Senin, 28 Februari 2011

Terkagum-kagum

Aku tergagum-kagum 

Aku terkagum-kagum melihat begitu memukaunya kedudukan. Begitu memukaunya pangkat dan kekuasaan. Ada yang berhasil bertahan memang. Bahkan dalam jangka waktu cukup lama, berpuluh tahun. Bercokol dan berkuasa. Memang enak sih kayaknya. Ketika 'diri' jadi penentu dan pemutus perkara. Penguasa. Pengatur apa saja yang dapat diatur. Yang berhasil berkuasa lama, sampai hembusan nafas terakhir itu kebanyakan penguasa-penguasa negeri komunis. Seperti Stalin, Kruschev, Breznev. Seperti Jozef Tito. Seperti Mao Zedong. Seperti Fidel Castro. Seperti Kim Il Sung.

Di luar negeri komunis tersebutlah eyang kakung kita Suharto. Yang berhasil bertahan selama 32 tahun. Menghitam dan memutihkan negeri. Naik katanya, naik. Turun katanya, turun. Eyang kakung mempergantikan wakilnya dari yang satu ke yang lain. Masing-masing hanya boleh satu kali duduk lalu harus turun. Sementara beliau sendiri, karena 'desakan' rakyat, karena 'kebulatan tekad' rakyat, bertahan terus. Meski akhirnya terjungkal juga. Meski akhirnya sempat dihujat dan 'dibenci' rakyat yang tadinya berbulat tekad itu.

Lalu ada Husni Mubarak. Hampir menyamai rekor eyang kakung Harto. 30 tahun bercokol. Sejak beberapa pekan sudah pula tercampak ke Arab Saudi dan konon sudah jadi penghuni rumah sakit pula. Sebelumnya Zainal Abidin bin Ali dari Tunisia yang berkuasa selama 24 tahun. Nasib buruk menimpa si Jenal ini yang kabarnya meninggal setelah mendapat serangan stroke di Jeddah Arab Saudi. Lalu ada si Qadafi. Ini top scorer karena sudah in power sejak berusia 27 tahun di tahun 1969, sesudah menggulingkan Raja Idris. Qadafi belum jatuh tapi cengkeraman kekuasaannya semakin longgar apa lagi setelah tentara-tentaranya secara brutal menembaki demonstran. Beratus-ratus yang meninggal. Bahkan ada yang menyebut bilangan seribu orang. Dibunuh demi mempertahankan kuasa. Demi kelanggengan kuasa. Sama kita lihatlah, bagaimana pula akhir drama yang terakhir ini.

Tidak di kursi kekuasaan, aku terkagum-kagum pula melihat si Nurdin yang begitu bersemangat ingin mempertahankan kursi ketua. Digiring-giring oleh pewawancara untuk menjolok seandainya ada kata-kata legowo, (misalnya; ya sudahlah saya terima mundur saja), ternyata tidak keluar dari mulutnya. Sepandai si pewawancara mendesak, sepandai itu pula dia berkelit. Yang dilakukannya adalah sah. Begitu katanya.

Aku terkagum-kagum. Padahal tidak ada yang namanya kekuasaan atau pangkat itu yang abadi. Dia pasti berakhir, paling tidak sampai saat malaikat maut datang menjemput. Tapi madu kekuasan itu tetap saja sebegitu manisnya bagi sementara orang........

****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar