantor di Pondok Kelapa - Jakarta Timur. Ada keinginan istri dan anak-anakku untuk pindah ke rumah itu ditahun 1996, tapi aku menolak karena terlanjur sudah senang dengan komplek di Jatibening ini.

Dalam perjalanan waktu, sebagian besar rumah-rumah di komplek ini sudah di renovasi menjadi bangunan yang lebih bagus. Banyak pula yang sudah berganti pemilik karena dijual oleh pemilik lama.

Aku amati sekurang-kurangnya ada empat buah rumah yang sudah berganti pemilik tersebut. Rumah-rumah yang dibina oleh pemilik mula-mula lalu  diperbaiki dan diperindah. Kemudian si empunya (suami istri) sesuai dengan ketetapan Allah meninggal dunia. Lalu rumah-rumah itu oleh anak-anaknya dijual. Mungkin karena mereka juga sudah punya tempat tinggal dan mungkin lebih mudah bagi anak-anak tersebut untuk membagi harta pusaka peninggalan orang tua mereka.  

Entah kenapa, terbayang pula olehku, pada waktu aku dan istriku sudah tidak ada nanti, mungkin anak-anak kami akan melakukan hal yang sama. Rumah yang sudah  kami tempati berpuluh tahun ini, tempat anak-anak beranjak dewasa, bahkan dua yang sudah menikah aku nikahkan dari rumah ini, nanti akan kami tinggalkan. Artinya, rumah ini benar-benar hanyalah tempat tinggal sangat sementara.

****

Selasa, 12 Februari 2019

Pohon Mangga Yang.......

Pohon Mangga Yang.......


Ada pohon mangga yang tumbuh di depan rumah, ditanam adik ipar dari biji mangga sekitar awal tahun 1990an. Pohon ini mulai berbuah ketika kami sudah tinggal di rumah ini beberapa tahun kemudian. Pohon itu kami cangkok. Cangkokannya ditanam di pekarangan belakang yang segera pula  setelah beberapa tahun berkembang pesat menjadi pohon yang kukuh, besar dan berbuah pula. Demikianlah sepanjang masa, di saat dia berbuah dengan lebat, di kedua pohon, dengan buah besar-besar yang pernah ditimbang sebijinya hampir 1 kg beratnya. Meski buah itu selalunya dikongsi dengan kalong yang sangat rajin mendatangi kedua pohon itu disaat berbuah.


Pohon yang di depan rumah mempunyai ranting yang menjulai ke kawat listrik. Sebenarnya sudah bertahun-tahun tidak ada masalah dengan ranting seperti itu. Tapi beberapa bulan yang lalu kami setuju memangkas dan merapikan ranting-ranting itu. Dimintalah pertolongan ahli penebang pohon yang datang dengan alat gergaji mesin. Kedua pohon itu dicukur untuk dirapikan. Yang di pekarangan depan mungkin agak sedikit berlebihan pemotongannya sementara yang dibelakang dipangkas jauh lebih sedikit.

Qadarullah..... setelah beberapa pekan, pohon yang di depan terlihat seperti mulai mati. 
Daun-daun yang tinggal sedikit ketika dipangkas mengering dan tidak pernah muncul daun baru. Mula-mula aku berharap di saat musin hujan pohon itu akan kembali menumbuhkan daun. Harapan itu ternyata sia-sia. 

Yang di pekarangan belakang mulanya aman-aman saja. Sampai suatu hari ketika banyak angin, daunnya rontok. Dan tidak ada daun baru yang tumbuh sesudah itu. Ringkasnya, ternyata kedua pohon itu sudah sampai ajalnya. Sedih juga melihatnya.

Dan hari ini kedua pohon malang yang sudah mati itu disingkirkan oleh tukang potongnya dulu itu lagi.

****






Minggu, 20 Januari 2019

Tidak Mau Dimasuki Kebenaran

Tidak Mau Dimasuki Kebenaran                       

(Tergelitik juga aku untuk menulis setelah sudah sangat lama absen)

Judul di atas dibahasa-indonesiakan dari ungkapan yang dalam bahasa kampungku berbunyi, 'indak masuak lalu bana'. Ungkapan ini diarahkan kepada orang yang kepadanya ditunjukkan sesuatu kebenaran namun dia tidak kunjung mau menerimanya. Dia menutup matahatinya dan menyangkal setiap kebenaran yang disampaikan itu.

Negara kita sedang mempersiapkan pembaharuan nakhoda negeri besar ini. Kita sedang mempersiapkan pemilihan presiden. Ada dua calon. Yang sedang menjabat dan ingin melanjutkan masa jabatannya dan yang seorang lagi yang menantang untuk menggantikan. Sampai disini tentu aman-aman saja masalahnya,

Sebagai rakyat kita berkewajiban memilih salah satu di antara kedua calon. Memilih ini tentu bukan sekedar memilih tapi harus dengan pertimbangan matang, bahwa pemimpin untuk lima tahun ke depan benar-benar yang akan membawa kebaikan untuk setiap kita, rakyat yang memilih. Adalah wajar kalau kita menimbang dan memperhatikan dengan sangat hati-hati sebelum menentukan pilihan. Adalah wajar juga kalau kita menilai apa saja yang sudah dicapai oleh yang ingin melanjutkan kepemimpinannya, selama lima tahun terakhir dia berkiprah.

Aku mendapat kiriman  melalui WA sebuah daftar tentang apa-apa saja yang lima tahun yang lalu direncanakan oleh beliau akan dikerjakan atau dijanjikan untuk dicapai, disertai evaluasinya. Apa saja yang sudah terlaksana dan apa yang belum. Sesuatu yang sangat mudah diamati. Ternyata sebagian besar memang belum atau tidak tercapai. Ini adalah suatu kenyataan yang tidak dibuat-buat. Pengamatan seperti ini rasa-rasanya sangat perlu dilakukan sebelum kita menentukan pilihan

Ternyata ada saja orang yang tidak suka hal seperti ini dikemukakan. Seolah-olah yang sudah berlalu itu biarkan sajalah. Lalu, mari kita berikan lagi saja kepercayaan untuk lima tahun berikutnya, begitu maunya. 

Ketika kita jelaskan bahwa yang tidak dicapai sesudah direncanakan itu adalah kegagalan dia tidak bisa terima. Ketika kita katakan bahwa janji-janji yang tidak ditepati itu adalah pertanda tidak amanah dia malahan marah. Orang-orang yang seperti inilah, yang fanatik buta, yang tidak mau menerima kebenaran.

****